Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tenaga Besar, Pasaran Kecil

PT Alcan Indonesia, usaha patungan antara Alcan Kanada dengan Pemda DKI menghasilkan atap gelombang & aluminium ekstrusi. Akibat kenop-15 biaya produksi naik & berkurangnya proteksi pemerintah. (eb)

24 Maret 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK banyak prusahaan asing yang berpatungan dengan pemerintah daerah. Apalagi seperti PT Alcan Indonesia (Alcanin) yang menghasilkan bahan-bahan bangunan berupa atap gelombang dan aluminium ekstrusi. Mulai beroperasi 19 Maret 5 tahun lalu, dengan investasi US$ 2,5 juta saham Alcan Kanada 90% dan Pemda DKI Jakarta hanya memiliki 10%. Kini Kanada 70% dan DKI aya 30%. Ini "berkat kerjasama yang harmonis di antara pemegang saham dan adanya hubungan perburuhan yang serasi," kata F.A. Gougler, Direktur Pelaksana PT Alcan Indonesia. Seperti juga industri elektronika, besi beton dan karung goni, problim utama yang dihadapi industri ekstrusi aluminium menurut Gougler adalah banyaknya izin yang dikeluarkan. Sampai 1975 ada 6 izin dikeluarkan dengan kapasitas total 25.500 ton setahun. Tapi yang berhasil dibangun cuma 4 pabrik, 2 di Jakarta, 1 di Bekasi dan satu lagi usaha patungan antara swasta Indonesia dengan Australia di Bandung -- seluruhnya berkapasitas 14.500 ton setahun. Itu pun tak pernah dicapai sebab pasar selama ini hanya bisa menampung sekitar 4500 ton setahun. Ke Singapura Bahkan jika keempat pabrik itu bekerja penuh diperkirakan akan cukup mampu mengisi pasar sampai 1985. Begitu kecilnya konsumsi ke empat pabrik yang ada sekarang hanya berproduksi rata-rata 25-30% dari kapasitas total. "Tapi Alcanin sendiri berproduksi 40% dari kapasitas penuh," kata Gougler. Secara nasional angka produksi rata-rata 40% itu tampaknya sulit dicapai. Karena akibat Kenop-15 biaya per unit untuk produksi atap aluminium gelombannaik 20% sedang ekstrusi aluminium seperti bingkai pintu dan jendela maupun kosen-kosen aluminium naik mencapai 29,5%. Saat ini yang membingungkan produsen ekstrusi aluminium dalam negeri ialah berkurangnya proteksi pemerintah. Sebelum Kenop-15 bea masuk atas barang jadi ekstrusi aluminium sebesar 40%. Dengan adanya Kenop-15 yang memberikan keringanan 50% atas bea masuk berarti terhadap barang impor menjadi 20%. Dewasa ini semua bahan baku billet aluminium masih diimpor dengan bea masuk 5% dan Ppn impor 5%. Tapi jika proyek smelter aluminium di Asahan berkapasitas 225.000 ton setahun itu selesai akan banyak membantu indusrti dalam negeri bila harganya kompetitif Kekhawatiran akan bahan baku pun akan hilang. Produksi aluminium ekstrusinya masih bisa ditingkatkan. Sebab sebagai bahan pengganti kayu pemakaiannya mulai populer. Sudah 1000 perumahan murah Perumnas disuplainya, berupa lis jendela atau pintu dan kosen. Selama 2 tahun belakangan ini ia pun telah mengekspor atap aluminium gelombang ke Singapura. Prospek untuk ekspor ini cukup baik. Pasaran luar negeri sbenarnya bukan hal yang susah dicari oleh Alcanin. Induknya di Kanada nomor dua di dunia setelah Alcoa. Pabrik Alcan ini tersebar di 35 negara. Namun begitu untuk ekspor ke Singapura "kami berhadapan dengan Alcan di Selandia Baru yang harganya lebih bersaing," ujar direktur Alcanin itu. "Pemerintah Selandia Baru memberi insentif kepada eksportir, sedang di sini tidak," kata Gougler.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus