Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tarif Bis Tak Jadi Naik. Atau ...

Kredit 2000 buah bis dari US-AID macet. Pengusaha menghendaki kenaikan tarif agar dapat mengangsur hutang. Pemerintah masih memperhitungkan agar penumpang tidak dikejutkan.

4 Juni 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TARIF bis kota di Jakarta akan naik lagi? Pemerintah belum sampai mengumumkan hal itu. Tapi tanda-tanda menuju kenaikan tarif angkutan umum itu agaknya seperti tinggal menunggu hari baik saja. "Kami sudah lama memperjuangkannya", kata Gozali dari perusahaan bis Merantama kepada TEMPO. Dan kenaikan itu, menurut L. Silalahi dari PT Saudaranta, "memang sudah wajar". Karena selama ini, dengan tarif yang Rp 30 itu, Saudaranta menurut dia hidup dalam keadaan merugi. "Untuk biaya eksploitasi saja, tarif yang sekian itu, tak mencukupi", katanya. Merantama, dengan armada 200 bis kota, tidak mengoperasikan semua kendaraannya. "Paling-paling jalan 70%", kata Silalahi. PPD, perusahaan angkutan milik pemerintah DKI, juga demikian. "Yang nongkrong di pool itu", menurut Gozali, "karena kami tak mampu lagi mengganti onderdil yang rusak". Keadaan usaha bis kota memang sudah payah. "Boro-boro untuk mengembalikan kredit", keluh pengusaha yang lain. Pengembalian kredit bidang angkutan umum ini memang macet. Sejak tahun 1969 hingga lima tahun kemudian perusahaan bis kota swasta memperoleh kendaraan 2000 buah bis. Itu bantuan dari Amerika (US-AID). Pengusaha memperolehnya, liwat pemerintah Indonesia, secara kredit. Setelah jatuh bangun mengelola kendaraan itu, akhirnya bulan Maret tahun ini, keadaannya makin nyata: kredit macet. Hutang pokok perusahaan swasta itu kini mencapai Rp 4 milyar. Itu masih harus ditambah bunga Rp 869 juta. Sementara PPD, punya pemerintah DKI, juga masih menanggung hutang sekitar Rp 1,8 milyar - belum termasuk bunganya Rp 714 juta. Dalam wawancaranya dengan Sinar Harapan, akhir bulan lalu, Wakil Gubernur DKI Prajogo berkata terus terang: situasi bis kota di Jakarta akhir-akhir ini cukup suram. Ini diperkuat oleh keterangan fihak perusahaan asuransi yang melayani bis kota. Seorang pengusaha asuransi, kepada TEMPO, menyatakan: "Kami enggan melayani asuransi bis kota lagi". Alasannya singkat: "Mereka lebih sering mengajukan klaim, tapi seret membayar preminya". Menurut Prajogo hanya ada dua cara untuk menggairahkan kembali usaha bis kota. Pertama, yang cukup mendesak, ialah perlunya kenaikan tarif dari Rp 30 menjadi Rp 50. Berikutnya, menurut wagub, usaha bis kota yang sangat menyangkut kehidupan sebagian besar warga ibukota - harus mendapat subsidi dari pemerintah sendiri. Membagi Beban Tapi kenaikan tarif bis kota rupanya tak semudah menaikkan tarif parkirnya DKI Jaya. Kalau para 'penjaga' kendaraan dengan seragam jingga itu sejak beberapa waktu lalu dengan enaknya menyodorkan tarif Rp 100 untuk sekali parkir - tak peduli apakah itu selama jam-jam sepi atau hari Minggu - soal menaikkan tarif bis kota itu ternyata melibatkan pemikiran berbagai instansi. Mengapa sampai banyak fihak ikut terlibat, menurut seorang pejabat, bukan disebabkan tarif itu sendiri ataupun tanggal pengumumannya. "Tapi perlu dipersiapkan masa pematangan agar kenaikan itu bisa diterima masyarakat", katanya. Kalau benar begitu, soalnya lebih bersifat non-ekonomis alias tak membuat masyarakat kaget. Tapi beberapa kalangan yang mengetahui beranggapan, seharusnya rencana kenaikan tarif itu tak seluruhnya dibebankan ke kantong penumpang. Itu, kalau saja, pengusaha tak terlalu berat menanggung beban pembayaran kembali kreditnya. Kabarnya bantuan dari pemerintah AS itu disertai persyaratan yang cukup ringan: bunganya cuma 9 setahun. Tapi para pengusaha bis kota, kemudian harus membayarnya kembali melalui bank di sini dengan bunga 15% setahun. Jadi masalahnya adalah bagaimana sebaiknya membagi-bagi beban hutang, tanpa membuat kaget para penumpang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus