Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tak Hanya Awasi Tayangan, KPI Ingin Anak jadi Content Creator

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tidak hanya akan mengawasi tayangan di media baru bersiaran seperti YouTube, Facebook Live, HBO TV, dan Netflix.

10 Agustus 2019 | 16.05 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI tidak hanya akan mengawasi tayangan di media baru bersiaran seperti YouTube, Facebook Live, HBO TV, dan Netflix. Lebih dari itu, KPI juga bersiap untuk memperluas literasi digital  kepada para pelajar di Indonesia. “Kami ingin ada literasi digital dan dimasukkan ke kurikulum,” kata Ketua KPI Agung Suprio saat dihubungi di Jakarta, Sabtu, 10 Agustus 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Agung, fungsi literasi sudah tertuang jelas dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Sehingga, KPI akan segera berkomunikasi dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy untuk menindaklanjuti rencana ini. “Tujuannya agar anak itu dibekali sensor internal, jadi bisa memilah tontonan sesuai dengan usianya,” kata Agung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di sisi lain, KPI juga tak ingin anak-anak Indonesia hanya menjadi objek dari tayangan di Youtube hingga Netflix tersebut. “Hanya viewer terus like,” kata Agung. Lebih dari itu, KPI ingin anak-anak ini bisa menjadi content creator alias pencipta dari konten-konten yang positif. Sehingga, KPI bertekad untuk membangun sebanyak mungkin content creator dari dalam negeri.

Sebelumnya, KPI memunculkan wacana ini karena adanya pengaduan dari masyarakat mengenai tayangan di media seperti YouTube dan Netflix. Namun, wacana ini memantik protes dari warganet. Puluhan ribu warganet menandatangani petisi menolak pengawasan oleh KPI ini.

Petisi yang dibuat oleh warganet bernama Dara Nasution dimuat di laman change.org dan berkembang viral. Petisi itu telah ditandatangani oleh 43.583 warganet pada pukul 10 pagi, Sabtu, 10 Agustus 2019.

Salah satu alasan penolakan adalah karena Netflix dan YouTube menjadi alternatif tontonan masyarakat karena kinerja KPI yang buruk dalam mengawasi tayangan televisi. KPI tidak pernah menindak tegas televisi yang menayangkan sinetron dengan adegan-adegan konyol dan tidak mendidik, talkshow yang penuh sandiwara dan sensasional, serta komedi yang saling lempar guyonan kasar dan seksis. 

Lebih lanjut, UU Penyiaran telah merinci wewenang dari KPI. Dalam pasal 8 ayat 2, KPI memiliki lima wewenang yaitu 1) menetapkan standar program siaran, 2) menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran, 3) mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran, 4)memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran, serta 5) melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan pemerintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat.

Lalu dalam Pasal 8 ayat 3, ada enam tugas dan kewajiban dari KPI. Keenam tugas itu adalah menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia. KPI juga wajib ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran. KPI pun ikut membangun iklim persaingan yang sehat antar-lembaga penyiaran dan industri terkait.

Lalu selanjutnya, KPI wajib memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang. KPI juga menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran. Terakhir, KPI bertugas menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus