Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PASAR finansial dunia berharap cemas mengamati Amerika Serikat. Pertanyaan besarnya: apakah benar akan terjadi pemulihan ekonomi di sana. Jika jawabnya ya, dan kemudian bunga naik, dapat terjadi pergeseran dana besarbesaran. Investasi senilai triliunan dolar berpindah tempat. Banyak negara akan terkena dampaknya, termasuk Indonesia.
Persoalan ini tentu tak lepas dari terpilihnya Donald Trump sebagai presiden, setahun lalu. Mulanya, pasar menilai Trump akan membawa dampak positif pada bisnis, pemulihan ekonomi, dan tentu saja pada nilai dolar Amerika. Pasar meramal pertumbuhan ekonomi Amerika akan menggeliat karena ada belanja besarbesaran membangun infrastruktur. Kebijakan Trump yang paling penting dalam konteks ini adalah janjinya melakukan pemotongan pajak. Analis saat itu bahkan berani meramal dolar akan terbang menyamai nilai euro pada akhir 2017.
Yang terjadi jauh dari dugaan. Boleh dibilang belum ada agenda Trump yang berjalan baik. Dolar pun, setelah nilainya sempat naik, kembali lunglai. Pasar kecewa dan kembali melarikan dana masuk ke pasar negara berkembang. Tapi cerita belum berakhir. Sejak Oktober lalu, pasar finansial kembali bergolak. Pemicunya: pertempuran politik penting yang tengah berlangsung di Washington, DC, soal pemangkasan pajak. Jika Kongres berhasil menyepakati kebijakan ini, investasi di Amerika dapat melonjak tajam. Dolar ikut terangkat.
Sebetulnya ekonomi Amerika sudah mulai menunjukkan tandatanda pemulihan. Angka pengangguran saat ini mencapai titik terendah dalam 17 tahun terakhir. Wajar jika ada ekspektasi upah akan naik, mendorong daya beli masyarakat, dan pada gilirannya memicu pertumbuhan. Maka rencana The Federal Reserve menaikkan bunga bulan depan sepertinya akan terwujud. Menurut konsensus analis, probabilitas kenaikan bunga pasti The Fed bahkan sudah mencapai 90 persen. Walhasil, ada ancaman serius yang dapat menekan nilai rupiah.
Tekanan itu sudah terlihat pada merosotnya cadangan devisa pada akhir Oktober menjadi US$ 126,5 miliar, turun US$ 2,9 miliar dalam sebulan. Penurunan pada Oktober ini menghentikan tren kenaikan yang sudah berlangsung sejak Juli 2017. Nilai rupiah yang pada September stabil di kisaran 13.200 sempat terbang ke level 13.600 pada Oktober, lantaran derasnya arus modal asing yang keluar melalui pasar saham ataupun obligasi. Hingga akhir tahun, volatilitas rupiah masih akan berlangsung. Masalahnya, belum ada faktor fundamental di dalam negeri yang bisa berperan sebagai penopang yang kuat untuk rupiah. Pertumbuhan ekonomi Indonesia, misalnya, selama kuartal III2017 hanya 3,18 persen, tak cukup tinggi. Maka pertumbuhan tahunan per akhir kuartal itu hanya 5,06 persen, tipis sekali dibanding pertumbuhan tahunan per kuartal III2016 sebesar 5,01 persen.
Ketika rupiah sedang tertekan, aliran masuk dari sektor riil seharusnya menjadi penyelamat. Sayangnya, selama Oktober 2017, surplus neraca perdagangan Indonesia menyusut menjadi hanya US$ 895 juta, turun tajam dari surplus selama September hampir US$ 1,8 miliar.
Yang mencemaskan, untuk jangka menengahpanjang, Indonesia terancam semakin terkucil di sistem perdagangan internasional yang kian terkotakkotak. Harapan untuk bergabung dengan blok perdagangan yang lebih luas tinggal bergantung pada The Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).
Sayangnya, RCEP masih berupa citacita, Perundingan 16 negara yang akan tergabung dalam blok ini sudah berlangsung sejak 2013 tanpa hasil. Begitulah, ketika lanskap pasar finansial sedang berubah dan sistem perdagangan internasional tengah tersegmentasi, Indonesia justru harus memikul efek negatifnya.
Yopie Hidayat Kontributor Tempo
Kurs | |
Pembukaan 10 November 2017 | 13.514 |
Rp per US$ | 13.517 |
Pembukaan 17 November 2017 |
IHSG | |
10 November 2017 | 6.044 |
6.075 | |
Pembukaan 17 November 2017 |
Inflasi | |
Bulan sebelumnya | 3,72% |
3,58% | |
Oktober 2017 YoY |
BI 7-Day Repo Rate | |
4,25% | |
16 November 2017 |
Cadangan Devisa | |
30 September 2017 | US$ 129,402 miliar |
Miliar US$ | 126,547 |
31 Oktober 2017 |
Pertumbuhan PDB | |
2016 | 5,02% |
5,1% | |
Target 2017 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo