Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Sudah Menjadi Kakap, Bandel Pula

Bank Mandiri segera mengumumkan daftar pengutang besar yang tak kooperatif.

12 Juni 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK memangku jabatan Direktur Utama Bank Mandiri, dua tahun lalu, Agus Martowardojo punya kebijakan baru: direksi harus berani menjelaskan beragam persoalan yang melilit bank pelat merah itu. Rabu pekan ini, salah satu ”borok” di tubuh bank terbesar di Indonesia pun akan dipaparkan secara terbuka.

Konferensi pers bakal digelar di H-o-tel Mulia, Jakarta Selatan. ”Kami mau mengumumkan nama-nama debitor yang tidak kooperatif,” kata Sekre-taris Per-usahaan Bank Mandiri, Ekoputro Adi-jayanto, kepada Tempo, akhir pekan lalu. Para pengutang kakap itu dianggap tak punya itikad baik melunasi kewajiban mereka.

Nama siapa saja yang bakal muncul? Untuk sementara, Eko memilih bungkam. Dia hanya memberi petunjuk: tak bakal jauh dari nama-nama debitor kakap yang menghiasi pembukuan Bank Mandiri dan diberitakan di berbagai media massa dalam dua tahun terakhir ini. ”Pak Agus juga sudah menyampaikannya,” kata Eko.

Jika betul begitu, bisa jadi Djaja-nti Group, Suba Indah, dan Great River ba-kal masuk daftar. Sebab, pada sebuah kesempatan, sekitar sebulan lalu, Agus me-ngeluhkan proses restrukturisasi utang ketiga perusahaan itu, yang hingga kini tak mengalami kemajuan bera-rti. Sumber Tempo di Bank Mandiri membisikkan, di luar ketiga debitor itu, masih ada satu kelompok usaha lagi yang bakal dikatego-rikan sebagai debitor tidak kooperatif: Raja Garuda Mas. Jika di-total, kredit bermasalah milik keempat kelompok usaha itu mencapai hampir Rp 5 triliun.

Perinciannya, Djajanti Group memili-ki kredit macet Rp 2,3 triliun. Tujuh per-usahaan kehutanan dan per-ikanan di bawah bendera Djajanti milik Burhan Uray ini sudah sejak lama berhe-nti ber-operasi. Ada dua opsi yang sedang digo-dok Bank Mandiri. Pertama, te-rus menagih pembayaran utang dari Bur-han. Kedua, melempar kredit macet itu ke Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara.

Nama kedua yang bakal disebut ada-lah PT Suba Indah Tbk. milik p-ialang saham ”kondang” Benny Tjokro-saputro. Perusahaan bahan pangan ini pu-nya utang macet sekitar Rp 700 miliar. Gara-gara tak juga melunasi kewajibannya itu, bekas Direktur Bank Mandiri J.B. Kendarto sempat mengancam bakal me-nempuh jalur hukum. ”Bayar dulu Rp 500 miliar, baru bicara restrukturisasi,” kata Kendarto sekitar awal bulan lalu.

Menurut sumber Tempo, petinggi Bank Mandiri pernah kesal lantaran Benny emoh membayar cicilan utangnya. ”Itu sesumbar yang sudah kelewat-an,” kata sumber tersebut. Ketika di-mintai kon-firmasi perihal stempel tidak ko-opera-tif, Sek-retaris Perusahaan Suba Indah, Wi-yana, menolak berkomentar. ”Saya belum tahu perkembangan ter-akhir,” kata-nya.

Bank Mandiri juga menilai Raja Garu-da Mas sebagai debitor tidak koope-ra-tif. Tiga perusahaan kayu dan bubur kertas milik taipan Sukanto Tanoto itu punya utang sekitar Rp 2,4 triliun. Dari jumlah itu, sekitar Rp 1,5 triliun tercatat sebagai kredit macet di Bank Mandiri, sedangkan sisanya sudah dihapusbukukan. Seiring dengan melonjaknya harga bubur kertas di pasar internasional, Bank Mandiri sudah meminta Sukanto menaikkan cicilan utangnya dari US$ 61 juta menjadi US$ 120 juta. Tapi, belum ada titik temu soal permintaan itu.

Setali tiga uang, juru bicara Raja Garuda, Eduard Depari, juga mengaku tak tahu-menahu perkembangan p-roses n-egosiasi cicilan utangnya dengan Bank Mandiri. ”Saya cuma tahu soal t-ek-nis,” katanya. Karena itu, Eduard menyaran-kan hal ini ditanyakan ke bagian keuang-an Raja Garuda Mas.

Terakhir, PT Great River Internatio-nal Tbk. Perusahaan tekstil yang pernah berkibar ini juga masuk kategori tidak kooperatif. Parahnya lagi, kondisi perusahaan ini sedang sekarat dengan menanggung utang ke Bank Mandiri se-kitar Rp 250 miliar. Kasus ini bah-kan se-dang disidik Kejaksaan Agung, se-dang-kan pemiliknya, Sunjoto Tanu-djaja, ja-di buron. Tapi, kuasa hukum S-unjoto, J. P-ieter Nazar, menolak tuding-an kl-ien-nya tak kooperatif. Menurut dia, Sunjoto sudah berusaha membawa investor baru untuk menyuntik Great River dan membayar utang ke Bank Mandiri. ”Tapi kami selalu dipingpong,” kata Pieter.

Di luar empat nama tadi, sumber lain di pasar modal membisikkan, masih ada tiga perusahaan yang terancam masuk daftar debitor tidak kooperatif. Mere-ka adalah PT Garuda Indonesia yang pu-nya utang sekitar Rp 1,3 triliun, PT Argo Pan-tes yang ”mengoleksi” utang Rp 850 miliar, dan Batavindo Group dengan utang Rp 540 miliar. Domba Mas Group dan PT Kiani Kertas justru selamat da-ri stem-pel tidak kooperatif, karena pe-nyeles-aian utangnya menunjukkan titik terang. ”Dari Rp 2,5 triliun, Domba Mas sudah bayar Rp 1,2 triliun,” kata Eko-putro.

Menurut manajemen Bank Mandiri, pe-nanganan kasus kredit macet Great River bakal menjadi contoh buat para de-bitor kakap lainnya yang tidak kooperatif. ”Setelah diumumkan, kasusnya bakal diteruskan ke proses hukum,” kata Eko. Langkah ini ditempuh sebagai tanda peringatan bahwa Bank Mandiri tak akan memberi ampun kepada debitor yang malas bayar utang. Gula-gula berupa diskon, kata Eko, hanya diberikan kepada debitor yang bisa diajak kerja sama.

Sikap tegas ini disampaikan Bank Man-diri menjelang keluarnya revisi Per-aturan Pemerintah No. 14/2005 tentang tata cara penanganan utang negara dan korporasi bulan ini. Peraturan itu bakal memberikan keleluasaan kepada bank BUMN untuk memberikan diskon atau penghapusan utang dalam menangani kredit bermasalah, seperti halnya di bank swasta.

Lewat cara ini diharapkan akan ada penyelesaian non-performing loan alias kredit seret di bank-bank milik peme-rintah yang kian membengkak. Bank In-donesia mencatat hingga Februari lalu 74,9 persen dari total kredit ber-masalah di Indonesia senilai Rp 52,6 triliun di-koleksi oleh bank milik negara.

Akibat kredit macet ini, Bank Mandiri boleh dibilang yang paling tersiksa. Hingga akhir Maret lalu, rasio kredit ber-masalahnya mencapai 26,2 persen atau sekitar Rp 27,1 triliun. Gara-gara melakukan pencadangan atas kredit bermasalah itu, labanya, mau tak mau, anjlok 1,7 persen menjadi tinggal Rp 510 miliar. Kondisi serupa dialami Bank BNI, meski rasio kredit bermasalahnya pada periode yang sama jauh lebih kecil, yaitu 15,9 persen.

Eko berharap peraturan baru yang ke-lak memberi keleluasaan penanganan kredit macet itu akan mampu menyehatkan Bank Mandiri. Dari hitung-hitungan kasar, dengan pemberian diskon atas kredit Rp 22,6 triliun yang sudah dihapusbukukan akan didapat pengembalian aset sekitar Rp 7 triliun. Dana Rp 7 triliun itu kelak bisa digunakan lagi oleh Bank Mandiri untuk membersihkan lagi bukunya dari kredit macet senilai nominal yang sama. Targetnya, pada akhir 2007 rasio kredit bermasa-lah Bank Mandiri bisa turun hingga di bawah 5 persen. Tapi, sekali lagi, kata Eko, ”Debitor tak kooperatif jangan berharap diskon.”

Yura Syahrul, Tito Sianipar

Pemilik Rapor Merah

BANK Mandiri kini ibarat buku terbuka. Siapa pun bisa melihat isinya, termasuk masalah uta-ma di bank pelat merah itu: kredit ma-cet yang menggunung. Padahal, tiga tahun lalu publik tak pernah tahu b-iang keladi dari setumpuk persoal-an itu. Ketika laporan keuangan triwulan pertama diumumkan pada akhir Mei lalu, Bank Mandiri juga melansir daftar 27 debitor kakap dengan ting-kat kolektibilitas 4 (di-ragukan) dan 5 (macet). Nilainya mencapai sekitar Rp 17 triliun.

Bukan hanya perusahaan swasta, perusahaan milik negara juga jadi debitor macet. Beberapa di antaranya Garuda, Merpati, Kertas Kraft Aceh, dan PTPN II. Tapi daftar itu sebagian besar masih didominasi pemain lama seperti Raja Garuda Mas, Domba Mas, dan Kiani Kertas. Inilah daftar 10 besar debitor kredit macet di Bank Mandiri:

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus