Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DELAPAN bulan sudah moratorium izin usaha pertambangan berjalan. Kebijakan pemerintah pusat itu mengunci sejumlah pemerintah kabupaten untuk menerbitkan izin pertambangan baru jenis bukan logam dan batuan.
Moratorium berlaku selama pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat menggodok wilayah pertambangan terlebih dulu. Akibatnya, beberapa proyek infrastruktur terbengkalai karena pasokan tanah uruk, yang tergolong bahan tambang, seret.
Yerri Yanuar, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jawa Barat, mengatakan beberapa bupati di Tanah Priangan sudah mengirim surat permintaan kelonggaran aturan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Isinya, "Minta dispensasi agar diperbolehkan menerbitkan izin," katanya kepada Tempo, Jumat akhir Desember lalu.
Bukan surat persetujuan yang diterima, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Thamrin Sihite bahkan mengulang penjelasan pentingnya moratorium. Kecewa terhadap jawaban Thamrin, Yerri menyiapkan strategi kedua. Ia mengumpulkan data kebutuhan tanah merah, pasir, batu kapur, batu gamping, dan andesit selama setahun yang diminta Thamrin.
Bersama pejabat daerah lainnya, Yerri mendesak Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan memprotes kebijakan pemerintah pusat. "Moratorium menyemai masalah di daerah," ujarnya. Moratorium, menurut dia, juga memicu maraknya penambangan liar. Heryawan merespons desakan anak buahnya dengan berkirim surat permintaan dispensasi kepada Menteri ESDM Jero Wacik.
Yerri dan sejumlah pejabat daerah juga mendatangi kantor Jero di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, 28 September 2012. Mereka ingin mendengar langsung jawaban Jero. Usaha Yerri bertepuk sebelah tangan. Bukan menteri yang menerima mereka, bukan pula pejabat eselon I. Protes Yerri hanya ditampung oleh Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Dede I. Suhendra.
Pertemuan itu berlangsung panas. Tedi Rustiadi, Kepala Seksi Konservasi dan Pengendalian Jawa Barat, yang ikut dalam pertemuan, menilai Dede tak memberi jalan keluar. Dede hanya berjanji membentuk tim kecil bersama yang berisi pegawai pusat dan daerah. Dua pekan kemudian, giliran pejabat pertambangan dari Jawa Timur dan Jawa Tengah melakukan aksi serupa.
Meski mendapat tekanan bertubi-tubi, Dede tetap dingin. Ia berkukuh izin baru tak bisa dikeluarkan sebelum ada penetapan wilayah pertambangan. Penetapan wilayah pertambangan merupakan langkah menghindarkan tumpang-tindih izin pertambangan, menjaga kelestarian lingkungan, memelihara cadangan bahan tambang, dan mendongkrak pendapatan negara. "Kami tidak bisa memberi diskresi mengenai penerbitan izin khusus batuan," katanya.
Thamrin Sihite tahu betul lambannya penetapan wilayah pertambangan berimbas buruk pada proyek infrastruktur daerah. Namun ia tak bisa berbuat banyak selain berkirim surat dan konsultasi dengan DPR. Ia menyadari berurusan dengan parlemen tidak bisa secepat kilat. "Surat sudah dibikin, konsultasi ke DPR sudah tujuh kali, tapi belum ada hasilnya," katanya kepada Tempo.
Lantaran didesak terus-menerus, Thamrin berencana mengajak pejabat pertambangan daerah berkonsultasi dengan Komisi Energi pada masa sidang DPR, yang baru dimulai Senin, 7 Januari. "Saya akan minta Komisi Energi menerima mereka."
Dituding mengulur penetapan wilayah pertambangan, Sutan Bhatoegana, Ketua Komisi Energi DPR, menyerang balik. Menurut dia, lambannya penetapan wilayah pertambangan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. "Kami tunggu usul Kementerian ESDM," katanya.
Politikus Partai Demokrat itu sepakat perlu ada pertemuan khusus untuk membahas penambangan jenis bukan logam dan batuan. Namun Dewan menolak jika harus mengundang pegawai daerah. "Cukup Kementerian saja."
Satya Widya Yudha, anggota Komisi Energi, menampik mandeknya proyek infrastruktur daerah sebagai imbas dari tidak antisipatifnya Dewan saat menelurkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 yang mengatur moratorium. Ia membantah gagasan moratorium hanya menyasar pertambangan batu bara dan logam. "Kita tidak boleh membedakan jenis bahan tambang," katanya.
Politikus Partai Golkar itu mengakui lambannya penetapan wilayah pertambangan memicu kegegeran di daerah. Namun, lagi-lagi, Dewan punya alasan. "Jadwal kerja Komisi sangat padat," katanya.
Akbar Tri Kurniawan, Bernadette Christina (Jakarta), Ahmad Fikri (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo