Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tersendatnya pasokan material bangunan membuat pengerjaan sejumlah proyek infrastruktur molor. Kontraktor terpaksa membayar mahal.

PARA pekerja CV Bintang Surya bekerja lembur memasang blok paving di proyek Bandar Udara Banyuwangi, Jawa Timur. Mereka mengejar tenggat akhir Desember 2012 untuk merampungkan lahan parkir seluas 4.000 meter persegi. Pada awal 2013, area parkir bandara itu harus sudah berfungsi.

6 Januari 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA pekerja CV Bintang Surya bekerja lembur memasang blok paving di proyek Bandar Udara Banyuwangi, Jawa Timur. Mereka mengejar tenggat akhir Desember 2012 untuk merampungkan lahan parkir seluas 4.000 meter persegi. Pada awal 2013, area parkir bandara itu harus sudah berfungsi.

Proyek yang didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Banyuwangi 2012 itu semestinya bisa kelar pada pertengahan Desember lalu. Namun pekerjaan molor gara-gara kontraktor kesulitan mencari pasir. Menurut Suwardi, Direktur CV Bintang Surya, untuk membereskan area parkir, ia perlu 20 truk pasir lagi. "Sejumlah penambang pasir langganan saya tutup," katanya kepada Tempo, 26 Desember lalu.

Pasokan pasir di kawasan ujung timur Pulau Jawa ini sedang mampet. Belakangan aparat memang gencar melakukan operasi penertiban tambang ilegal. Penambang resmi? Praktis tak ada sejak pemerintah menyetop pemberian izin baru pada Maret 2012. Celakanya, semua izin usaha pertambangan di Kabupaten Banyuwangi telah habis masa berlakunya.

Kebijakan penghentian izin baru didasarkan pada Surat Edaran Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Nomor 08E/30/DJB/2012. Surat itu berisi penghentian sementara (moratorium) penerbitan izin usaha pertambangan baru sampai ditetapkan wilayah pertambangan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, kewenangan menerbitkan izin pertambangan ada di tangan pemerintah daerah. Khusus usaha pertambangan yang berada di lintas wilayah provinsi, dan/atau di wilayah laut lebih dari 12 mil dari garis pantai, izin diterbitkan pusat. Namun kewenangan baru yang dimiliki daerah justru menimbulkan "kegaduhan". Mereka dengan sembrono menerbitkan ribuan izin baru.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat, sebelum era otonomi daerah, hanya ada 600-an kuasa pertambangan. Kini jumlahnya membengkak menjadi 10.660. "Bayangkan dalam sepuluh tahun terakhir ada kenaikan 10 ribu izin. Padahal, di tangan pusat, pada 1967-1999 cuma ada 600," kata Direktur Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi Dede Indra Suhendra. Maka Kementerian Energi menyetop pemberian izin baru. Pemerintah akan mendaftar dan menata ulang wilayah tambang.

Celakanya, moratorium yang ditujukan untuk menata pertambangan batu bara dan mineral yang semrawut itu "nyerempet" ke pertambangan galian C. Pemerintah memang tidak membedakan material bangunan dengan pertambangan umum. Dalam ketentuan umum UU Minerba, bahan bangunan ini dikelompokkan dalam pertambangan mineral, yakni pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah. "Moratorium berlaku untuk semua. Mineral, logam, batu bara, batuan, dan nonlogam," Dede menambahkan.

Terbitnya surat edaran tersebut membuat daerah tidak berani menerbitkan izin. Sejak itu, kata Kepala Bidang Pertambangan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Pertambangan Banyuwangi Budi Wahono, tak ada investasi baru di sektor tambang galian C.

Kepala Dinas ESDM Provisi Jawa Timur Dewi Pujiatni menambahkan, bukan cuma Banyuwangi yang geger lantaran tak ada pasokan material bangunan. Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Tuban, Purwakarta, Riau, dan Bengkulu Utara juga menjerit. Malah Dewi mendapat info 61 kabupaten dari seluruh Indonesia telah mengajukan dispensasi moratorium. Mereka melayangkan surat ke Menteri Energi Jero Wacik.

Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, melalui surat tanggal 30 Mei 2012, menyatakan butuh tanah uruk sangat besar. Juga batuan andesit, batu gunung, pasir-batu alias sirtu, dan kerikil, antara lain untuk pembangunan rel ganda dan proyek migas di Blok Cepu. Empat penambang resmi yang masih beroperasi tidak sanggup memenuhi kebutuhan.

Moratorium tambang tak cuma menghentikan pasokan material bangunan. Tambang yodium untuk keperluan medis pun mandek. Rencana investasi PT Kimia Farma Tbk sampai sekarang terkatung-katung. Perusahaan farmasi pelat merah ini sedianya akan menambang yodium 45 metrik ton di Jombang, Jawa Timur. Tapi dinas setempat tak berani mengeluarkan izin.

Awal Desember lalu, Kimia Farma meminta dinas setempat menjelaskan kepada mitra investornya dari Jepang ihwal tidak terbitnya izin, meski semua persyaratan telah dipenuhi. "Surat edaran Dirjen Minerba membuat proses pengajuan izin terhenti," kata Chemical Manager Kimia Farma Jejen Nugraha.

n n n

TELEPON seluler Bernad Sipahutar, Ketua Asosiasi Pekerja Galian Pasir dan Batu Banyuwangi, tak henti menjerit. Para kontraktor menanyakan pasokan material yang tersendat. Menjelang tutup tahun 2012, kegiatan konstruksi meningkat dahsyat. Bandara Banyuwangi memasuki tahap konstruksi, juga pembangunan jalan dan gedung. Sebanyak 24 anggota asosiasi yang dia pimpin biasanya memasok paling sedikit 480 truk pasir sehari. Tapi, sejak penerbitan izin tambang disetop, suplai praktis sepi.

Kediaman Bernad di Desa Karangbendo, Kecamatan Kabat, bahkan sempat didatangi massa. Sekitar 300 pemilik truk, sopir, dan kuli material memprotes penutupan kegiatan penambangan pasir. Mereka kehilangan pekerjaan. Massa sempat berencana menggelar demo besar-besaran dengan menutup Pelabuhan Ketapang, pintu penghubung Banyuwangi dengan Bali.

Kepala Desa Wonosobo Agus Tarmi­dzi berhasil meredakan amarah para pemilik truk, sopir, dan kuli material. Agus mewadahi aspirasi mereka dalam Komunitas Armada Angkutan Material (Koral) Banyuwangi. "Kebetulan banyak pemilik armada berasal dari desa saya. Jadi saya mengorganisasi mereka," katanya kepada Tempo.

Menurut Bernad, selama ini pemilik tambang batuan berusaha tertib dengan mengajukan izin dari tingkat desa, kecamatan, hingga pemerintah daerah. "Tapi izin tak kunjung terbit," ujarnya. Kini penambang terpaksa kucing-kucingan dengan aparat. Mereka tetap menambang meski belum mengantongi izin.

Satuan Polisi Pamong Praja dan Kepolisian Resor Banyuwangi memang gencar melakukan operasi penertiban tambang pasir ilegal. Berbekal data Dinas Perindustrian Perdagangan dan Pertambangan Banyuwangi, setidaknya ada 30 tambang pasir yang belum berizin. Kepala Satpol PP Banyuwangi Chaerul Ustadi mengatakan, selama April-Desember 2012, mereka telah menutup tujuh tambang pasir ilegal.

Adapun polisi telah menutup enam tambang pasir tak berizin. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Banyuwangi Ajun Komisaris Bagus Ikhwan mengatakan terlalu banyak tambang ilegal. "Tidak sebanding dengan jumlah aparat."

n n n

TAK adanya kepastian tentang izin tambang galian C membuat sejumlah Kepala Dinas Energi ramai-ramai memprotes ke Jakarta, 12 Desember lalu. Mereka antara lain Kepala Dinas ESDM Jawa Timur dan Jawa Tengah serta kepala dinas tambang sembilan kabupaten di Jawa Timur dan lima kabupaten/kota di Jawa Tengah. Sepekan sebelumnya, Kepala Dinas ESDM Jawa Barat, Banten, dan Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan protes serupa.

Dewi menceritakan, dalam pertemuan itu, para kepala dinas mendesak pemerintah pusat segera menetapkan wilayah pertambangan. Bila diperlukan, pemerintah provinsi dan kabupaten siap membantu, misalnya dalam bentuk data, peta, atau informasi lain. Daerah siap pula mendampingi Dirjen Minerba atau Menteri Energi memberikan penjelasan kepada DPR. UU Minerba memang mewajibkan pemerintah berkonsultasi dengan DPR dalam menetapkan wilayah pertambangan.

Mandeknya investasi galian C, Dewi menambahkan, membuat potensi pendapatan asli daerah dari sektor ini macet. Proyek-proyek besar yang sedang berjalan di Jawa Timur saat ini pun terancam molor. Perluasan Pelabuhan Pelindo II di Teluk Lamong sedang memasuki tahap reklamasi pantai seluas 50 hektare, dari total 350 hektare. Belum lagi pembangunan rel ganda yang harus rampung pada 2014. Proyek sepanjang 200 kilometer itu sampai sekarang baru tergarap 15 kilometer. "Dari mana bahan uruknya? Kan, tidak sedikit," kata Dewi.

Saat ini, cuma PT Gora Gahana yang memiliki izin mengambil pasir laut. Itu pun tak bisa memenuhi seluruh kebutuhan. Kontraktor PT Wijaya Karya pernah mengirim surat ke Dinas Energi Jawa Timur, mempertanyakan kurangnya suplai tanah uruk itu. Tapi surat dikembalikan karena Dewi tidak bisa memberi solusi. "Banyak sekali keluhan," kata Dewi.

Kepala Dinas Energi Jawa Barat Yerry Yanuar juga khawatir sejumlah proyek infrastruktur di daerahnya terancam molor bila persoalan material bangunan tidak teratasi. Ia menyebutkan proyek besar seperti jalan tol Cileunyi-Palimanan sedang memasuki tahap konstruksi. Begitu pula pembangunan drainase sisi darat Bandara Internasional Jawa Barat di Kertajati, Majalengka.

Kepala Seksi Konservasi dan Pengendalian Dinas Energi Jawa Barat Tedi Rustiadi mendata jurang kebutuhan bahan galian selama setahun dengan pasokan dari 15 jenis bahan tambang nonlogam yang pasok­annya kurang, ada lima yang paling jomplang, yakni andesit, pasir, tanah merah, batu kapur, dan batu gamping.

Kelangkaan pasokan tak pelak membuat harga pasir melambung. Di toko bangunan Semoga Jaya di Jalan Hayam Wuruk, Banyuwangi, pasir yang biasanya ditawarkan Rp 300 ribu per truk kini harganya naik menjadi Rp 450 ribu. Pemilik toko Sri Sutina mengatakan pasir tersedia tapi tak banyak. "Biasanya kami melayani minimal enam truk pasir sehari. Kini mencari enam truk saja susah. Harganya juga mahal."

Suwardi, Direktur CV Bintang Surya, yang menjadi subkontraktor Bandara Banyuwangi, lebih mumet. Ia mengerahkan anak buah mencari pasir ke seluruh pelosok Banyuwangi. "Berapa pun harganya saya beli." Akhirnya, untuk memenuhi tenggat, ia membeli Rp 450 ribu per truk.

Retno Sulistyowati, Bernadette Christina, Agus Supriyanto & Ika Ningtyas (Jawa Timur), Ahmad Fikri (Jawa Barat)


Neraca kebutuhan material Jawa Barat

MaterialKebutuhan
per tahun (juta ton)
Produksi
per tahun (juta ton)
Andesit212,7611,3
Pasir43,2825,71
Tanah merah45,6691,04
Batu kapur55,3120,279
Batu gamping52,99317,822

Kebutuhan Material di Jawa Timur

ProyekMaterialKebutuhan (m3)Tahap
Rel gandauruk824 ribukonstruksi
Jalan tol Gempol-Pandaansirtu-andesit955 ribuprakonstruksi
Jalan tol Gempol-Pasuruansirtu-andesit6,48 jutaprakonstruksi
Pelabuhan Teluk Lamonguruk4 jutakonstruksi
Jalan tol Porong-Gempolsirtu-andesit1,7 jutaprakonstruksi
Jalan tol Mojokerto-Mantingansirtu-andesit30,5 jutaprakonstruksi
Jalan tol Surabaya-Mojokertosirtu-andesit5,5 jutaprakonstruksi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus