Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PROPOSAL sejumlah maskapai penerbangan Timur Tengah, Afrika, dan Eropa itu masuk satu bulan sebelum Agus Santoso dilantik menjadi Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Februari lalu. Sembilan bulan setelah menjabat, Agus belum mengambil keputusan. Berkas pengajuan pembukaan rute baru tetap menumpuk di Kementerian Perhubungan. "Kami harus berhatihati," ujar Agus, pertengahan Oktober lalu.
Rupanya, beberapa maskapai asing meminta pemerintah memberikan izin kepada mereka membuka rute penerbangan dari Indonesia ke Timur Tengah. Rute yang diminta kebanyakan menuju kotakota di Arab Saudi. "Permintaan pembukaan rute itu mengindikasikan sejumlah maskapai mengincar pasar jemaah umrah asal Indonesia," kata Agus.
Proposal semacam ini bukan yang pertama. Menurut pejabat Kementerian Perhubungan lainnya, sudah berkalikali maskapai penerbangan asing- terutama yang berasal dari Timur Tengah- mengajukan rute yang sama. Tapi Kementerian Perhubungan tak pernah mengabulkannya. Alasannya: pemerintah khawatir pasar penerbangan umrah yang selama ini dikuasai Garuda Indonesia tergerus. Pemerintah juga ingin maskapai lokal lebih ekspansif di rute internasional.
Agus membenarkan alasan itu. Menurut dia, sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar, Indonesia menjadi incaran maskapai penerbangan Timur Tengah. "Pasar di sini sangat gemuk," ujarnya.
Kebanyakan maskapai yang ingin membuka rute penerbangan umrah itu berasal dari negara di Jazirah Arab, antara lain Uni Emirat Arab (Emirates dan Etihad Airways), Qatar (Qatar Airways), dan Oman (Oman Air). Ada juga permintaan dari maskapai asal Afrika (Ethiopian Airlines) dan Eropa (Turkish Airlines). Maskapaimaskapai tersebut melihat ceruk pasar domestik mereka yang kecil tak bisa diandalkan untuk menopang usaha. "Mau tak mau harus berekspansi ke negara lain yang potensial," ucap Agus.
Dihubungi terpisah sepanjang pekan lalu, General Manager Emirates Indonesia Rashid alArdha dan General Manager Etihad Indonesia Iwan Kip tidak membalas pesan pendek yang dikirim Tempo. Keduanya juga tidak merespons panggilan telepon.
Potensi pasar penerbangan IndonesiaArab Saudi memang menggiurkan. Dari tahun ke tahun, jumlah anggota jemaah umrah Indonesia menunjukkan tren positif. Hingga September tahun ini, jumlah calon "haji kecil" yang berziarah ke Tanah Suci sudah mendekati 1 juta orang. Pasar penumpang umrah hanya menyusut ketika musim ibadah haji diselenggarakan. Tahun depan, jumlah anggota jemaah umrah asal Indonesia diprediksi menembus angka 1,3 juta orang. Jumlah ini belum termasuk banyaknya tenaga kerja asal Indonesia di Timur Tengah yang rutin bepergian.
Selama ini penikmat pasar terbesar penerbangan umrah adalah Garuda Indonesia dan Saudia Airlines, maskapai milik pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Keduanya memiliki rute umrah dari beberapa kota besar seperti Jakarta, Makassar, Medan, dan Surabaya. Tujuannya: Jeddah, Madinah, dan Riyadh di Arab Saudi. Kedua maskapai juga melayani penerbangan carter dengan tujuan sama. Penerbangan ini biasanya dibuka jika terdapat permintaan dari calon anggota jemaah umrah dengan kuota tertentu.
Penguasaan Garuda Indonesia dan Saudia di rute umrah bukan kebetulan. Pemerintah Indonesia dan Kerajaan Arab Saudi sudah lama memiliki perjanjian bilateral di sektor penerbangan. Perjanjian ini bersifat resiprokal atau setara. Apa yang didapatkan maskapai asal Arab Saudi juga diperoleh maskapai Tanah Air. Maret lalu, pakta ini diperbarui bersamaan dengan kunjungan Raja Salman bin Abdulaziz alSaud ke Indonesia. Dalam perjanjian baru itu, kedua negara sepakat membuka rute penerbangan tanpa batas. Dengan adanya perjanjian ini, maskapai Indonesia bisa terbang sebanyak mungkin ke Arab Saudi, begitu pula sebaliknya.
Arab Saudi, misalnya, membuka empat bandar udara untuk maskapai penerbangan asal Indonesia, yakni Damam, Madinah, Riyadh, dan Thaif. Sedangkan Indonesia membebaskan maskapai Arab Saudi masuk ke lima bandara: Kualanamu di Medan, Sultan Hasanuddin di Makassar, Juanda Airport di Surabaya, Ngurah Rai di Denpasar, dan SoekarnoHatta, Tangerang.
Sebelum perjanjian ini diperbarui, jumlah penerbangan dari Indonesia ke Arab Saudi ataupun sebaliknya hanya dibatasi 35 penerbangan per pekan. Akibatnya, maskapai lain kesulitan mencicipi gurihnya rute ini. Setelah diperbarui, maskapai lokal lain, seperti Citilink, Lion Air, dan Sriwijaya Air, bisa masuk ke rute umrah juga. "Sekarang kesempatannya lebih luas," ujar Agus.
Terbukanya jalur IndonesiaArab Saudi dimanfaatkan sejumlah maskapai penerbangan lokal. Kamis pekan lalu, Lion Air meresmikan penerbangan perdana BalikpapanMadinah. Kemudian, Sabtu dua pekan lalu, Lion membuka rute PadangMadinah. Dalam keterangan persnya, General Manager Service Lion Air Group Ary Azhari mengatakan pembukaan rute ini untuk memudahkan jemaah umrah dari daerah yang hendak menuju Tanah Suci. "Tidak harus lewat Jakarta sehingga perjalanan lebih cepat."
Pada Jumat dua pekan lalu, Citilink, anak perusahaan Garuda Indonesia, melepas penerbangan perdana umrah JakartaJeddah. Citilink belum memiliki jadwal penerbangan umrah reguler, tapi sudah menerima layanan penerbangan carter. Untuk melayani rute ke Arab Saudi, Citilink memakai armada baru Airbus A320 Neo berkapasitas 174 penumpang.
Asosiasi maskapai penerbangan nasional, Indonesia National Air Carriers Association (INACA), mendukung keputusan pemerintah tidak membuka kesempatan bagi maskapai asing masuk ke rute umrah. Sekretaris Jenderal Asosiasi Tengku Burhanuddin mengatakan INACA telah menyampaikan hal ini kepada Kementerian Perhubungan. "Hak pemerintah memilih siapa yang bisa masuk," katanya. "Tapi kami meminta pemerintah melindungi maskapai lokal," ujarnya. Menurut Tengku, selama ini maskapai asing di luar Saudia juga sudah menikmati separuh penumpang umrah asal Tanah Air.
Meski terkesan sebagai proteksi, Tengku menilai langkah Kementerian adalah berdasarkan air agreement antara Indonesia dan Arab Saudi. Jika maskapai penerbangan di luar kedua negara itu ingin masuk, kata dia, perlu ada perjanjian lain dengan negara asal maskapai yang mengajukan. "Ini bukan proteksi, ini hak pemerintah yang sudah punya perjanjian dengan Arab Saudi."
Meski dikuasai Garuda dan Saudia, sejumlah maskapai penerbangan asal Timur Tengah dan Eropa- seperti Etihad Airways, Emirates Airways, dan Turkish- sudah kecipratan pangsa pasar bisnis umrah di Indonesia. Selama ini, menurut Tengku, mereka melayani penerbangan umrah plus, yang harganya lebih mahal. Umrah plus adalah paket perjalanan ziarah ke Tanah Suci yang dibarengi wisata di negara lain. Negara yang dikunjungi adalah lokasi transit maskapaimaskapai tersebut. Sedangkan Garuda dan Saudia hanya melayani penerbangan umrah biasa.
Tengku menambahkan, meski menyerap pasar dari Indonesia, maskapaimaskapai tersebut tidak terlalu banyak berkontribusi bagi masuknya wisatawan asing ke dalam negeri. Pemerintah memberikan izin karena berharap mereka akan meningkatkan kunjungan turis dari Timur Tengah. "Mereka angkut penumpang dari Indonesia, pulangnya bawa orang Indonesia juga," ujar Tengku.
Hal ini tecermin dari jumlah turis asal Timur Tengah ke Indonesia yang hanya berkisar 150 ribu orang per tahun. Jauh di bawah Malaysia yang bisa menerima 300 ribu kunjungan turis dari Jazirah Arab atau Thailand yang kedatangan 600 ribu kunjungan per tahun.
Posisi maskapai penerbangan lokal dengan maskapai Timur Tengah juga dianggap belum setara. Sementara maskapai asal Abu Dhabi, Qatar, dan Turki sudah terbang dari Indonesia ke negara asal, maskapai lokal belum ada yang memanfaatkan rute tersebut. "Sehingga rute ini hanya dinikmati mereka dan Indonesia tidak mendapat apaapa," kata Tengku.
Direktur Kargo PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Sigit Muhartono- yang juga bertugas menangani penerbangan internasional di maskapai pelat merah ini- membenarkan ada dorongan dari pemerintah agar Garuda memperlebar pasar di rute umrah. "Sudah ada pertimbangan ke arah sana, membuka rute untuk umrah plus." Istanbul, menurut Sigit, dinilai paling menarik buat Garuda. "Jemaah umrah plus yang memilih paket wisata Turki lumayan banyak," ujarnya Rabu pekan lalu.
Untuk saat ini Garuda berfokus menambah rute umrah dari kotakota besar di Tanah Air buat menjangkau pasar lebih luas. Rute umrah tercatat menjadi salah satu sumber pemasukan terbesar Garuda. Tahun ini penerbangan JakartaJeddah berkontribusi 10 persen terhadap total pemasukan penerbangan internasional. "Pendapatan kami dari rute internasional sudah hampir setara dengan rute domestik."
Menurut Sigit, Garuda tak meminta perlakuan khusus dari pemerintah. Perusahaan, kata dia, siap bersaing dengan maskapai penerbangan internasional. Terlebih Indonesia telah menganut kebijakan open sky di tingkat Asia Tenggara. Dengan adanya kebijakan ini, maskapai dari negara lain bisa terbang ke Indonesia meski tidak ada air agreement antarpemerintah. "Pemerintah punya kepentingan menjaga industri penerbangan dalam negeri agar tetap sehat," ujarnya.
Praga Utama, Khairul Anam
Bisnis Legit di Langit Saudi
HINGGA semester pertama 2017, jumlah anggota jemaah umrah yang berkunjung ke Tanah Suci meningkat 6 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pada paruh pertama tahun ini, 6,75 juta orang berziarah ke sana. Sebesar 12,9 persen dari jumlah itu berasal dari Indonesia. Itu sebabnya, Indonesia berada di peringkat ketiga dari total peziarah yang melancong ke Arab Saudi. Jumlah kunjungan jemaah umrah asal Indonesia bahkan meningkat 25 persen pada tahun ini. Tak mengherankan, maskapai penerbangan asing memandang Indonesia sebagai pasar yang empuk. PRAGA UTAMA
10 Negara Penyumbang Jemaah Umrah Terbanyak (RIBU ORANG, 2016)
Mesir: 1.300
Pakistan: 991,3
Indonesia: 699,6
Turki: 473,7
Yordania: 434,5
India: 409,6
Aljazair: 371,9
Malaysia: 226
Uea: 187,3
Irak: 168,4
Jumlah Anggota Jemaah Umrah Indonesia dari Tahun ke Tahun (Ribu)
2012: 500
2013: 800
2014: 740
2015: 717
2016: 818
2017: 990*
2018: 1.300**
*Sampai September
**Proyeksi
Maskapai Penerbangan Umrah dari Indonesia
Lokal
Garuda Indonesia dan Citilink (24 penerbangan tiap pekan)
Asal: Banda Aceh, Balikpapan, Jakarta, Makassar, Medan, Padang, Palembang, Solo, Surabaya
Tujuan: Jeddah, Madinah
Lion Air (22 penerbangan tiap pekan)
Asal: Banda Aceh, Balikpapan, Bandar Lampung, Bandung, Jakarta, Makassar, Medan, Padang, Palembang, Pekanbaru, Solo, Surabaya, Tanjung Karang, Solo
Tujuan: Jeddah, Madinah
Sriwijaya Air (Direncanakan mulai November 2017) Jakarta-Jeddah
Internasional
Saudia (27 penerbangan tiap pekan)
Asal: Jakarta, Makassar, Medan, Surabaya
Tujuan: Jeddah, Madinah, Riyadh
Emirates Airlines (via Dubai, Uni Emirat Arab)
Etihad Airlines (via Abu Dhabi, Uni Emirat Arab)
Turkish Airlines (via Istanbul, Turki)
AirAsia (via Malaysia/Singapura)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo