KURSI pimpinan Bank Indonesia (BI) selama ini terkesan sebagai batu loncatan untuk menjangkau kursi Menteri Perdagangan. Setidaknya Arifin Siregar, yang baru saja pensiun dari jabatan Menteri Perdagangan, berangkat dari posisi Gubernur BI. Begitu pula pendahulunya, Rachmat Saleh. Jalur itu kini terbalik. Dr.J. Soedradjad Djiwandono sekarang menjadi Gubernur Bank Indonesia, sesudah lebih dulu menjadi Menteri Muda Perdagangan. Bahwa kini Soedradjad dipilih Presiden Soeharto untuk memimpin Bank Sentral mungkin erat kaitannya dengan bidang keahlian yang ditekuninya, yakni bidang moneter. Ia meraih gelar doktor dari Universitas Boston, Amerika Serikat, tahun 1980 dengan disertasi: Monetary Analysis of an Open Economy, the Case of Indonesia, 1968 - 1978. Kini Soedradjad diharapkan bisa menciptakan iklim baru dalam perekonomian Indonesia, terutama lewat kebijakan moneter. Seperti diketahui, beberapa tahun terakhir ini sektor moneter tampak sangat menonjol, tapi kebijakannya bukan berasal dari Bank Sentral, melainkan Departemen Keuangan. Padahal peran Bank Sentral sebagai pengendali uang beredar, suku bunga perbankan, pengelola utang-utang pemerintah dan lalu lintas devisa, semestinya bisa sangat menentukan. Apakah penampilan yang kurang ''menggigit'' itu akan berlanjut di bawah kepemimpinan Soedradjad? Untuk menjawab pertanyaan ini Gubernur BI yang baru itu tidak hanya perlu persiapan yang matang, tapi juga perlu waktu. Mungkin karena menyadari benar beban tugas yang sedemikian besar, ia terkesan sangat hati- hati. Dua hari sebelum serah terima jabatan Gubernur BI, Soedrajad kelahiran Yogyakarta 17 Agustus 1938 menerima wartawan TEMPO Taufik T. Alwie untuk sekadar berbincang-bincang. Berikut petikannya: Dapatkah diungkapkan di sini pesan dan tugas yang digariskan Presiden kepada Anda? Presiden Soeharto menekankan sangat pentingnya mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan di lingkungan moneter dengan instansi terkait, agar tercapai hasil maksimal. Dalam hubungan itu, apa peran utama Bank Sentral? Peran Bank Sentral adalah melakukan pengendalian moneter yang merupakan salah satu sisi pengendalian ekonomi makro, sedangkan sisi lainnya adalah fiskal (di bawah Departemen Keuangan). Tugas Bank Sentral meliputi beberapa hal, misalnya bagaimana menjaga agar rupiah stabil, baik dalam kaitannya dengan nilai barang maupun dengan nilai mata uang asing. Ini harus dijaga betul agar tetap dapat mendukung kegiatan ekspor-impor dan lalu lintas modal. Sebagai negara dengan sistem ekonomi terbuka, Anda tahu kita saling berkaitan dengan negara lain. Lalu hal-hal apa yang akan Anda prioritaskan sebelum menangani pengendalian moneter? Sebagai orang baru saya mesti mempelajari kondisi lapangan dengan sebaik-baiknya. Saya akan pelajari secara lebih mendalam, apakah situasi, teknik, mekanisme, maupun orang-orangnya. Selama ini peran Bank Sentral kurang menonjol, dan seperti dialihkan ke Departemen Keuangan. Pendapat Anda? Saya pikir itu menyangkut koordinasi yang memang sangat penting. Soal mobilisasi dana, termasuk dari pinjaman luar negeri, penyalurannya mesti sinkron dengan pelaksanaannya di sektor riil. Ini harus terkoordinir dengan baik guna menjaga kestabilan nilai uang. Sektor perbankan tentu tak lepas dari masalah dana. Bagaimana mobilisasi dana perbankan dan penyalurannya? Ya, harus kita ingat bahwa sektor perbankan sangat menunjang kegiatan ekonomi, yang pada umumnya merupakan kegiatan pembangunan yang butuh dana. Jadi mesti diusahakan betul, bagaimana sebaik-baiknya memobilisasi dana lewat perbankan dan menyalurkannya ke dalam kegiatan ekonomi produksi, perdagangan, dan kegiatan-kegiatan yang lain. Ini perlu pengelolaan lembaga keuangan perbankan itu sendiri, dengan sebaik-baiknya. Penyaluran dana perbankan dewasa ini diperkirakan terlalu banyak disedot oleh segelintir konglomerat, sedangkan jatah kredit untuk kelompok pengusaha kecil justru kurang. Komentar Anda? Aspek-aspek penyaluran kredit perbankan harus didasarkan atas trilogi pembangunan (stabilitas, pertumbuhan, dan pemerataan). Guidance yang ada tak boleh lain adalah keseluruhan sektor atau kegiatan pembangunan ini harus selalu merupakan kegiatan yang berkesinambungan. (Sejak zaman deregulasi, peran BI untuk Trilogi Pembangunan sudah dipangkas. Kini yang tersisa tinggal menyalurkan kredit Bulog sebesar Rp 1,5 triliun untuk stabilitas harga beras, kredit usaha tani untuk pertumbuhan, kredit usaha kecil, kredit koperasi, dan kredit papan untuk pemerataan. Jumlahnya hanya sekitar Rp 2 triliun per tahun, relatif kecil dibandingkan dengan peran bank-bank swasta. Redaksi). Bagaimana pendapat Anda tentang kredit likuiditas yang semakin sedikit itu? Penciptaan uang bertujuan menciptakan likuiditas. Bila uang beredar ini sesuai dengan kebutuhan untuk kegiatan produksi, investasi, dan perdagangan, maka duit itu ada gunanya. Masalahnya, apakah kredit likuiditas itu betul-betul digunakan untuk kegiatan produksi atau tidak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini