Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pilkada Serentak Disepakati Mulai Tahun Ini

Syarat calon independen diperberat.

16 Februari 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pilkada Serentak Disepakati Mulai Tahun Ini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Hasil rapat Panitia Kerja Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah memutuskan pemilihan gubernur, wali kota, dan bupati dilaksanakan dalam tiga gelombang sebelum benar-benar digelar serentak pada 2027. Gelombang pertama disetujui digelar pada Desember 2015. "Pertimbangannya karena daerah, partai politik, masyarakat, dan KPU pusat sudah siap. Jadi, tak ada alasan untuk ditunda," ujar anggota Panitia Kerja, Arwani Thomafi, kemarin.

Arwani menjelaskan, pemilihan pada Desember 2015 akan diselenggarakan di 204 daerah, ditambah daerah yang masa jabatan pemimpinnya habis pada semester pertama 2016. Kemudian, gelombang kedua dilaksanakan pada Februari2017, yakni bagi kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada semester kedua 2016 dan sepanjang 2017. Adapun pemilihan di daerah yang masa dinas kepala daerahnya selesai pada 2018 dan 2019 akan dihelat pada Juni 2018.

Juru bicara Kementerian Dalam Negeri, Dodi Riyadmadji, mengatakan pemilihan pada Desember 2015 dan pelantikan pada 2016 adalah opsi terbaik. "Karena tak melewati akhir masa jabatan kepala daerah yang habis pada 2015," ujarnya. Pelantikan pada 2016 sekaligus untuk mengakomodasi kepala daerah yang masa jabatannya habis pada semester pertama tahun itu. Demikian juga untuk pemilihan 2016 dan 2018.

Pemerintah dan DPR juga menyepakati pemilihan kembali memakai sistem paket, yakni kepala daerah dipilih bersama wakilnya. Sistem ini dihapus dalam beleid pemilihan pemimpin daerah yang disahkan bulan lalu. Alasannya saat itu, banyak kepala daerah dan wakilnya yang pecah kongsi. Kini, Panitia Kerja dan pemerintah punya argumen lain. "Kalau kepala daerah berwenang mengangkat wakilnya, malah bisa memicu politik transaksional," kata Arwani.

Selanjutnya, kata Arwani, uji publik dalam pendaftaran calon dihapus. Menurut dia, uji publik diserahkan kepada partai politik pengusung calon. Tahapan ini sempat menjadi perdebatan karena dianggap memperpanjang tahapan pemilihan. Dalam aturan yang lama, uji publik digelar sebelum pendaftaran calon kepala daerah ke Komisi Pemilihan Umum. Awalnya, uji publik dimaksudkan untuk menyaring calon bermasalah maju sebagai kepala daerah.

Pasal lain yang diubah menyangkut syarat calon perseorangan. Syarat dukungan bagi calon independen naik dari 2,5 persen menjadi 3,5 persen dari jumlah penduduk daerah yang dimaksud. "Ini sebagai pengganti uji publik calon independen," ujar Arwani. Pemerintah dan DPR juga memutuskan Mahkamah Konstitusi sebagai pengadilan yang menangani sengketa hasil pemilihan kepala daerah, bukan Mahkamah Agung.

Selain itu, pemilihan disepakati hanya satu putaran. Alasannya, syarat mengajukan calon sudah dinaikkan menjadi 20 persen kursi di legislatif atau 25 persen suara pada pemilihan umum lalu. "Dengan naiknya syarat, maka akan mengurangi peserta sehingga bisa satu putaran selesai," kata Arwani.

Anggota Komisi Pemilihan Umum, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, mengatakan lembaganya tak otomatis memulai tahapan pemilihan begitu revisi undang-undang diketok besok. "Kami harus menyesuaikan peraturan KPU yang telah kami buat dan sosialisasi ke KPU provinsi, kabupaten, dan kota," ujarnya.

KPU, kata dia, membutuhkan waktu sekitar dua bulan untuk merevisi, menyesuaikan, dan mensosialisasi peraturan yang baru. "Kalau tahapan pendaftaran bakal calon bisa dipersingkat hanya tiga bulan, bulan April dan Mei tahapan bisa dimulai," katanya. TIKA PRIMANDARI


Tinggal Diketok

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat mengamendemen sepuluh poin dalam Undang- Undang Pemilihan Kepala Daerah. Revisi beleid tersebut dijadwalkan diketok besok. Berikut ini sepuluh poin yang disepakati:

1.Uji publik dihapus.

2.Syarat calon independen dinaikkan menjadi 3,5 persen.

3.Satu putaran.

4.Kepala daerah dipilih satu paket dengan wakilnya.

5.Pembiayaan dari APBD didukung APBN.

6.Sengketa ditangani Mahkamah Konstitusi.

7.Jadwal pemilihan dilaksanakan dalam beberapa gelombang, yakni:

a) Gelombang pertama dilaksanakan padaDesember 2015 (untuk kepala daerah dengan akhir masa jabatan 2015 dan semester pertama 2016).

b) Gelombang kedua dilaksanakan pada Februari 2017 (untuk akhir masa jabatan semester kedua 2016 dan sepanjang 2017).

c) Gelombang ketiga dilaksanakan pada Juni2018 (untuk akhir masa jabatan 2018 dan 2019).

d) Serentak nasional dilaksanakan pada 2027.

8.Pendelegasian tugas untuk KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilihan kepala daerah diperkuat.

9.Syarat pendidikan gubernur, bupati, dan wali kota tak berubah, yaitu berpendidikan paling rendah SLTA atau sederajat.

10.Syarat usia gubernur tak berubah, yaitu berusia paling rendah 30 tahun, sedangkan bupati/wali kota paling muda 25 tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus