Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Terjepit batu granit

Karyawan pt karimun granit di kepulauan riau resah akibat terjadi pemberhentian tanpa sebab jelas. masalahnya diajukan ke depnaker maupun dprd agar pimpinannya mematuhi pp no.12/1964.

3 Juli 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK bulan lalu buruh-buruh tambang batu granit di Pasir Panjang Karimun sering kelihatan keluar masuk kantor Resort Tenaga Kerja Tanjung Pinang. Juga di kantor DPRD dan instansi-instansi lain yang berwewenang menangani perkara perburuhan di Kepulauan Riau. Ini agak aneh. Sebab sejak didirikannya tambang PT Karimun Granit (PTKG) itu di tahun 1971, yang berproduksi mulai tahun berikutnya, jarang terdengar ada perkara perburuhan di perusahaan kongsi Indonesia-Malaysia itu. Ada apa gerangan? Ternyata tahun-tahun belakangan ini para buruh tambang itu "merasa kurang tenteram dalam bekerja", tutur Mahidin Ibrahim, ketua I SBMP (Serikat Buruh Minyak, Gas Bumi & Partambangan Umum) basis PTKC kepada Rida K. Li amsi dari TEMPO . Mengapa? "Sebab pimpinan PTKG sudah tidak mau lagi mengindahkan PP No. 12/1964 dalam pemutusan hubungan kerja", sahut Muhidin yang sudah bekerja di tambang itu sejak awal. Setiap saat bisa terjadi pemberhentian buruh tanpa tahu sebab musababnya secara jelas. Padahal menurut ketentuan, kalaupun ada, kesalahan mesti diberi peringatan dulu sampai 3 kali dan masing-masing selang 3 bulan. Kalaupun kemudian diskors, toh masih berhak menerima 50% dari upah mereka. Hal-hal semacam inilah yang merisaukan 300 buruh tetap di sana. Juga buruh-buruh harian, yang bukan anggota SBMP. Tapi apakah pemberhentian yang semena-mena itu sudah pernah terjadi? "Sudah lebih dari 10 orang" sahut Mahidin. "Pokoknya sejak Karimun Granit dipimpin oleh orang dari Selandia Baru, banyak juga karyawan diberhentikan tanpa musyawarah", tutur pemimpin buruh kelahiran Begkalis itu. Menurut yang empunya cerita, ini berbeda ketika perusahaan masih dipegang oleh orang asing yang lain, David Kinghone. Suka Keliru Setiap ada pemutusan huungan kerja Mahidin atau anak buahnya terpaksa sibuk mendatangi pimpinan Karimun Granit. Mereka biasanya menemui jalan buntu. Terpaksa 'naik banding' ke kantor Resort Tenaga Kerja di Tanjung Pinang. Maka datanglah teguran dari kantor itu ke alamat pimpinan Karimun Granit. Tapi esok lusanya, mulai lagi sang majikan melakukan pemberhentian tanpa musyawarah. Risau dengan cara bolak-balik itu, pimpinan SBMP langsung mengajukan pengaduan secara terbuka. Baik kepada Depnaker, mau pun ke DPRD dan Pemerintah Daerah. "Kami minta agar UU Perburuhan No. 12/64 itu diterapkan dan dipatuhi oleh pimpinan Karimun Granit", ujar Mahidin. Tapi walaupun perhatian dari kantor resort Tenaga Kerja dan FBSI setempat mulai meningkat, pemberhentian buruh jalan terus. Orang pun bertanya-tanya: mengapa justru sekarang cerita tentang pemberhentian beruntun itu mulai rancak? Satu sumber yang berhasil dihubungi TEMPO menyebutkan bahwa akhir-akhir ini produksi perusahaan itu semakin melorot. Meskipun ketika kontrak pendirian kongsi itu diteken, tambang itu dikabarkan mampu menghasilkan 100-150 ribu ton per bulan. Tapi nyatanya selama 4 tahun lebih ini kapasitas paling tinggi hanya 40-45 ribu ton per tahun. Malah menurut sumber itu, tahun lalu Karimun Granit mengalami kerugian hampir Rp 170 juta. Nah, boleh jadi karena perusahaan mulai merasa terjepit,pemberhentian buruh secara perlahan-lahan tak dapat dielakkan. Hal itu sudah didahului dengan pembatalan kenaikan upah umum yang dijanjikan mulai September 1975. Namun tidak semua orang percaya bahwa kerugian PT Karimun Granit itu akibat produksi yang melorot. Menurut sebuah sumber, ada hal lain yang ikut membuat gundah kas tambang batu granit itu. Yakni ulah sementara perusahaan pensuplai onderdil dan alat-alat produksi tambang itu. Kerap terjadi, pesanan sudah dilengkapi data komplit namun barang yang dikirim keliru. Padahal alat-alat itu ada yang dibeli jauh sampai ke London. Tentu saja tak mungkin untuk dikembalikan. Maka mau tak mau tetap dibayar dan dipesan lagi alat yang cocok. Akibatnya biaya eksploitasi meningkat, sementara produksi masin di bawah perkiraan semula. Nah. kalau itu biang keladinya mengapa kepentingan karyawan yang dikorbankan'? Dan bukan seksi logistiknya diperbaiki cara kerjanya. untuk mencegah pemborosan yang tak perlu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus