Saat mesin perang bergerak, industri mesin justru harus mengerem produksinya. Hal ini dikemukakan Alfred Inkiriwang, Presiden PT Texmaco Perkasa Engineering, pekan lalu, saat mengikuti International Exhibition of Textile Machinery di Singapura. Menurut dia, konflik antara Amerika Serikat dan Afganistan ikut memperlambat laju ekonomi negara-negara Asia. Sebelum pameran mesin tekstil pertama di Asia itu, Texmaco menargetkan mampu menjual sepuluh mesin tekstil setiap bulannya.
"Kini kami harus mengurangi target sekitar 30 persen," kata Alfred kepada Tempo. Selama ini, Cina menjadi negara target ekspor bagi mesin-mesin tekstil Texmaco. Namun, Alfred memperkirakan, jika perbankan Indonesia sudah mulai mengucurkan kredit, 90 persen mesin tekstil akan diserap industri dalam negeri. Texmaco sendiri saat ini hanya memakai 35 persen dari kapasitas produksinya.
Untuk menambalnya, mereka sedang merencanakan pembuatan mesin untuk industri rokok, yang relatif kebal terhadap krisis. Texmaco membidik sektor rokok karena sekitar 600 pabrik rokok di Indonesia masih meng-gunakan mesin impor. "Tutup mata saja, kita mampu menjual 25 persen lebih murah," kata Alfred.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini