APAKAH berita? Sejumlah wartawan asing di Jakarta kini, sesudah
soal pemilu mereda, mulai kekeringan bahan cerita untuk dikirim.
Tapi satu wartawan Australia berkata: "Apa saja mengenai Timor
pasti jadi berita menarik bagi kami". Kenapa?
Para redaktur suratkabar, radio dan televisi di Australia masih
belum bosan dengan berita soal Timor. Dan setiapkali beritanya
muncul, reaksi pun segera datang, terutama dari kalangan parpol.
Di Canberra, para anggota parlemen kontan bersuara dalam sidang,
bertanya pada pemerintah.
Belakangan ini mereka riuh menggugat sikap Menlu Andrew Peacock
setelah tersiar satu dokumen, bersumber Jakarta, tentang apa
yang dibicarakannya di Bali tahun 1975 Kemudian parlemen
bertanya pula apakah pemerintah Fraser kini sudah mengakui de
facto kekuasaan Rl di Timor Timur. Ini adalah gara-gara
kunjungan dua diplomat Australia - Cavan Hogue dan Peter Rodgers
-- ke Timtim pada akhir April yang lalu. Di Timtim sendiri,
mereka melaporkan, tidak ada konflik. Tapi konflik Timtim
rupanya beralih ke parlemen di Canberra, menjadikannya persoalan
politik dalam negeri.
September 1975, Andrew Peacock selagi masih menjadi Menlu
bayangan dari partai Liberal mampir 4 hari di Bali sekembalinya
dari Iran. Di lapangan udara Ngurah Rai, Peacock dan isteri
disambut oleh dua tokoh CSIS (Centre for Strategic and
International Studies) -- Harry Tjan Silalahi dan Yusuf Wanandi
(dahulu Lim Bian Kie). Keduanya disebut di Canberra sebagai
pejabat resmi.
Dokumen Intel
Pertemuan Peacock-Tjan-Wanandi itu sudah lama dianggap seperti
angin lalu saja. Tapi mendadak tersiar dokumen intel April lalu
di National Times, suatu koran Australia, yang menyebutnya
berasal Indonesia. Menurut dokumen itu, Peacock dalam percakapan
dengan kedua "pejabat" Indonesia itu menyebut partai Liberal,
ketika itu masih sebagai oposisi, tidak akan memprotes bila
Indonesia memasuki Timtim. Kebetulan Desember 1975, sukarelawan
Indonesia menduduki Dili dan menghalau Fretilin.
Peacock tentu saja membantah isi dokumen itu, tapi mengaku telah
bertemu dengan Harry dan Wanandi secara tidak diduga. Namun,
suatu telegram dari dubes Woolcott (Jakarta) ke Canberra, yang
juga tersiar, meninggalkan kesan bahwa pertemuan Bali untuk
Peacock itu memang sudah diatur dari semula.
Bekas PM Whitlam dari partai Buruh, kini beroposisi, menuduh
Peacock telah "menyesatkan" parlemen hingga ia memajukan suara
tidak percaya. Maka timbul analisa politik di Australia bahwa
dokumen itu sengaja dibocorkan Indonesia karena jengkel terhadap
pemerintah (Fraser) Liberal. Ia belum juga mengakui kekuasaan RI
di Tumtim secara resmi, sedang pengakuan itu sudah ada dari
Selandia Baru dan Amerika Serikat.
Minggu lalu timbul pula pertanyaan di parlemen Canberra tentang
kemungkinan pemerintahnya mengangkut sejumlah orang Timtim ke
Australia. Peraturan imigrasi Australia, yang biasanya ketat
terhadap orang kulit sawo matang dan non-Eropa lainnya, akan
diperlunaknya untuk Timtim.
"Ini adalah untuk alasan kemanusiaan belaka, mengizinkan
orang-orang Timtim bergabung dengan keluarga mereka yang sudah
berada di Australia" pihak Kedutaanbesar Australia di Jakarta
menjelaskan kepada TEMPO. Namun ini, tentu saja, seirama dengan
permainan politik domestik Australia sekarang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini