PASUKAN Pengendali Huru-Hara yang berjaga-jaga di kompleks
pabrik sepatu Bata di Jalan Kalibata Jakarta sudah tidak
kelihatan akhir pekan lalu. Atas permintaan petugas keamanan,
1500 buruh sepatu Bata yang unjuk sikap sejak Kamis malam sampai
Jumat siang sudah masuk kerja kembali. Namun beberapa poster
masih terlihat di pintu gerbang. Di antaranya: "Buruh partner
dalam produksi, juga dalam profit."
Tapi Hadi Suwarsono, Ketua I FBSI Basis pabrik sepatu Bata
keberatan aksi yang dilakukan buruh Bata dikatakan mogok. "Kami
tidak mogok, tapi menunggu hasil perundingan," ucap Hadi kepada
Hasan Syukur dari TEMPO. Menurut dia perundingan antara
pengusaha dan buruh Bata sudah dilakukan sejak pertengahan April
lalu.
Meskipun sudah 4 kali berunding kata sepakat belum juga
tercapai. Pihak buruh Bata menuntut kenaikkan upah 25% dari yang
diterimanya sekarang ditambah uang makan Rp 300 sehari serta
uang transpor. Sedang pihak majikan beranggapan, kenaikan itu
cukup 7% plus Rp 250 uang makan sehari ditambah transpor
maksimal Rp 300 pp.
Tapi direksi Bata menganggap apa yang diterima buruhnya sudah
memadai dengan prestasi kerja. Tapi Hadi Suwarsono dkk tetap
pada pendiriannya semula. "Itu tidak seberapa dan kami hanya
menuntut hak yang wajar dan tidak berkelebihan," katanya.
Babak Kedua
Untuk mengatasi perselisihan ini pihak Dinas Tenaga Kerja (TK)
Jakarta Selatan pun turun tangan. Setelah meneliti kasus ini TK
mengusulkan pada Bata agar memberikan kenaikan gaji 12%, uang
makan Rp 275 sehari berikut uang transpor. "Untuk babak kedua
kami menganjurkan kdua belah pihak maju ke meja perundingan
lagi," kata Mardjuki, Kepala Dinas Tenaga Kerja Jakarta Selatan
kepada Slamet Djabarudi dari TEMPO. Batas waktunya 26 Mei nanti.
"Bila tidak ada kesepakatan, perkara ini akan diteruskan ke
P4D."
Sementara itu lewat iklan di beberapa koran Ibukota Direksi Bata
menjelaskan bahwa berdasarkan hasil perundingan dengan SB telah
ditawarkan kenaikan upah 7%, uang makan dan jaminan lainnya.
Yang berarti gaji karyawan akan meningkat 25% pada Juni 1979.
Pengumuman lewat koran itu menimbulkan reaksi. "Pengumuman itu
tidak seluruhnya benar, lagi pula bukan hasil perundingan dengan
Serikat Buruh," ujar Hadi. Bantahan juga datang dari Dinas
Tenaga Kerja. "Itu pengumuman sepihak, dan Bata boleh saja
hilang begitu," kata Mardjuki.
Alhasil silang selisih antara buruh dan pengusaha masih terus
berlangsung. "Baiklah kita tunggu sampai 26 Mei nanti," kata
Hadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini