Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kedele orba

Untuk memenuhi hasil perkebunan kedele, baik konsumsi dalam negeri maupun ekspor akan diusahakan membuka areal sawah kedele di desa sangkup, sul-ut. yang ditanam kedele jenis amerikana dan orba.

3 Juli 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIAPA menyangka negara kita, yang terkenal dengan tempe, tahu, tauco dan kecapnya itu, ternyata masih mengimpor bahan bakunya berupa kacang kedele dari luar? Umumnya masuk dari Muangthai setelah melalui pasar di Singapura. Padahal beberapa tahun sebelumnya, walaupun tak banyak, Indonesia masih mampu menjual kedelenya di luar negeri. Baik ke Jepang, Malaysia, Singapura sampai ke Australia dan Nederland sana. Tahun 1974, tahun akhir masa ekspor komoditi kecil ini, sekitar 4000 ton dengan nilai $AS 176 ribu (kira-kura ip 175 per kilo) terkirim ke luar negeri. Tahun sebelumnya lebih lumayan: terekspor 36 ribu ton lebih dengan nilai $AS 851 ribu -- walaupun harga turun menjadi RP 94 per kilo. Masa ekspor jenis ini memang berjalan tak lebih cuma lima tahun. Itu pun konon karena pasaran kedele dunia lagi langka -- akibat bencana alam di negara penghasil utama, Belgia. Soal Tanah Dunia masih membutuhkan lebih banyak kedele dari yang tersedia --untuk manusia dan ternak, karena protein yang dikandungnya memadai (46%). Jalan pemasaran ke Eropa juga licin. "Lihat saja ikhtiar Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) yang ingin menanam kedele di Indonesia", begitu keterangan seorang dari Bappenas minggu lalu. Dan mereka kelihatannya akan berusaha tidak tanggung-tanggung: akan membuka perkebunan kedele seluas 200 ribu Ha. Sayangnya keinginan yang baik ini sulit dipenuhi di Indonesia. "Rasanya kita sulit menyediakan tanah seluas itu dalam satu daerah", begitu kata seorang Bappenas itu kemudian. Dan investor-investor MEE tak ingin kebunnya terpisah-pisah di beberapa daerah. Apa boleh buat. Sedangkan penanaman kedele yang ada, yang tradisionil dengan hasil di bawah standar ekspor, belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Belum lagi beres rencana MEE, seorang dari negeri sendiri maju dengan rencananya. Faisal Syawie dari PT Tandu Rusa di Manado, menyodorkan rencana untuk membuka sawah kedele seluas 300 Ha di desa Sangkup -- agak jauh dari ibukota Sulawesi Utara. Sawah percobaan, seluas 4 Ha, telah dibuka dengan jenis kedele Amerikana & Orba. Jenis yang pertama lebih dapat diharapkan hasilnya,karena dapat menghasilkan 4 ton setiap hektar, seperti yang sudah dihasilkan di Jambi. Modal dari PDFCI, lembaga keuangan non bank, yang telah menyanggupi meminjami separoh dari yang diliperlukan. Telah dua kali orang PDFCI meninjau rencana Tandu Rusa ini. Tampaknya rencana itu akan menjadi kenyataan, setelah perusahaan pengelolanya di-PMDN-kan. Ambisi sih ingin memasarkan ke luar negeri. Tapi sedikitnya dapat tertampung di PT Kamanta Vegetable Oil (KVO), pengolah minyak (yang selama ini mengolah minyak kelapa), yang perlu kedele 2000 ton sebulan . Yang maih perlu digarap, agaknya, sarana angkutan yang umumnya masih jadi hambatan di daerah penghasil bahan ekspor pada umumnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus