BUKAN hanya tulisan. Sebuah karikatur pun bisa digugat. Karikatur yang sial itu berjudul "Tanah untuk Rakyat" terpampang di kalender dan kartu yang kini dilarang beredar. Dua orang yang diduga sebagai pengedarnya, kini disidik Polres Salatiga, Jawa Tengah, dan 5.000 kartu yang masih tertinggal disita Kejaksaan Negeri Yogya. Kalender warna-warni itu berukuran 42 X 58 cm. Di bagian atasnya tertulis "Tanah untuk Rakyat" dalam huruf-huruf besar. Yang dipersoalkan ialah, tiga perempat isi kalender diisi karikatur bertemakan protes penduduk terhadap berbagai pembebasan tanah di Indonesia, di antaranya kasus Kedungombo, Badega, Cimacan, Pulo Panggung, dan Jatiwangi. Sang karikaturis menggambarkan tentara, rakyat yang terkemplang, kalimat protes, dan dua pasang kaki-kaki besar. Namun, si penerbit kalender bukanlah tipe pelempar batu sembunyi tangan. Tercantum jelas nama penerbitnya: 9 LSM -- antara lain LPHAM (Lembaga Pembela Hak-Hak Asasi Manusia), SKHEPI (jaringan informasi hutan), dan KKPI (Kelompok Kebangkitan Perempuan Indonesia). Sebagian dari karikatur itu, ternyata, direproduksi untuk kartu kosong berukuran 15 X 30 cm. Tapi pembuat kartu ini lebih jail karena mencantumkan Printed in London By International Democracy Forum. Padahal, kartu itu dipesan oleh seorang bernama Yayak untuk diperbanyak di sebuah percetakan di Yogyakarta. "Kejaksaan menilai karikatur tersebut dapat mengganggu ketertiban umum," kata D. Soedikto, Kepala Kejaksaan Tinggi Yogya. "Karena karikatur dan tulisan dalam kartu itu mendiskreditkan pemerintah dan ABRI, seolah-olah pemerintah dan ABRI bertindak sewenang-wenang," katanya pada R. Fadjri dari TEMPO. Penyitaan kartu-kartu itu klop dengan UU Nomor 4 PNPS 1963 yang mengatur barang cetakan yang isinya dapat mengganggu ketertiban umum. Dan 2 Mei lalu, Jaksa Agung mengeluarkan SK yang isinya melarang beredarnya kalender "Tanah untuk Rakyat". Buntutnya, Kamis pekan lalu, sekitar 25 mahasiswa dari Solo, Yogya, Semarang, dan Salatiga yang bergabung dalam Forum Solidaritas Mahasiswa berunjuk rasa di Salatiga. Mereka memprotes polisi yang tengah menyidik tersangka pengedar kalender bernama Buntomi, 27 tahun, dan Mathius, 23 tahun, alumnus dan mahasiswa UKSW. Buntomi dan Mathius ditangkap Maret lalu, sedangkan Yayak hilang tak tentu rimbanya. BSU, Heddy Lugito dan Ajie Surya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini