Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

$ 1 Milyar: Bisa Dikejar?

Walikota Jeddah meminta Asosiasi Kontraktor Indonesia mengirim lebih banyak tenaga kerja & teknisi. Beberapa perusahaan sudah dapat proyek. target aki untuk kontrak 1982 bernilai $ 750 juta. (eb)

24 Maret 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SHEIK Mohamad Said Farisy, Walikota Jeddah, terperanjat juga ketika melihat-lihat bangunan di Jakarta. Bernama Nazzla, isterinya yang cantik itu dia menghabiskan waktunya melihat-lihat beberapa tempat rekreasi, terutama di Ancol itu. "Saya amat gembira, saya melihat sesuatu yang mclebihi dugaan saya semula," katanya. Kedatangan Walikota Farisy, yang termasuk keluarga besar Saud juga, rupanya ingin menggalakkan hubungan bisnis dengan Indonesia, terutama di bidang kontrakting. Di depan Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI), sang Wali Jeddah itu minta tenaga kerja dan tehnisi lebih banyak dari sini. Rupanya kehadiran orang Korea dan Taiwan yang makin tumplek di Arab Saudi telah menimbulkan persoalan. Sebab nilai hidup mereka amat berbeda dcngan orang Arab. Maka Al-Farisy yakin "banyak yang dapat dikerjakan Indonesia di Arab Saudi, terutama di tanah suci di mana orang bukan Muslim tak bisa masuk." Meskipun agak terlambat, dan masih dalam tingkat sub-kontraktor, beberapa perusahaan terkenal di sini memang sudah dapat proyek lumayan. Seperti PT Pembangunan Jaya, Bangun Cipta Sarana, Tehnik Umum punya Eddy Kowara, Elnusa dan PT Permai Housing. Bahkan PT Pagar Mas, punya Bambang Sidharta ikut kebagian tender dalam proyek pembangunan hotel 16 tingkat di Mekkah, dengan 165 kamar lux. Proyek milik Pangeran Ahmad bin Abdulaziz itu membutuhkan 200 tenaga kerja Indonesia. Ada juga permintaan 25.000 m3 marmar buatan PT Pualam per tahun. Tapi untuk memproduksikan jumlah sebanyak itu dibutuhkan 3 mesin berkapasitas 30 ribu m3 setahun. Tapi yang kini ada baru satu mesin, melulu mensuplai kebutuhan di dalam negeri. Menurut Eddy Kowara, Ketua AKI, secara resmi 3 kontraktor Indonesia baru masuk di Arab Saudi pada 1977 dengan nilai pekerjaan hanya US$ 15 juta. Tapi kini yang beroperasi di sana sudah 14 perusahaan dengan kontrak seluruhnya US$ 160 juta. Adapun tenaga kerja Indonesia di sana semuanya baru 4.000 orang (Korea Selatan sudah 80.000 orang). AKI berharap tahun depan bisa mencapai nilai kontrak $ 300 juta. Sedang Korea Selatan, yang mendapat dukungan penuh pemerintahnya, selama 1975 saja sudah mencapai nilai kontrak $ 504 juta. Tapi 11 bulan kemudian jumlah itu sudah meroket menjadi $ 2,1 milyar, naik hampir 4 kali lipat. Kini nilai kontrak berbagai perusahaan Kor-Sel di Arab Saudi sudah mencapai $ 7 milyar. "Mereka menguasai bahasa setempat cepat skali," kata Dir-Ut Kowara. Mimpi Semilyar Banyak yang setuju Indonesia tak bisa dibandingkan dengan Kor-Sel. Juga dengan Taiwan yang sama gigihnya. Tapi bisakah Indonesia mencapai $ 750 juta saja, seperti ditargetkan AKI untuk 1982? Menurut Udaya Hadibroto, Dir-Ut Elnusa yang punya proyek di Riyadh dan Taif, impian $ 1 milyar bukan mustahil dicapai Indonesia, kalau saja tenaga kerja yang dikirim ke Arab Saudi mencapai 60.000 manusia, sama banyaknya dengan jumlah jemaah haji kita yang ke tanah suci tahun lalu. Dir-Ut Udaya beranggapan kampanye meningkatkan kegiatan ekspor ke Timur Tengah -- yang berdasarkan SK Presiden dipimpin Tim Kegiatan Ekspor ke Timur Tengah -- belum jelas benar tujuannya. Sasaran tim tersebut adalah menggaet US$ 1 milyar dalam 5 tahun, sejak berdirinya pada Juli 1977. Tapi Udaya tampaknya skeptis sasaran itu bisa tercapai, karena "belum didukung penuh oleh pemerintah sendiri secara bulat, seperti jelas dari pernyataan Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Perdagangan sendiri yang mengatakan bahwa usaha ini masih dianggap 'eksperimen'. Dalam bisnis tak ada eksperimen, yang ada adalah promosi . . . yaitu usaha meyakinkan untuk memperoleh kontrak dan melaksanakannya dengan memuaskan langganan . . . " Banyak hal dikemukakan Udaya Hadibroto dalam tulisannya di majalah Prisma bulan ini. Kalau sasaran $ 1 milyar itu ingin tercapai, maka "otomatis pemerintah kita harus menyediakan fasilitas bank minimal $ 350 juta: $ 50 juta berupa performance bond guarantee, $ 200 juta berupa ad vance payment bond guarantee, $ 100 juta cash sebagai penambah modal kerja." Dia berpendapat pekerjaan civil, listrik dan elektronika adalah bahan-bahan yang "mampu kita kuasai dan bisa kita jual secara total ke sana bukan tenaga kerjanya saja tapi disertai jasa- jasa manajemen dan sebagainya." Dia menilai sudah waktunya pemerintah melindungi dan menumbuhkan perusahaan-perusahaan nasional. Berbeda dengan Uni Emirat Arab, Kuwait dan Qatar yang amat berpegang pada tender resmi dan formal itu, di Arab Saudi, kata Udaya, "masih banyak fleksibilitas, terutama relasi amat menentukan." Sehingga "tidak mungkin mendapat kontrak dengan hanya datang beberapa hari atau minggu tiap kali perlu. Kita harus menetap di sana diakui dan diterima kehadiran kita di sana, dilihat dan diuji kesabaran, kemantapan dan kwalitas kita, baru nanti diberi kesempatan memenangkan ten-der . . . kalau bersaing: harga, mutu dan relasi. "

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus