BEBERAPA ahli ekonomi meramalkan, tahun 1992 merupakan tahun suram, tegang dan banyak bank bergelimpangan. Tapi dalam proyeksi Dirut PT Timah, Ir. Kuntoro Mangkusubroto, tahun 1992 adalah tahun kebangkitan bagi BUMN yang dipimpinnya. Setelah dilanda ujian berat yang masih terus berlangsung sampai kini -- gara-gara harga timah jatuh -- PT Timah melakukan konsolidasi terus-menerus, meningkatkan efisiensi dan etos kerja. Yang juga penting, menyusutkan jumlah karyawan secara bertahap dari 24.000 menjadi 11.000 orang sampai 1996. Bersamaan dengan itu, tercakup biaya sosial lainnya yang total mencapai Rp 113 milyar. PT Timah memang pernah mengalami masa jaya, tapi kini harus berbenah diri atau restrukturisasi. PT Timah, misalnya, mengalihkan pengerukan timah dari darat, yang sumbernya hampir habis, ke laut. Untuk itu, diperlukan kapal-kapal keruk, yang tahun ini dianggarkan Rp 80 milyar. Selain itu, PT Timah masih berutang pada beberapa bank pemerintah dan Yayasan Dana Pensiun PT Timah sekitar Rp 120 milyar. Di luar ini, masih diperlukan lagi biaya rekonstruksi. Menghadapi pasar timah yang lesu, PT Timah, yang merugi Rp 20 milyar pada 1990, diperkirakan akan rugi lagi Rp 9 milyar pada 1991. Perkiraan ini ternyata meleset, karena adanya efisiensi, disiplin, dan penghematan. Harga timah memang kini tetap saja turun -- terakhir US$ 5.400 per ton -- tapi PT Timah bukannya merugi, malah bisa mencapai impas alias tidak rugi. Satu permulaan yang baik, khususnya untuk memasuki tahun 1992, yang dalam analisa Kuntoro bisa membawa keuntungan bagi PT Timah sebesar Rp 3 milyar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini