Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Solusi Tanggung dari Tanah Papua

Freeport enggan berinvestasi di smelter Papua.

16 Februari 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Solusi Tanggung dari Tanah Papua

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kedatangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said ke Papua kemarin belum sepenuhnya mengurai keruwetan rencana pembangunan pabrik pemurnian konsentrat (smelter) PT Freeport Indonesia. Tarik-menarik antara pemerintah pusat, Papua, dan Freeport mengenai lokasi smelter masih belum putus.

Dalam konferensi pers di Hotel Rimba, Timika, Papua, Menteri Sudirman seakan-akan mengklaim telah berhasil menyatukan sikap ketiga pihak. Menurut dia, Freeport sudah setuju dengan rencana pendirian smelter di Timika. Pemerintah daerah pun menyatakan akan menyiapkan lahan, dana awal, sekaligus mencari investor.

"Pemprov dan pemkab selanjutnya membentuk tim pengelola kawasan industri, yang termasuk di dalamnya lokasi smelter," tutur Sudirman.

Di kawasan industri itu, selain smelter, akan didirikan industri pupuk, petrokimia, dan pabrik pengantongan semen. Industri pupuk dan petrokimia diperlukan untuk menampung sisa produksi smelter berupa asam sulfat. Sedangkan pabrik pengantongan semen akan menampung sisa produksi berupa batu kapur.

Bupati Mimika, Eltius Omaleng, menuturkan, pada tahap pertama, pemerintah kabupaten akan membangun kawasan industri seluas 650 hektare. Jika diperlukan, kawasan tersebut siap diperluas hingga 2.000 hektare. Soal dana, Gubernur Papua Lukas Enembe menegaskan pemerintah provinsi telah berkomitmen mengalokasikan dana investasi awal sebesar Rp 2 triliun.

"Saya sudah berdiskusi dengan 29 bupati. Kami menyatakan komitmen terhadap investasi ini. Sedangkan pasokan konsentrat berasal dari Freeport," ujar Eltius.

Presiden Direktur Freeport, Maroef Sjamsoeddin, mengaku sepakat dengan ide Menteri Sudirman untuk mendirikan smelter di Papua. Dia menilai smelter merupakan masalah nasional lantaran penghasil konsentrat tidak hanya Freeport, tapi juga Newmont dan Gorontalo Mineral. Namun, meski mendukung, Freeport menolak berinvestasi di smelter Papua.

Maroef mengatakan Freeport tidak akan ikut berinvestasi dalam pembangunan smelter dan hanya berperan sebagai pamasok konsentrat. Freeport, menurut dia, saat ini sedang menyiapkan proyeksi operasional tambang bawah tanah menjelang habisnya cadangan mineral di tambang terbuka. Diharapkan pengoperasian tambang bawah tanah bisa meningkatkan pasokan konsentrat.

Kelihatannya Freeport hingga saat ini masih merasa lebih nyaman membangun smelter di Gresik, Jawa Timur, sebagaimana rencana semula. DI atas lahan seluas 80 hektare milik PT Petrokimia Gresik, Freeport tengah menyiapkan pembangunan smelter lewat kerja sama dengan PT Smelting Gresik.

Ada beberapa alasan yang dilontarkan Freeport untuk memilih Gresik. Di antaranya, kesiapan infrastruktur listrik dan jalan serta adanya industri pendukung, seperti Petrokimia Gresik dan Semen Gresik. "Pembangunan smelter di Gresik masih berjalan dan sedang dalam tahap penyelesaian perizinan," katanya.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Sukhyar, menyatakan tidak masalah jika Freeport tidak ikut bagian dalam pembangunan smelter di Papua. Sebab, sesuai dengan Pasal 170 Undang-Undang Mineral dan Batu Bara, pemegang kontrak karya yang telah beroperasi hanya diwajibkan memurnikan konsentrat. "Itu bisa dilakukan sendiri atau bekerja sama dengan orang lain," tutur Sukhyar.

Gubernur Papua Lukas Enembe jelas kecewa atas sikap Freeport ini. Ia mengaku berharap perusahaan asal Amerika Serikat itu ikut serta membiayai pembangunan smelter di Papua. Meski demikian, Lukas menyatakan akan tetap melanjutkan pembangunan smelter melalui badan usaha milik daerah. Ia pun mengundang investor yang berminat.

Harapan Lukas bisa jadi bukan harapan kosong. Menteri Sudirman mengatakan telah ada investor asal Cina yang cukup tertarik untuk membangun smelter di Papua. "Investor itu sudah mendekati pemda," katanya.

Sudirman tidak menampik bahwa kalaupun akhirnya jadi dibangun, smelter Papua yang direncanakan mempunyai kapasitas 800-900 ribu ton konsentrat ini belum dapat beroperasi pada 2021, yang merupakan batas akhir kontrak karya Freeport. "Makanya saya tidak hentikan di Gresik, terus saja. Toh, ini juga butuh waktu lama," tutur dia.

Ditanya mengenai keengganan Freeport untuk ikut berinvestasi di Papua, Sudirman menyatakan dapat mengerti. Ia beralasan, kalau Freeport dibebankan membangun smelter di dua tempat, pasti tidak ekonomis. Hal yang terpenting adalah kepastian bahwa sebagian konsentrat Freeport akan dipasok ke smelter Papua. "Saya kira ini solusi bagi semua." ALI HIDAYAT | ANGGA SUKMAWIJAYA


Profil Smelter Freeport

  • Luas: 80 hektare
  • Lokasi: sisi utara pabrik PT Petrokimia Gresik
  • Kapasitas: 2 juta ton konsentrat tembaga per tahun
  • Nilai investasi: US$ 2,3 miliar (Rp 29,21 triliun)
  • Produk sampingan: asam sulfat
  • Kebutuhan listrik: 600 MW
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus