Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hak Jawab dan Koreksi Pemberitaan Tempo
KAMI, Sukowaluyo Mintorahardjo dan Didi Supriyanto, sebagai warga negara Indonesia, menyampaikan hak jawab sekaligus hak koreksi atas pemberitaan majalah Tempo edisi 26 November—2 Desember 2007 halaman 26-28 berjudul ”Mengantar Tuan Franklin ke Parlemen”. Dalam tulisan itu, terdapat foto kami berdua dan tulisan kecil berisi nama-nama kami dan beberapa orang lain dalam gambar. Menurut pendapat kami, majalah Tempo sengaja mempunyai itikad buruk (insinuasi) yang subyektif untuk mencederai nama baik kami berdua.
Dari materi artikel tersebut, tidak ada satu kata pun yang mengutip statemen kami, sementara foto dipasang sangat mencolok dan mengarahkan pembaca bahwa kami berdua terlibat dalam kasus yang diberitakan. Dengan demikian, majalah Tempo telah melanggar asas praduga tak bersalah, tidak menghormati hak privasi kami, dan ceroboh.
Dengan demikian majalah Tempo telah melakukan pekerjaan jurnalistiknya secara tidak profesional karena melanggar Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Pers, yakni telah memuat foto yang tidak relevan dengan materi pemberitaan.
Tindakan majalah Tempo itu sangat merugikan reputasi dan nama baik kami. Pemuatan foto tanpa ada relevansinya dengan materi berita mengarahkan pembaca beropini bahwa yang dimaksud dalam berita itu adalah kami. Padahal, hal itu tidak benar.
SUKOWALUYO MINTORAHARDJO DAN DIDI SUPRIYANTO Pimpinan Kolektif Nasional Partai Demokrasi Pembaruan (PKN PDP) Jalan Sisingamangaraja 21 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
—Keterangan foto tersebut telah kami ralat pada majalah Tempo edisi 10 Desember 2007. Mohon maaf atas ketidaknyamanan Anda akibat pemuatan foto tersebut.
Prihatin Ilmuwan Bayaran UI dan UGM
KAMI sangat prihatin dan kecewa sehubungan dengan kelakuan ilmuwan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Indonesia (UI) yang menjadi pembicara dalam seminar publik yang berjudul ”Kasus Pajak Asian Agri”.
Ilmuwan tersebut bukannya berpikir bagaimana mengembalikan keuangan negara yang potensial raib karena penggelapan pajak Asian Agri, eh..., malah mempersoalkan jurnalis Tempo yang membongkar pertama kali kasus ini.
Bagaimana mungkin lembaga besar dan ternama seperti Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UGM dan Pusat Pengkajian & Penelitian Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI bisa dipinjam tangan untuk melakukan vonis terhadap jurnalis? Apalagi dalam berbagai iklan yang dipublikasikan, penyelenggara diskusi, yaitu Veloxxe Consulting, menyatakan bahwa lembaga tersebut dibayar oleh Asian Agri.
Kami mohon penjelasan Rektor UGM dan Rektor UI: legalkah penelitian seperti ini? Kredibilitas kedua perguruan tinggi tersebut berada di ujung tanduk jika ada oknum-oknum di lembaga terhormat itu yang memperoleh manfaat finansial untuk kepentingan pribadi, baik yang dilakukan oleh Hermin Indah Wahyuni, sebagai Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UGM, maupun Dwi Urip Premono, sebagai Executive Director Pusat Pengkajian & Penelitian ISIP UI, yang kebetulan menjadi pembicara dalam seminar tersebut.
Akan lebih bijaksana jika para ilmuwan dari UI dan UGM bersama-sama membantu menyelesaikan pengembalian uang negara dari dugaan penggelapan pajak Asian Agri. Apalagi Dirjen Pajak pernah menyebut bahwa potensial kerugian negara bisa mencapai lebih dari Rp 1,3 triliun, dan kasusnya kini sedang dimonitor oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sekali lagi, kami sangat prihatin dengan ilmuwan bayaran seperti ini. Kami merinding, bagaimana nasib bangsa kita ke depan bila para ilmuwan, yang seharusnya memiliki kebijakan, kelakuannya juga tergantung kepada fulus.
AJI BRAJAMUSTI Pelaksana Harian Suwap (Solidaritas untuk Wajib Pajak) Email : [email protected]
Surat Protes kepada Jenderal Sutanto
BERSAMA ini kami menyampaikan keprihatinan terkait dengan kasus pertambangan marmer di Fatumnasi dan Kuanoel, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, yang kembali meresahkan warga sekitar, Selasa pekan lalu.
Pagi hari, 11 Desember 2007, perusahaan tambang marmer PT Teja Sekawan mengirimkan puluhan buruh dan preman ke kawasan kampung Fatumnasi, tempat perusahaan menambang marmer ilegal tanpa persetujuan warga. Perusahaan mengulang perbuatan yang sama sepekan kemudian, yang memakan korban. Pada 18 Desember 2007 itu terjadi aksi pemukulan terhadap Yosafat Toto dan pembakaran rumah warga yang hingga kini tak jelas penyelesaiannya. Akhirnya polisi memasang pita sebagai tanda tak boleh ada kegiatan di daerah sengketa itu. Namun, ketika Selasa lalu perusahaan melakukan pelanggaran, aparat keamanan membiarkan saja.
Tidak kali ini saja pihak aparat kepolisian Timor Tengah Selatan membiarkan tindakan sewenang-wenang perusahaan yang menyertakan preman. Sebelumnya, di depan kantor Pengadilan Negeri Timor Tengah Selatan, dua warga dipukuli preman, dan polisi membiarkan saja. Ironisnya, Yosafat Toto, warga yang terkena pukulan dan bacokan preman, malah dihukum 8 bulan penjara.
Karena itu, kami, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam)— jaringan organisasi masyarakat dan organisasi nonpemerintah yang terkena dampak pertambangan di seluruh Indonesia—menuntut Kapolri untuk: (1) Memberi peringatan keras kepada Kapolres Timor Tengah Selatan yang melakukan pembiaran terhadap orang-orang perusahaan dan memicu konflik horizontal, dan (2) Memerintahkan Perusahaan menutup secara permanen pertambangannya di kawasan Fatumnasi dan Kuanoel tersebut karena berisiko menimbulkan konflik horizontal dan masalah lingkungan.
SITI MAIMUNAH Koordinator Jatam Jalan Mampang Prapatan II No. 30 Jakarta Selatan
MUI dan Kekerasan Agama
AKSI anarkis terhadap kelompok yang dianggap sesat terjadi kembali. Kali ini kelompok Ahmadiyah di Kuningan, Jawa Barat, diserbu sekelompok massa. Delapan rumah dan satu musala hangus. Fatwa aliran sesat yang dikeluarkan MUI dianggap penyebab timbulnya aksi penyerangan atas kelompok keyakinan tertentu itu.
MUI sendiri berpendapat tidak ada hubungan antara fatwa dan kekerasan keagamaan. Menurut Ketua MUI Amidhan, fatwa itu cuma sebagai pengingat dan penegur bagi umat Islam. Jadi, bukan gara-gara fatwa atau MUI, kekerasan itu muncul. Dia mengaku sangat menentang kekerasan keagamaan karena dilarang dalam Islam.
Namun pengacara senior Adnan Buyung Nasution berpendapat bahwa MUI bertanggung jawab atas peristiwa itu. Sebab, menurut dia, fakta di lapangan menunjukkan posisi fatwa MUI kerap berada di atas konstitusi yang harusnya jadi rujukan utama aparat pemerintahan dan penegak hukum.
Dalam kasus ini, sebaiknya semua pihak tidak saling menyalahkan dan memberikan komentar yang malah memicu timbulnya bentrokan antarkelompok. Terhadap pelaku kekerasan, serahkan saja kepada aparat keamanan, karena negara ini adalah negara hukum.
NURAINI Jalan R.E. Martadinata, Ciputat, Tangerang
Tindak Tegas Pelaku Anarkis
INDONESIA adalah negara hukum, semua permasalahan harus diselesaikan menurut hukum yang berlaku, jangan main hakim sendiri. Namun kenyataan di masyarakat tindak kekerasan terus meningkat dan menimbulkan banyak korban.
Salah satu penyebabnya adalah lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Karena itu, aparat keamanan harus bertindak tegas terhadap pelaku tindak anarkis, seperti hukuman diperberat agar jera dan yang lain tidak melakukan tindakan yang sama.
Menanggapi tindakan anarkis massa terhadap Ahmadiyah di wilayah Kuningan dan Tasikmalaya, Jawa Barat, dengan merusak tempat ibadahnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan aparat kepolisian diminta bersikap tegas terhadap massa yang melakukan tindakan anarkis terhadap Ahmadiyah. Tindakan anarkis tersebut dinilai tidak sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang melarang Ahmadiyah di Indonesia.
Saya setuju bahwa pelaku kekerasan atau anakis harus ditindak tegas dan dihukum menurut aturan yang berlaku. Islam adalah agama damai yang menekankan kasih sayang, tidak ada tindak kekerasan. Kekerasan jangan dibalas dengan kekerasan, kekerasan harus dilawan dengan kelembutan dan iman. Permasalahan aliran sesat serahkan saja pada aparat penegak hukum agar diproses menurut aturan yang berlaku.
Selain itu, saya juga berharap hukum di Indonesia perlu ditegakkan. Tindakan main hakim sendiri, atau kekerasan atas nama massa, terjadi akibat lemahnya penegakan hukum di Indonesia.
AUFA JATMIKO Taman Yasmin, Kota Bogor Email: [email protected]
Utang PT Dasaplast Nusantara
PT Dasaplast Nusantara, pabrik karung plastik di Pecangaan, Jepara, Jawa Tengah, adalah perusahaan patungan antara swasta dan PT Perkebunan Nusantara X (PTPN X) dan merupakan perusahaan spin off pertama di Indonesia.
Sejak awal 2005, Dasaplast mempunyai utang dagang ke perusahaan Singapura, Poh Fang Pte. Ltd. Hingga saat ini masih tertunggak US$ 79.256 (di luar bunga). Pada awalnya, Direksi Dasaplast menyangkal mempunyai utang terhadap Poh Fang. Yang berutang adalah Komisaris Dasaplast, Johny Hartono. Direktur Poh Fang pun melaporkan kasus dugaan penipuan dan penggelapan oleh Komisaris Dasaplast ini ke Mapolda Jawa Timur dan kepolisian Singapura.
Karena pelaporan ini, Dasaplast akhirnya mengaku berutang kepada Poh Fang Pte. Ltd., dan membuat nota kesepakatan pada 1 September 2006, yang ditandatangani Dasaplast dan Poh Fang Pte. Ltd. Intinya, Dasaplast sepakat dan bersedia membayar utang tersebut dengan mencicil sampai 15 Desember 2006 (sesuai dengan surat Dasaplast tertanggal 1 Juni 2006). Tapi, sejak 31 Desember 2006 sampai sekarang, Dasaplast tak mau melunasi sisa US$ 79.256 dan bunganya.
Segala upaya sudah kami lakukan, mulai dari pendekatan halus kepada manajemen perusahaan, pendekatan kepada Direksi PTPN X, hingga melalui jalur hukum. Namun tunggakan tetap tak diselesaikan. Karena itu, kami berharap pemerintah Indonesia dapat membantu kami untuk melakukan tekanan kepada manajemen Dasaplast untuk segera menyelesaikan tunggakan beserta bunga kepada kami.
MR WONG POH SENG Pohfang Private Limited Singapura
Korupsi Hambat Masuknya Investor
HASIL evaluasi penerapan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 menetapkan pemberantasan korupsi di Indonesia mengalami kemunduran. Indeks pemberantasan korupsi (IPK), yang sebelumnya 2,4, pada 2007 menjadi 2,3.
Dalam kaitan itu, Direktur Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Muhammad Sigit mengatakan, meskipun IPK Indonesia turun, hal itu tidak menyurutkan niat KPK untuk tetap menargetkan IPK tahun 2010 menjadi 5,0. Menurut Sigit, target meningkatkan IPK merupakan salah satu cara untuk meyakinkan pihak asing melakukan investasi bisnis di Indonesia.
Kita tunggu saja, apakah target KPK tersebut dapat berhasil atau sekadar wacana. Yang jelas, banyak kalangan yang pesimistis atas terpilihnya Ketua KPK yang baru.
HR. SATYA NUGRAHA Jalan Alternatif Cibubur-Cianjur Km. 27 Jonggol, Bogor Jawa Barat
Kembalikan Fungsi Lapang Gasibu
BEBERAPA tahun terakhir Lapang Gasibu di depan Gedung Sate, Bandung telah berubah fungsi menjadi pasar kaki lima pada setiap akhir pekannya. Ratusan pedagang bercampur ribuan pengunjung tumpah ruah tidak hanya memenuhi lapangan tetapi juga jalan-jalan di sekitar Gasibu. Alhasil setiap akhir pekan kawasan Gedung Sate, Surapati, Dago, dan sekitarnya, dibekap kemacetan yang sangat parah. Apalagi saat liburan panjang seperti akhir tahun dimana Bandung diserbu wisatawan dari luar kota, kemacetan semakin menjadi-jadi seperti pekan lalu.
Sudah jelas lapangan Gasibu adalah sarana olah raga bagi masyarakat. Kenapa berubah menjadi pasar? Di mana lagi warga bisa berolahraga dengan nyaman? Sebuah ironi memang, sementara ruang terbuka publik untuk fasilitas olahraga di Kota Bandung sangat minim, lapangan yang ada malah disulap Pemerintah Kota Bandung menjadi pasar kaki lima. Lagi-lagi kepentingan ekonomi menjadi panglima. Saya rasa inilah hasil dari kebijakan Wali Kota Bandung yang paling ngawur.
Dampak negatif dari adanya pasar kaki lima di Gasibu meluas. Tidak hanya hak warga untuk menikmati fasilitas olah raga dirampas para pedagang dan lalu lintas kota jadi semrawut. Tapi, setiap minggu warga sekitar Surapati terkurung di dalam pemukiman karena akses keluar masuk tertutup kemacetan dan keramaian manusia. Yang terparah adalah sampah bekas aktivitas pasar itu. Tengok saja, jika sore hari ketika pasar kaget bubar, kawasan Gasibu dan Gedung Sate menjadi lautan sampah. Kompleks pemerintahan daerah Jawa Barat tempat Gubernur berkantor tak beda dengan tempat bekas pagelaran dangdutan di kampung-kampung.
Sudah banyak protes dan keluhan warga disampaikan kepada Pemkot Bandung. Tapi sejauh ini tidak ada tanggapan. Wali Kota Bandung Dada Rosada tutup mata, tutup telinga. Entah apa yang mendasari kebijakannya hingga pasar kaget terus berlangsung. Di kota modern manapun pedagang kaki lima dibatasi dan diatur. hanya di Bandung mereka bisa digjaya semau-maunya, tak terkendali.
Saya sebagai warga negara dan pembayar pajak, meminta kepada Wali Kota Bandung Dada Rosada untuk berpikir sehat dan segera menghentikan kegiatan pasar kaget Gasibu. Kembalikan fungsi lapangan itu sebagai fasilitas olah raga dan ruang publik yang sehat bagi warga.
RAHADIAN Buahbatu, Bandung
Depan Kantor BNN Semrawut
SAYA perhatikan di depan kantor Badan Narkotika Nasional (BNN) adalah salah satu biang kemacetan di jalan M.T. Haryono, Jakarta Timur. Penyebabnya adalah banyaknya mobil—yang kebanyakan berplat polisi— yang diparkir sembarangan di pinggir ruas jalan utama ini. Kantor BNN sepertinya tidak mempunyai lahan parkir yang luas hingga mobil meluber ke luar.
Keadaan ini sudah berlangsung lama dan semakin parah sejak Jalan M.T. Haryono dipangkas oleh jalur busway. Tak adakah cara untuk mengatasi hal ini?
JULIARTO A. Cililitan, Jakarta Timur
RALAT
Pada kolom Hendro Sangkoyo berjudul ”Konferensi Bali: Diplomasi Pokoknya” pada Tempo edisi 23 Desember 2007, terdapat kesalahan atribut. Yang benar, Hendro Sangkoyo adalah co-founder Sekolah Ekonomika Demokratik dan peserta Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim di Bali, 2007.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo