Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pelaku industri kendaraan listrik, PT Indika Energy Tbk, menanggapi Peraturan Menteri Keuangan atau PMK Nomor 49 Tahun 2023 Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2024. Aturan tersebut memuat standar biaya masukan untuk pengadaan kendaraan listrik para pejabat eselon I dan II, serta pegawai negeri sipil atau PNS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Utama PT Indika Energy Tbk Arsjad Rasjid menjelaskan pihaknya melihat bahwa kebijakan kendaraan listrik menunjukkan komitmen pemerintah. Khususnya untuk mengembangkan industri yang ramah lingkungan, meningkatkan daya saing produk dalam negeri, sekaligus berkontribusi untuk mencapai net zero emission.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ini adalah hal yang kami sambut baik sebagai pelaku industri,” ujar Arsjad saat dihubungi pada Jumat, 26 Mei 2023.
Menurut dia, adanya kebijakan penganggaran untuk kendaraan listrik menjadi salah satu peluang dalam memperkenalkan, memasarkan, dan meningkatkan penjualan produk kendaraan listrik dalam negeri. Untuk itu, kata Arsjad, pelaku usaha kendaraan listrik dalam negeri harus betul-betul memanfaatkan regulasi yang ada.
Arsjad yang juga Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia itu mencpntohkan misalnya dengan memperkuat publisitas dan advertensi produk kendaraan listriknya. “Juga berpartisipasi dalam tender pengadaan mobil listrik pemerintah,” tutur Arsjad.
Dia pun menyakini bahwa PMK Nomor 49 Tahun 2023 ini memiliki multiplier effect yang positif terhadap industri kendaraan listrik Indonesia. “Tidak hanya meningkatkan permintaan pada produk jadi, tapi juga memacu pertumbuhan industri hulunya, seperti baja, nikel, dan lain-lain,” tutur Arsjad.
Selanjutnya: standar biaya masukan kendaraan listrik dibuat berdasarkan harga kendaraan konvensional ditambah dengan 10 persen
PMK Nomor 49 Tahun 2023 itu diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada Rabu, 3 Mei 2023. Di bagian lampiran peraturan disebutkan nominal biaya untuk pengadaan sepeda motor listrik maksimal Rp 28 juta per unit. Sementara kendaraan listrik untuk operasional kantor dianggarkan maksimal Rp 430.080.000 atau Rp 430 jutaan per unit.
Sedangkan anggaran mobil listrik untuk pejabat eselon I maksimal Rp 966.804.000 per unit atau hampir Rp 1 miliar per unit. Sedangkan mobil listrik bagi pejabat eselon II maksimal Rp 746.110.000 per unit atau sekitar Rp 746 jutaan per unit. Khusus untuk pengadaan kendaraan dinas berupa kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) belum termasuk biaya pengiriman dan pemasangan instalasi pengisian daya.
Direktur Sistem Penganggaran Direktorat Jenderal atau Ditjen Anggaran Kemenkeu Lisbon Sirait mengatakan aturan itu mengikuti Inpres Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/ atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Menurut Lisbon, satuan biaya dalam aturan itu bukan instrumen untuk keputusan mengadakan kendaraan listrik. "Pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Pemda) didorong menggunakan kendaraan listrik berbasis baterai karena lebih efisien," kata Lisbon pada Senin, 22 Mei 2023.
Dia menjelaskan bahwa pengadaan kendaraan baru operasional pemerintah, baik itu konvensional atau kendaraan listrik, memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi. "Kan kesannya pagu untuk kendaraan konvensional lebih rendah, (kendaraan) listrik lebih tinggi 10 persen," ujar Lisbon.
Artinya, kata Lisbon, standar biaya masukan kendaraan listrik dibuat berdasarkan harga kendaraan konvensional ditambah dengan 10 persen. “Jadi bukan menaikkan, tapi rata-rata harga kendaraan listrik memang relatif lebih mahal,” ucap dia.
MOH KHORY ALFARIZI | AMELIA RAHIMA SARI
Pilihan Editor: Anies Bandingkan Pembangunan Jalan Jokowi vs SBY, Anak Buah Sri Mulyani: Bukan untuk Kalah Menang, tapi..
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini