Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

SYL Heran Jadi Terdakwa, Jaksa Nilai Ada Pengakuan Terjadi Korupsi di Kementan

SYL dalam pleidoinya mengaku heran bisa menjadi tersangka bahkan kemudian terdakwa dalam kasus dugaan korupsi di kementerian yang ia pimpin .

8 Juli 2024 | 09.17 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo berpelukan dengan keluarganya usai mendengar tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jumat, 28 Juni 2024. Tempo/M. Faiz Zaki

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo atau SYL membacakan pledoinya dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat lalu, 5 Juli 2024. Ia mengaku heran bisa menjadi tersangka bahkan kemudian terdakwa dalam kasus dugaan korupsi di kementerian yang ia pimpin selama 2019-2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pasalnya, kata dia, tidak terdapat alat bukti sah menurut peraturan perundang-undangan maupun fakta yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk menyatakan kesalahan SYL dalam kasus korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) pada rentang waktu 2020-2023.

"Merujuk pada ajaran ilmu hukum bahwa lebih baik membebaskan seratus orang bersalah, daripada menghukum dan membuat sengsara satu orang tidak bersalah," kata SYL.

SYL mengaku masih bertanya-tanya alasan dirinya dijadikan sebagai tersangka dan terdakwa serta alasan para saksi memberikan keterangan yang beberapa di antaranya memberatkan posisinya.

Ia meyakini berbagai keterangan itu tidak benar, sehingga ada kemungkinan para saksi memberikan keterangan dalam keadaan tidak bebas maupun mendapatkan tekanan atau ancaman.

Terlebih lagi, kata dia, kondisi kesehatannya yang saat ini sudah berumur serta pernah menjalani pengobatan dan operasi lobektomi paru-paru, di mana sepertiga paru-paru sebelah kanan telah diangkat karena indikasi awal adanya kanker.

"Operasi tersebut berlangsung di rumah sakit Gleneagles Singapura," ujarnya menjelaskan.

Tak hanya kondisinya, dia menuturkan kondisi kesehatan istrinya juga selama ini dalam perawatan dan pemantauan dokter karena sakit berkelanjutan.

"Maka dari itu mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim dengan harapan alasan kemanusiaan untuk menjadikannya sebagai pertimbangan," ucap SYL.

SYL dituntut pidana penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan 6 bulan dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian. Ia dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp44,27 miliar dan 30 ribu dolar Amerika Serikat, dikurangi dengan jumlah uang yang telah disita dan dirampas.

Jaksa menuntut agar SYL dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dituduh Memeras Anak Buah

Dalam kasus tersebut, SYL menjadi terdakwa lantaran diduga memeras anak buah atau menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar. Sebagian uang itu diambil dengan memotong uang perjalanan dinas pegawai sebesar 10-50 persen. Beritanya bisa Anda baca di sini.

Pemerasan dilakukan Mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa.

Adapun keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.

Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Meyer Simanjuntak menyebutkan Menteri Pertanian periode 2019-2023 Syahrul Yasin Limpo maupun penasihat hukumnya mengaku adanya tindakan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan).

Ia menuturkan dalam pembacaan nota pembelaan (pleidoi), baik SYL maupun penasihat hukumnya, menguraikan bahwa SYL menerima suap dari para anak buahnya di Kementan.

"Jadi menurut mereka itu bukan pemerasan melainkan suap. Tetapi pada pokoknya ternyata Pak SYL mengakui tindakan korupsi itu," ucap Meyer saat ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.

Kendati demikian, kata dia, pihak penuntut umum akan membaca lebih detail lagi nota pembelaan SYL maupun penasihat hukumnya untuk memahami lebih lanjut.

Dengan adanya pengakuan SYL maupun penasihat hukumnya terkait suap yang diterima SYL, Meyer mengungkapkan penasihat hukum SYL dalam nota pembelaan menilai pasal dakwaan yang seharusnya dikenakan kepada SYL, yakni Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Artinya menurut penasihat hukum, Pak SYL menerima suap yang seharusnya pemberinya juga diproses tindak pidana korupsi sebagai pemberi suap," katanya.

Meski begitu, ia menegaskan, penentuan pasal dalam dakwaan merupakan asas dominus litis atau pengendali perkara yang dimiliki jaksa penuntut umum berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Apabila nantinya ada perbedaan pasal yang dikenakan, sambung dia, hal tersebut akan sesuai dengan pertimbangan Majelis Hakim dalam pemberian putusan akhir.

"Yang jelas itu kewenangan kami dan kami tidak asal-asalan tetapi berdasarkan berkas perkara yang ada serta berbagai alat bukti yang menujukan korupsi yang dilakukan SYL mengarah ke Pasal 12 huruf e, yaitu pemerasan," ujar Meyer menjelaskan.

Sidang putusan akan digelar Kamis, 11 Juli 2024.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus