ORANG yang paling bangga melihat helikopter BO 105 jungkir balik di Pameran Dirgantara Indonesia (IAS) 86 tampaknya Hanns Arnt Vogels, Komisaris Utama merangkap Presiden Direktur Messerschmitt-Bolkow-Blohm (MBB), Jerman Barat. Bayangkan saja, sejak BO 105 diproduksi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) dengan lisensi MBB mulai 1975, hanya dalam tempo 10 tahun penjualannya mencapai 100 unit. Posisi B.J. Habibie, yang setelah diangkat memimpin IPTN kemudian dipromosikan menjadi Wakil Presiden MBB, jelas banyak membantu suksesnya penjualan itu. Wajar kalau MBB, yang tak ingin kehilangan pasarnya di sini, lalu mengikat IPTN mendirikan sebuah usaha patungn Ncue Transport Technologien di Munich. Modal dasarnya DM 100 ribu, masing-masing menyetor 50%. Pada tahap pertama ini keduanya sepakat mengembangkan bersama helikopter BN (Bolkow-Nusantara) 109. Helikopter yang punya daya jelajah sampai 600 km dengan kecepatan 200 km/jam dan mampu mengangkut lebih dari empat penumpang itu akan diproduksi dan dirakit di Jerman Barat dan Bandung. Pengkajian dasar teknologi dan segi ekonominya sedang dilakukan. Termasuk, "Taksiran biaya, hingga gampang memperkirakan dalam jumlah berapa BN 109 itu kelak bisa mencapai titik impas," kata Presdir MBB Hanns Vogels. Turunnya kegiatan eksplorasi minyak menyusul kejatuhan harganya, diakui Hanns Vogels kepada TEMPO, ikut menciutkan penjualan helikopternya. Toh, pasar terbesar untuk helikopternya itu bukan di kalangan perusahaan minyak, melainkan di instansi pemerintah -- penerima pajak migas. "Pembelian oleh instansi pemerintah dan militer penting dan nomor satu," katanya. Dan permintaan dari instansi pemerintah dan militer itu diharapkan akan muncul enam atau tujuh tahun mendatang, saat hara minyak mulai menguat, dan BN 109. Menurut salah satu stafnya, pasar untuk BN 109 yang dibuat dari pelbagai bahan komposit itu, "Memang tidak bisa dilihat sekarang, tapi beberapa tahun lagi." Jadi, jangan kaget kalau MBB bersama IPTN dan Boeing (AS), yang melihat pasar masa depan itu, juga merencanakan membuat pesawat ulang alik Atra 90 berpenumpang 75-80 atau 100-110. Sebagai induk 30 perusahaan, memang rekan yang tangguh. Soalnya tinggal apakah IPTN bisa memperoleh nilai tambah banyak dari kerja sama itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini