Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Sudah Minta Maaf ?

Newsweek dilarang beredar di Indonesia sejak terbitan 8 nop 1976. Terbitan memuat laporan Richard Smith yang negatif tentang Indonesia. Newsweek minta maaf. Dua wartawannya akan datang ke Indonesia.

12 Februari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH bisa beli Newsweek di Jakarta? Belum walaupun Menlu Adam Malik dua pekan lalu menyatakan bahwa persoalan majalah berita bersirkulasi internasional itu sudah selesai. Mingguan itu dilarang beredar di Indonesia karena pada penerbitan 8 Nopember 1976 ia memuat sebuah laporan utama tentang Indonesia, yang sedemikian rupa sehingga membikin para pemimpin Indonesia, misalnya Let. Jen. Ali Murtopo, "tertusuk perasaannya". Dalam tulisan majalah Amerika itu, menurut Ali Murtopo, disebut adanya kepudaran harapan di Indonesia. "Apa yang dituduhkan seakan-akan kepemimpinan Pak Harto sudah menjadi pudar, samasekali tidak benar", kata Wakil Kepala Bakin itu. Sedang Adam Malik menilai laporan panjang majalah itu sebagai "usaha untuk memecah belah Indonesia" (TEMPO, 20 Nopember 1976). Sejak itu - termasuk edisi yang menusuk itu -- Newsweek tak dibenarkan beredar di dalam negeri. Kecuali, seperti diungkapkan Kaskopkamtib Sudomo di Semarang, Newsweek menyatakan permintaan maaf secara terbuka kepada Presiden Soeharto dan Nyonya Tien Soeharto, serta menindak wartawan yang menulis laporan itu, Richard Smith. Ramai Menutip Sudah adakah permintaan maaf itu? Dua pekan lalu media ibukota memang ramai memberitakan bahwa Newsweek minta maaf atas edisi hebohnya. Dengan judul Newsweek Minta Maaf. Sehubungan dengan Tulisan Richard Smith, Antara 26 Januari menyebutkan: "Redaksi mingguan Newsweek edisi internasional yang terbit di New York menyatakan maaf karena tulisan wartawannya di Hongkong, Richard Smith, tanggal 8 Nopembe yang telah menyerang Presiden Soeharto dan keluarganya, serta Pemerintah dan Rakyat Indonesia". Selanjutnya, kata Antara: "Pernyataan maaf ini dimuat dalam edisi Newsweek tanggal 31 Januari 1977 yang sudah mulai beredar hari Rabu, 26 Januari di Tokyo". Dalam rubrik Letters dari Newtweek terbitan tersebut dimuat juga surat kiriman Dutabesar RI Roesmin Nurjadin, yang pada pokoknya menyatakan keberatan atas tulisan Richard Smith tersebut (lihat fotokopi surat). Dengan demikian permintaan maaf tersebut adalah tanggapan atas surat terbuka Dutabesar Indonesia di AS. Esoknya media Jakarta ramai mengutip berita LKBN Antara dengan judul yang tak lari dari soal telah adanya permintaan maaf itu. Tapi koran Kompas, 27 Januari menurunkan judul Newsweek Menyatakan Penyesalannya dan Merdeka, tanggal yang sama: Newsweek Nyatakan Penyesalan. Sedang The Indonesian Times memberi kepala pada beritanya: Newsweek Regrets Article on Indonesia. Yang Bagaimana Mana yang betul: permintaan maaf dan mengakui salah, atau pernyataan menyesal karena timbul heboh? Kejelasan ini tampaknya perlu, bukan hanya demi memenuhi persyaratan Sudomo di atas, tapi juga untuk menilai bagaimana sikap majalah itu yang sebenarnya mengenai berita yang pernah ditulisnya. Jawaban Newsweek atas surat Dubes Roesmin Nurjadin memuat kata-kata: "NEWSWEEK's editors did not expect the article to provoke such a reaction and regret that it has done so". Dan: "In fact, the article was in no way intended as a personal attack to President Suharto or the members of his family, nor was it meant to be offensive to the Indonesian Govemment or people". Menurut Newsweek, pernyataan Dubes Roesmin, bahwa laporan utama Newsweek itu berat sebelah dan bersifat menyerang, merupakan cerminan perasaan kalangan luas di Indonesia. Pernyataan semacam ini memang agak luar biasa: cukup panjang. Tapi masih sedikit samar sebagai permintaan maaf. Soalnya makin kabur setelah Menteri Luar Negeri Adam Malik mengatakan bahwa soal Newsweek sudah selesai. Tidak jelas selesai yang bagaimana. Cuma ia mengungkapkan bahwa dua wartawan majalah tersebut akan datang ke Indonesia dalam rangka pemulihan situasi tersebut. Mereka akan mewawancarai Presiden Soeharto. Lain dengan Sudomo, Kepala Staf Kopkamtib. Soal telah ada atau tidaknya maaf dari majalah tersebut, "tergantung dari penilaian masing-masing". Ia mengatakan soal selesai tidaknya kasus ini tergantung dari hasil pembicaraan dua wartawan Newsweek yang bakal datang tersebut dengan Adam Malik. Pokoknya "kita anggap ini belum selesai, selama dua wartawan itu belum datang". Lalu itu Richard Smith: sudah ditindak apa belum?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus