Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
FADLI nyaris melompat dengan kepalan siap melayang. Dari balik topeng tampak matanya nyalang. Dia gusar, merasa perhatiannya pada keluarga tidak diimbangi sang istri, Eliana, yang sibuk dengan perusahaannya. Di seberang, Eliana menantang. Dia menuduh Fadli seperti parasit, tidak pernah berupaya meningkatkan kondisi ekonomi keluarga.
Pasangan suami-istri itu didampingi orang tua masing-masing, yang membela anak-anak mereka. Cekcok suami-istri itu sebentar lagi pasti berujung pada pertengkaran hebat, bahkan meluas menjadi perselisihan dua keluarga. Tapi tenang, adegan ini ”cuma” di televisi. Tajuknya reality show, bukan sinetron. Karena itu, alur adegan tetap terkendali: tidak bakal ada pertengkaran hebat, sebentar klimaks, dan segera mereda.
Pertengkaran Fadli dan Eliana itu cukilan dari tayangan reality show di RCTI, Masihkah Kau Mencintaiku, Rabu malam pekan lalu. Seperti pada episode sebelumnya, adegan pertengkaran menjadi trademark acara tersebut. ”Komunikasinya belum nyambung,” komentar Helmi Yahya, sang pembawa acara. Helmi dan pembawa acara lainnya, Dian Nitami, kemudian menjembatani komunikasi pasangan itu.
”Konseling” juga diberikan psikolog dan penasihat oleh artis senior, Rae Sita Supit. Hanya dalam dua jam—sesuai dengan durasi tayangan—pertengkaran pasangan suami-istri itu selesai. Keduanya berpelukan dan berjanji akan memperbaiki perilaku masing-masing demi membina rumah tangga yang lebih baik.
Begitulah. Banyak ”keajaiban” dalam reality show di layar kaca. Pada Masihkah Kau Mencintaiku, keajaiban tak hanya terlihat dari proses rujuk instan pasangan cekcok, juga bagaimana pemanggungan pasangan yang sudah di ujung perceraian itu. Rasanya sulit diterima akal umum, ada pasangan yang tengah bertengkar bersedia dipertontonkan di televisi, ditatap mata jutaan pemirsa. Ada topeng yang menutupi wajah mereka, memang. Belum lagi, penonton di studio sesekali menyoraki jagoannya masing-masing, entah pihak suami entah si istri.
Reality show semacam yang menayangkan pertengkaran suami-istri itu ditayangkan juga di stasiun televisi lain. TPI punya Curhat dengan pemandu acara Anjasmara, yang tayang sepekan sekali. Hampir sama, tapi di sini kadang ada bumbu sedikit bentrokan fisik, dan pembawa acara—aktor yang suami artis Dian Nitami—kadang ikut emosional saat melerai. Acara ini pun memiliki keajaiban yang hampir sama: masalah muncul, klimaks pertengkaran, dan rujuk. Seperti pola sinetron.
Yang jelas, dua program tadi menjaring pemirsa. Survei lembaga pemeringkat AGB Nielsen Media Research menunjukkan, selama periode Juli-Agustus 2009, Masihkah Kau Mencintaiku mencatatkan rating 2,5 persen dengan share 17,7 persen. Artinya, penontonnya rata-rata 520 ribu orang. Curhat dengan Anjasmara lebih rendah, yakni rating 1,9 persen dengan share 10,00 persen dan rata-rata penontonnya 407 ribu orang.
Soal apakah reality show itu benar-benar pertunjukan dari realitas kehidupan sebenarnya atau ada rekayasa, tampaknya tidak lagi dipusingkan, baik oleh pengelola stasiun televisi maupun penonton. Bagi pengelola televisi, yang penting program ditonton banyak pemirsa. Bagi penonton televisi, tontonan itu seru dan menghibur.
Meski dibumbui banyak ”keajaiban”, reality show secara umum masih diminati. Pengelola televisi pun terus menayangkannya, juga saat Ramadan tahun ini. Bahkan di bulan puasa ini beberapa meluncurkan program baru disesuaikan dengan semangat Ramadan. SCTV, misalnya, mengeluarkan Jangan Menyerah, yang dipandu ustad muda Yusuf Mansyur. Ada juga program lama yang dikemas khusus untuk edisi Ramadan, seperti Jika Aku Menjadi spesial Ramadan yang ditayangkan Trans TV.
Program reality show lama edisi khusus di bulan puasa itu cukup berhasil juga membetot perhatian pemirsa. Jika Aku Menjadi spesial Ramadan meraih rating 4,2 persen dengan share 20,7 persen. Rata-rata penontonnya 880 ribu orang. Demikian juga dengan Tangan di Atas spesial Ramadan, ditayangkan stasiun televisi yang sama. Kedua program itu berhasil menembus 10 besar reality show dengan rating tertinggi.
Di daftar 10 besar, reality show Trans TV mendominasi. Hanya dua dari televisi lain, yakni Take Him/Me Out di Indosiar—program reality show baru soal pencarian jodoh. Program dengan rating tertinggi masih Termehek-mehek, yakni reality show yang mengetengahkan proses pencarian orang hilang. Program ini juga tidak haram rekayasa, misal dramatisasi pencarian. Termehek-mehek meraup rating 7,5 persen dan share 27,1 persen, penontonnya mencapai 1,6 juta orang.
Rata-rata tingkat kepemirsaan 10 besar reality show itu: rating sekitar 5 persen dan share 21 persen. ”Ramadan tahun lalu, reality show memang slowdown,” kata Communications Executive AGB Nielsen Media Research Andini Wijendaru. Tapi itu pun pencapaiannya masih cukup tinggi.
Performa yang tinggi itu tentu berbanding lurus dengan pendapatan iklan. ”Harga tergantung audience share,” kata Hadiansyah Lubis, Kepala Departemen Marketing dan Public Relations Trans TV. Dia mencontohkan, saat ini untuk program Termehek-mehek, tarif iklan dibanderol hingga Rp 38 juta per 30 detik. Dari satu jam durasi program itu, 15 menit didedikasikan untuk slot iklan. Bisa dihitung perolehannya.
Hadiansyah menekankan, pihaknya terus memancang target inovasi menghasilkan program-program baru untuk mengedukasi penonton. Sebab, disadari setiap program, termasuk reality show ini, bakal menjumpai masa jenuh. ”Kalau berhenti berkreasi, berhenti TV-nya,” katanya.
Tapi kepemirsaan yang tinggi atas reality show itu tidak menjamin penilaian soal kualitasnya. Termehek-mehek, yang berada di puncak kepemirsaan reality show, ternyata masuk daftar enam program terburuk di mata pemirsa. Ini menurut hasil survei peringkat kualitatif publik versi Yayasan Sains, Estetika, dan Teknologi, Juni 2009.
Selain Termehek-mehek, reality show lain yang juga masuk daftar program terburuk adalah Curhat dengan Anjasmara. Selebihnya adalah program lain, yakni Suami-suami Takut Istri (Trans TV), Muslimah (Indosiar), Inayah (Indosiar), dan Ronaldowati 2 (TPI).
Program yang dinilai terbaik versi SET umumnya didominasi acara berita. Survei menempatkan Kick Andy (Metro TV) sebagai program terbaik. Selanjutnya berturut-turut Apa Kabar Indonesia Malam (TVOne), Liputan 6 Petang (SCTV), Seputar Indonesia (RCTI), dan Bocah Petualang (Trans 7).
Tapi survei SET juga menunjukkan bahwa reality show memiliki sisi positif. Dari program yang dinilai paling meningkatkan empati sosial, empat di antaranya program reality show, yakni Jika Aku Menjadi (Trans TV), Minta Tolong (RCTI), Bedah Rumah (RCTI), dan Tukar Nasib (SCTV). Semuanya bertema solidaritas pada kehidupan kaum papa.
Bagi Gerakan Menuntut Tontonan Televisi Positif, reality show harus memiliki sisi positif seperti itu. ”Selebihnya harus memperhatikan etika,” kata Cacuk Wibisono, salah satu penggiat gerakan. Gerakan ini dimulai April lalu dan kini sudah beranggotakan 11 ribu orang, dengan kegiatan utama mengkampanyekan tontonan positif.
Reality show kerap menjadi sasaran tembak protes gerakan ini karena dinilai hanya mementingkan dramatisasi. ”Yang penting harus jujur, boleh dramatis asal tidak menimbulkan gejolak pada penonton,” kata Cacuk. Jika tidak memenuhi syarat itu, meski menguntungkan, ya harus digusur.
Harun Mahbub
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo