Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Satuan Tugas Kelapa Sawit International Union for Conservation of Nature atau IUCN telah merampungkan analisis obyektif tentang dampak kelapa sawit terhadap keanekaragaman hayati secara global, serta menawarkan solusi untuk pelestarian lingkungan. Hasil studi menyimpulkan bahwa komoditas minyak nabati lainnya membutuhkan lahan sembilan kali lebih besar dibandingkan kelapa sawit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dengan demikian, mengganti komoditas kelapa sawit dengan komoditas minyak nabati lainnya, akan secara signifikan meningkatkan total kebutuhan lahan untuk memproduksi minyak nabati non kelapa sawit dalam rangka pemenuhan kebutuhan global atas minyak nabati," kata Kepala Satgas Kelapa Sawit IUCN, Erik Meijaard di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin, 4 Februari 2019.
Erik menyerahkan hasil studinya kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution. Hasil studi juga menyatakan bahwa wilayah tropis di Afrika dan Amerika Selatan merupakan daerah potensial untuk penyebaran kelapa sawit.
Wilayah tersebut merupakan habitat bagi setengah atau 54 persen dari spesies mamalia terancam di dunia dan hampir dua pertiga atau 64 persen dari spesies burung yang terancam. Menurut Erik jika kelapa sawit digantikan oleh tanaman penghasil minyak nabati lainnya, maka akan menimbulkan dampak terhadap ekosistem hutan tropis dan savana di Amerika Selatan.
“Jika melihat dampak kerusakan terhadap keanekaragaman hayati yang ditimbulkan oleh kelapa sawit dengan perspektif global, maka tidak ada solusi yang sederhana. Separuh dari populasi dunia menggunakan minyak kelapa sawit dalam bentuk makanan, dan jika ini kita larang atau boikot, minyak nabati lainnya, yang membutuhkan lahan lebih luas akan menggantikan kelapa sawit," ujar dia.
Menurut Erik, kelapa sawit akan tetap dibutuhkan dan negara-negara perlu segera mengambil langkah untuk memastikan produksi kelapa sawit yang berkelanjutan, memastikan semua pihak pemerintah, produsen dan rantai pasok menghargai komitmen mereka terhadap keberlanjutan.
Di lokasi yang sama Darmin mengatakan dari studi itu juga termaktub hal-hal yang bisa ditempuh oleh berbagai negara termasuk Indonesia dalam persoalan pemenuhan minyak nabati dunia. Dia mengatakan ada beberapa produk yang sama-sama menghasilkan minyak nabati, selain kelapa sawit, yaitu tentu ada minyak bunga matahari, minyak kedelai dan lain. Dari penelitian itu, kata Darmin minyak nabati lebih efisien menghasilkan minyak nabati, jika dilihat dari produksi dalam luas tanah.
Dalam penelitian itu, kata Darmin, kelapa sawit adalah produk perkebunan yang paling produktif menghasilkan minyak nabati. Dia mencontohkan untuk memproduksi 1 ton minyak nabati, memerlukan 0,26 hektar kelapa sawit. Sedangkan 1,43 hektar minyak bunga matahari diperlukan untuk menghasilkan 1 ton minyak nabati.
"Tadi kelapa sawit 0,26, bahkan minyak kacang kedelai perlu 2 hektar lahan untuk menghasilkan 1 ton minyak nabati," kata dia.
Lebih lanjut Darmin mengatakan pada 2050, diperkirakan kebutuhan minyak nabati dunia sebesar 310 juta ton. Saat ini minyak kelapa sawit berkontribusi sebesar 35 persen dari total kebutuhan minyak nabati dunia, dengan konsumsi terbesar di India, RRT dan Indonesia. "Adapun proporsi penggunaannya adalah 75 persen untuk industri pangan dan 25 persen untuk industri kosmetik, produk pembersih dan biofuel," ujar Darmin.
MIS FRANSISKA DEWI