Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut pendapatan asli daerah (PAD) hingga November 2022 didominasi oleh pajak daerah, yakni 73,6 persen. Pendapatan lainnya berupa PAD yang sah sebesar 20,3 persen; hasil kekayaan daerah yang dipisahkan sebesar 3,5 persen; dan retribusi daerah sebesar 2,6 persen.
“Pajak daerah November 2022 mencapai Rp 195,72 triliun atau naik 9,4 persen dibandingkan dengan November 2021 yang sebesar Rp 178,85 triliun,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita Desember 2022 yang disiarkan secara virtual pada Selasa, 20 Desember 2022.
Adapun pertumbuhan pajak daerah tertinggi terdiri atas pajak hotel, pajak hiburan, pajak restoran, pajak parkir, dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor. Sri Mulyani merincikan, pajak hotel pada November 2022 mencapai Rp 5,74 triliun atau tumbuh 110,1 persen secara tahunan atau year yor year (yoy) dibandingkan dengan November 2021 sebesar Rp 2,73 triliun.
Baca juga: 4 UU Sektor Ekonomi Terbit Selama Pandemi, Anak Buah Sri Mulyani: Bukan Kebetulan
Kemudian, pajak hiburan tumbuh 88,2 persen yoy dari Rp 0,75 triliun menjadi Rp 1,41 triliun. Sedangkan pajak restoran tumbuh 62 persen yoy dari Ro 6,88 triliun menjadi Rp 11,14 triliun.
Sementara itu, pajak parkir tumbuh 58,3 persen yoy dari Rp 0,66 triliun pada November 2021 menjadi Rp 1,04 triliun pada November 2022. Sedangkan pajak bahan bakar kendaraan bermotor tumbuh 23,9 persen dari Rp 19,21 triliun menjadi Rp 23,79 triliun.
Namun, di tengah peningkatan pajak daerah sebesar 9,4 persen, retribusi daerah yang menyumbang 2,6 persen terhadap PAD mengalami penurunan 0,01 persen. Sri Mulyani menyebut penurunan ini disebabkan oleh anjloknya retribusi pengendalian lalu-lintas, retribusi perpanjangan izin mempekerjaan tenaga asing (IMTA), retribusi izin trayek, retribusi izin mendirikan bangunan (IMB), serta retribusi izin usaha perikanan.
“Ini selaras dengan implementasi UU Cipta Kerja agar mempermdah perizinan dan investasi daerah,” kata dia.
Sementara itu, hasil kekayaan daerah yang dipisahkan tercatat tumbuh 4,5 persen. Pendapatan ini didorong oleh kenaikan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta dan penyertaan modal pada BUMD.
Sedangkan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan tercatat tumbuh sebesar 1,4 persen. Kenaikan ini disebabkan pertumbuhan pendapatan atas hasil pemanfaatan aset yang tidak dipisahkan, pendapatan jasa giro, pendapatan denda pajak daerah, dan pendapatan ZISWAF.
Baca juga: Sri Mulyani: Realisasi Belanja Negara 87,5 Persen Menjelang Akhir Tahun
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini