Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Standar Baru Bagi Pers Dunia

UNESCO menerima resolusi tentang pembaharuan orde informasi & komunikasi dunia baru yang dikehendaki oleh dunia ketiga dan uni soviet (blok komunis), sedang pers barat mengecam. (md)

8 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DELEGASI Uni Soviet mendadak terperanjat. Secara terbuka Akhtar Mohammad Paktiawal, Ketua delegasi Afghanistan, mengecam kebebasan pers model Soviet di negerinya. Karena pemerintah Kabul mengontrol arus inforrnasi, kata Paktiawal, rakyat tidak memperoleh informasi yang benar dan akurat. "Jadi siapa yang dapat menyampaikan suara kami kepada orang lain. Apakah UNESCO bisa menjarnin kebebasan pers itu" lanjutnya. Kecaman Paktiawal, tentu saja, mengejutkan peserta Konperensi Umum ke-21 Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO). Sebab di Beograd, Yugoslavia, hari itu (28 Oktober)--setelah bersidang sebulan lebih -- UNESCO baru saja menerima secara bulat prinsip Orde Informasi dan Komunikasi Dunia Baru. Adalah Uni Soviet dan sekutunya (termasuk Afghanistan), yang dengan gencar sejak awal konperensi itu berusaha menggolkan usul mengenai pembaruan arus informasi dunia. Kebebasan Wartawan Hannsgerd Protsch, anggota delegasi Jerman Timur, misalnya, dengan jelas nlengumandangkan dukungan terhadap usul Soviet. Ia menyebut dominasi pers Barat telah menyebabkan ketidak seimbangan dalam arus pemberitaan dunia. Kepentingan negara Dunia Ketiga (dan blok komunis), katanya, karenanya banyak dirugikan. Suatu inisiatif UNESCO di bidang pengaturan arus informasi (pemberitaan) media massa, menumt Protsch, merupakan bagian penting proses secara menyeluruh dekolonisasi media massa. Kritik terhadap cara kerja dan monopoli pers Barat selama perdebatan itu memang banyak dilontarkan. Soviet dan sekutunya, serta kelompok Dunia Ketiga - kedua kelompok yang merupakan mayoritas dari 153 anggota UNESCO--paling keras memperdengarkan suaranya. Sudah sejak dua tahun lalu Soviet dengan gigih mendengungkan penataan kembali suatu Orde Informasi dan Komunikasi Dunia Baru. Kini hampir sebagian usul yang disponsorinya diterima sebagai resolusi UNESCO di bidang media massa. Orde Baru itu sebagian besar bertolak dari naskah rekomendasi Komisi Sean MacBride. Bekas Menteri Luar Negeri Irlandia tersebut mengepalai sebuah komisi yang terdiri dari para ahli 16 negara anggota UNESCO. Selama dua tahun komisinya meneliti tnasalah global yang dihadapi komunikasi massa. Beberapa hasil penelitian Komisi MacBride, yang kellnudian diajukan sebagai resolusi, ternyata menimbulkan kontroversi hebat selama konperensi UNESCO itu. Di antaranya adalah suatu usul membantu lembaga atau organisasi profesional merencanakan perlindungan kerja bagi WartaWan. Tapi kubu Barat (Inggris, Jerman Batat dan Amerika Serikat) mengecamnya. Dengan mengharuskan setiap wartawan memiliki izin kerja (dari pemerintah), mereka menganggap resolusi tersebut hanya akan menghambat kebebasan wartawan untuk menulis. Mereka juga mengecam upaya komisi itu untuk memberlakukan suatu kode etik internasional bagi wartawan. Semuanya itu, menurut koran International Herald Tribune, jelas merupakan pelanggaran terhadap asas-asas kebebasan pers. Elie Abel, pengajar di Columbia Journalism School, AS, yang juga anggota Komisi MacBride misalnya, dengan jelas menentangnya. Upaya UNESCO itu dianggapnya bermaksud menetapkan suatu standar bagi organisasi pemberitaan. "Kebebasan memperoleh sumber berita adalah juga suatu usaha yang diperlukan wartawan untuk menyajikan pemberitaan akurat, benar dan berimbang," kata Abel. UNESCO dan pers Barat dalam hal memandang konsep pers yang bertanggung jawab, misalnya, juga berbeda pendapat. Bagi pers AS, demikian International Herald Tribune, kebebasan pers berarti suatu kebebasan yang jauh dari kontrol pemerintah setempat. "Koran mempunyai tanggung jawab untuk terus harus memproduksi berita. Itulah suatu bentuk tanggung jawab tepat sebagaimana dibutuhkan masyarakat," ungkap John Hughes, Presiden American Society of Newspaper Editors. Komoditi Politik Di suatu negara otoriter, kriteria berita tentu berbeda dengan yang dianut negara liberal Di Uni Soviet, misalnya, tulis koran South China Morning Post, llong Kong, informasi lebih merupakan komoditi politik --yang berarti sistem pemberitaan sudah diatur demikian ketat, selaras dengan kehendak penguasa. Pers Barat jelas tidak menghendaki UNESCO menerima semacam resolusi tentang pengembangan kehidupan pers model Soviet. Tapi benarkah UNESCO akan mengembangkan pers model Soviet itu? Amadou-Mahtar M'Bow, Direktur Jenderal UNESCO yang baru saja dipilih kembali, menyangkal semua tuduhan dan kritik pers Barat tadi. Pers Barat (terutama AS), katanya, telah salah mengartikan tujuan negara Dunia Ketiga. "Sejauh menyangkutkebebasan pers, pendirian UNESCO jelas: tetap mendukung kebebasan pers." Herve Bourges, juru bicara UNESCO, juga menguatkan pernyataan M'Bow. "Kami tidak berniat mencampuri urusan politik komunikasi dan informasi dunia," katanya. Bourges, Profesor Jurnalistik Prancis, adalah pengarang buku The Decolonization of Information. Pernyataan M'Bow memang benar. Buktinya UNESCO tidak menerima resolusi yang akan mengatur perlindungan kerja bagi wartawan. Tapi untuk pengembangan komunikasi dan inisiatif media massa (1980-1983) telah mengesahkan anggaran US$ 625 juta (Rp 394 milyar) Dana itu antara lain juga akan digunakan membantu badan informasi gerakan pembebasan (termasuk Front Pembebasan Palestina).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus