Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Minim Sosialisasi Pensiun Dini PLTU

Mayoritas masyarakat setempat belum mengetahui soal rencana pensiun dini PLTU Cirebon 1. Padahal mereka akan terkena dampaknya.

28 November 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batu Bara Cirebon, Jawa Barat. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) menyimpulkan mayoritas masyarakat lokal belum mengetahui rencana penutupan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon 1 di Jawa Barat.

  • Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat, Wahyudin Iwang, mengatakan warga dan organisasi sipil setempat melihat harapan positif terhadap rencana penonaktifan PLTU Cirebon-1.

  • Meski mendukung pensiun dini PLTU Cirebon 1, warga setempat khawatir PLTU batu bara di sana akan tetap dilanjutkan.

JAKARTA — Studi lapangan Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) menyimpulkan bahwa mayoritas warga lokal belum mengetahui rencana penutupan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon 1 di Jawa Barat. Padahal proyek ini menjadi prioritas dalam skema pendanaan transisi energi Just Energy Transition Partnership (JETP).

"Dari pengamatan kami, warga di sekitar proyek dan CSO (organisasi masyarakat sipil) lokal belum pernah mendapat sosialisasi skema ini,” ujar peneliti AEER Andi Rahmana Saputra, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

AEER melakukan studi lapangan terhadap masyarakat sekitar PLTU Cirebon. Studi tersebut termaktub dalam publikasi bertajuk "Potret Transisi Energi di Indonesia: Dampak Sosial dan Ekonomi di Akar Rumput Wilayah PLTU (Cirebon 1) dan PLTS (Selong NTB, Oelpuah NTT)" yang terbit pada 23 November lalu.

Untuk PLTU Cirebon 1, warga yang menjadi subyek studi AEER berada di dua kecamatan, yakni Kecamatan Mundu dan Astanajapura. Tim penelitian AEER, antara lain, mewawancarai Kepala SDN 1 Waruduwur, Kecamatan Mundu, Jaelani. Dia belum mengetahui rencana pensiun dini PLTU Cirebon 1. “Saya belum pernah mendengar rencana penutupannya,” ujar Jaelani seperti tertulis dalam publikasi AEER.

Pembangkit Listrik Tenaga Uap Cirebon, Jawa Barat. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

Adapun beberapa guru di sekolah tersebut mengetahui informasi ini dari kanal berita online. Padahal pihak sekolah selama ini berinteraksi dengan PLTU Cirebon 1. Menurut keterangan Jaelani, PLTU Cirebon 1 memberikan beberapa program pelatihan kepada siswa, tapi warga tidak pernah mendapat sosialisasi mengenai rencana pensiun dini PLTU.

Menurut Andi, masyarakat di sekitar PLTU Cirebon 1 perlu dilibatkan dalam skema pensiun dini, khususnya dalam diskusi mengenai dampaknya. Dia mengatakan hal tersebut akan memberikan kesempatan kepada warga setempat untuk menyuarakan pandangan dan kepentingan mereka perihal rencana transisi energi.

Pensiun dini PLTU Cirebon 1 merupakan proyek yang mendapat pendanaan dalam skema JETP atau Kemitraan Transisi Energi yang Adil. Pada 21 November lalu, Sekretariat JETP telah meluncurkan dokumen resmi rencana kebijakannya, atau Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP).

Setelah peluncuran CIPP, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menyatakan ada beberapa proyek yang akan dikerjakan dari rencana kebijakan JETP. “Proyek pensiun dini PLTU Cirebon 1 di Jawa Barat akan menjadi prioritas dan dilanjutkan pembangunan jaringan transmisi kelistrikan Jawa-Sumatera," katanya pada 21 November lalu.

Rencana pensiun dini PLTU ini mendapat pendanaan dari hasil kerja sama Asian Development Bank (ADB) dengan pemerintah Indonesia lewat Indonesia Investment Authority yang tergabung dalam Energy Transition Mechanism (ETM). Dalam dokumen CIPP, PLTU berkapasitas 660 megawatt ini membutuhkan pendanaan pensiun dini sebesar US$ 250-300 juta yang berasal dari pinjaman konsesi dan non-konsesi. Pembiayaan akan dimulai sebelum 2030 dan ditargetkan PLTU ini sudah nonaktif pada 2035.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat, Wahyudin Iwang, mengatakan warga dan organisasi sipil setempat melihat harapan positif terhadap rencana penonaktifan PLTU Cirebon-1. “Tapi peluang ini bisa hilang ketika mekanismenya dilakukan secara tertutup,” ujarnya.

PLTU Cirebon 1 x 660 megawatt, di Jawa Barat. ANTARA/Yudhi Mahatma



Menurut Wahyudin, dalam proses perumusan yang dilakukan oleh Sekretariat JETP hingga proses konsultasi publik, masyarakat yang terkena dampak langsung tidak dilibatkan. Begitu pula dengan beberapa organisasi sipil lokal. “Seharusnya dilihat, misalnya proyeksinya di Jawa Barat, perlu diajak pegiat lingkungan di sana, target utama masyarakat yang disasar untuk dilibatkan harus jelas untuk menyusun dokumen kebijakan ini,” ujarnya.

Wahyudin menambahkan, peluncuran dokumen CIPP seharusnya tidak terburu-buru. Sebelum CIPP diluncurkan, perlu ada sosialisasi yang dilakukan dan tidak hanya sekali. Sosialisasi perlu dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat lokal soal bagaimana pemulihan ekologis, lingkungan, dan sosial setelah pensiun dini PLTU. “Pasti ada angka-angka kerugian muncul dan bagaimana mereka bisa merespons itu.”

Menurut Wahyudin, meski rencana penonaktifan PLTU minim sosialisasi, warga lokal merespons baik rencana ini. Hal itu lantaran dampak lingkungan yang dirasakan warga sekitar akibat adanya PLTU Cirebon-1. Namun warga mempertanyakan dampaknya, mengingat tak jauh dari PLTU Cirebon 1 terdapat pembangunan PLTU Cirebon 2 yang memasuki tahap uji operasional.

M. Dehya Affinas, Koordinator Koalisi Rakyat Bersihkan Cirebon (Karbon), mengatakan keberadaan PLTU di wilayah tersebut berdampak pada meningkatnya polusi udara. Hal itu juga diyakini berkorelasi terhadap meningkatnya jumlah kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Dari dokumentasi tim Karbon, pada 2022 ada sekitar 2.216 warga sekitar yang terjangkit nasofaringitis akut. Sejak 2019 tercatat sudah lebih dari 10 ribu yang terjangkit.

“Selain polusi, ada dampak udara. Dulu di area pelabuhan itu sejuk. Sejak kecil saya sering ke sana, sekarang semakin panas,” ujar warga Cirebon selatan itu. 

Menurut Dehya, meski rencana penonaktifan itu didukung warga, ada kekhawatiran PLTU batu bara di sana akan tetap dilanjutkan. “Karena dalam dokumen CIPP JETP dimasukkan pula pemanfaatan co-firing amonia untuk PLTU batu bara. Ini juga menimbulkan keraguan,” ucapnya. Karena itu, Dehya dan beberapa CSO lokal menuntut transparansi pemerintah dalam rencana pensiun dini PLTU batu bara.

Tempo mencoba meminta konfirmasi soal sosialisasi rencana pensiun dini PLTU Cirebon 1 kepada Wakil Kepala Sekretariat JETP Paul Butarbutar. Namun, hingga berita diturunkan, Paul tidak merespons pesan ataupun panggilan telepon dari Tempo. 

ILONA ESTERINA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus