KAMAR Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) sedang sakit. Itulah topik yang hangat dibicarakan di kalangan pengusaha menjelang Musyawarah Nasional II Kadin yang akan diadakan pertengahan Januari depan. Kesimpulan itu muncul dari Rapat Unsur Swasta Kadin yang berlangsung di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, pekan lalu. Sementara pihak luar melihat Kadin lesu tak bergairah, kalangan dalam menilai organisasi profesional ini kurang berperan. Ketika pemerintah menyiapkan Paket Deregulasi November, Kadin kurang dilibatkan. ''Kalau Kadin dianggap sebagai partner Pemerintah yang setaraf, mengapa tidak dilibatkan dalam penyusunan kebijaksanaan perekonomian,'' kata H. Aminuddin, pejabat sementara Majelis Pertimbangan (MP) Kadin. Aminuddin berpendapat, hal itu terjadi karena Kadin takut berbeda pendapat dengan Pemerintah. Kritik seperti itu juga dilontarkan oleh beberapa pengusaha yang lain. Ada pula yang berpendapat bahwa Kadin belakangan ini kurang tanggap terhadap isu ekonomi yang bermunculan selama tahun 1993. Misalnya isu kredit macet, monopoli, pasar modal, dan perburuhan. Mengapa para pengusaha begitu menggebu mengecam Kadin, yang selama lima tahun terakhir berada di bawah kepemimpinan Sotion Ardjanggi? Mungkin sebagai mantan pejabat pemerintah, kepemimpinannya dinilai kurang gesit. Seperti diketahui, sebelum menduduki jabatan Ketua Umum Kadin, Sotion pernah menjabat Dirjen Aneka Industri dan Direktur Utama PT Semen Gresik. ''Gerak Kadin lamban karena harus menunggu instruksi dari atas,'' sindir seorang pengusaha bidang jasa. Semula, ketika Sotion diangkat, banyak yang berharap ia mampu menjembatani hubungan swasta dengan pemerintah. Tapi yang terjadi tidak demikian. Sotion cenderung pasif atau begitulah kesan yang terlihat pihak luar. Kasus pemberhentian Sukamdani sebagai pengurus Ketua Dewan Pembina Kadin Indonesia Komite Cina (KIKC), misalnya. Bagi Sotion tindakan itu bukan persoalan. Sebab, berdasarkan aturan main, jabatan Ketua Dewan Pembina KIKC adalah jabatan ex officio Ketua Umum Kadin. Suara sumbang tentang diri Sotion sebenarnya sudah bergema sejak proses pemilihan Ketua Umum Kadin lima tahun silam. Bahkan, menurut seorang pengusaha, kalau saja pejabat tinggi pemerintah tidak turun tangan, Sotion mungkin tidak bisa duduk di kursi ketua umum. ''Kadin perlu tokoh-tokoh yang berani. Jangan sampai terjadi lagi dropping atau campur tangan dari luar,'' kata Aminuddin. Terlepas dari sosok kepemimpinan Sotion, sumbangan pikiran dari pihak Kadin yang diterima Pemerintah bukannya tidak ada. Memang, yang lebih menonjol tentu perbedaan pendapat antara pengusaha dan Pemerintah. Hanya, seperti dikatakan Sotion kepada harian Republika, keputusan akhir tetap di tangan Pemerintah. ''Yang mengkritik itu kan tidak memahami fungsi Kadin,'' kata Sotion. Ucapan ini dibenarkan seorang pengusaha yang bergerak di bidang ekspor produk holtikultura. Ia baru bergabung dengan Kadin dua tahun lalu, tapi mengaku mendapat manfaat dari Kadin. Menurut dia, banyak pengusaha menuntut pelayanan dari Kadin, sementara mereka sendiri kurang kreatif. ''Jangan mentang- mentang sudah membayar iuran lalu minta dilayani. Kemudian berteriak-teriak kalau tidak dilayani,'' kata pengusaha tadi, tanpa bermaksud membela Sotion. Tekad Kadin di bawah Sotion sebenarnya selaras dengan tekad Pemerintah, yang belakangan ini banyak memberikan perhatian pada pengusaha ekonomi lemah dan koperasi. Maka, ketika soal kesenjangan ramai diributkan, misalnya, Kadin pun ikut memberikan masukan. Begitu pula dalam pembahasan kebijaksanaan ekonomi. Namun, tak bisa dimungkiri, sejak tahun 1991 suara Kadin hanya sayup-sayup. ''Dulu saya sering ngomong soal dunia usaha, tapi selalu ditanggapi macam-macam,'' keluh Sotion. Yang juga banyak digunjingkan adalah siapa ketua umum Kadin mendatang. Kendati terlalu pagi untuk mensinyalir adanya perpecahan, bibit pengkotakan jelas ada. Dalam perkara figur ketua, ketiga unsur Kadin -- swasta, BUMN, dan Koperasi -- membawa aspirasi masing-masing. Kelompok swasta, yang merasa punya andil besar dalam menegakkan Kadin selama 25 tahun, lantang bersuara agar pemimpin Kadin mendatang dijabat oleh orang swasta. Pengusaha Sofyan Wanandi malah mengingatkan agar pengusaha non-pri juga duduk dalam kepengurusan Kadin. ''Tapi harus pengusaha yang punya waktu dan betul-betul peduli dengan bangsa ini,'' katanya. Pada mulanya ada empat calon Ketua Kadin. Aburizal Bakrie didukung oleh Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) yang dimotori oleh Ketua Umum BPP Hipmi, Adi Putra Tahir. Kemudian H.M.B. Nawawi dan Iman Taufik didukung oleh sejumlah Kadin Daerah (Kadinda) dan asosiasi. Baru setelah itu, disebut nama A.R. Ramly, yang kini menjabat Presiden Komisaris PT Astra International. Ramly kabarnya akan didukung oleh Nawawi dan Iman Taufik. Komentar pengusaha tentang keempat calon ini memang belum bergaung. Namun, diperkirakan A.R. Ramly dan Aburizal Bakrie merupakan calon kuat Ketua Kadin. Sebagai pengusaha dengan banyak bisnis, Aburizal dianggap tahu jalur-jalur mana yang pas untuk dunia usaha. Adapun Ramly -- bekas duta besar Indonesia di Amerika -- juga pernah menjabat Direktur Utama PT Tambang Timah dan Pertamina. Hubungan Ramly dengan kalangan birokrat tentulah cukup baik, terutama di jajaran Ekuin. Peroalannya, andaikan Ramly terpilih, akankah citra Kadin berubah? Atau Kadin tetap melempem, dan siap untuk tidak berperan?Bambang Aji dan Biro Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini