Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Transmisi Kenaikan Suku Bunga Acuan Bank Indonesia Umumnya Perlu Waktu 3 Bulan

Surya Indrastomo mengatakan, kenaikan suku bungan acuan Bank Indonesia sebesar 25 basis poin menjadi 3,75 persen tidak akan langsung direspons perbankan

25 Agustus 2022 | 11.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aktivitas pelayanan penukaran mata uang asing di kawasan Kwitang, Jakarta, Selasa, 4 Agustus 2020. Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup berbalik menguat 5 poin atau 0,03 persen ke level Rp14.625 per dolar AS pada Selasa (4/8) sore. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Ekonom PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Banjaran Surya Indrastomo mengatakan, kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia sebesar 25 basis poin menjadi 3,75 persen tidak akan langsung direspons perbankan menaikkan suku bunga pinjaman atau simpanannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Banjaran, biasanya respons kenaikan suku bunga acuan itu memiliki waktu jeda selama 3 bulan. Meskipun, kenaikan suku bunga acuan itu langkah proaktif BI mengantisipasi persoalan inflasi hingga agresifitas bank sentral negara maju dalam menaikkan suku bunga acuan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Ahead the curve dan aktif antisipatif, menandai perubahan pendekatan Bank Indonesia untuk lebih proaktif dan protektif. Biasanya transmisi ke suku bunga bank itu ada lag 3 sekitar bulan,” kata Banjaran melalui keterangan tertulis, Kamis, 25 Agustus 2022.

Banjaran menilai kenaikan BI 7 Days Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada Rabu, 23 Agustus 2022 itu adalah langkah yang di luar ekspektasi pelaku pasar keuangan.

Dia berpendapat, kebijakan itu memang perlu diambil oleh bank sentral untuk merespons kondisi ekonomi terkini di tataran global maupun tingkat nasional. Terutama kemungkinan agresivitas bank sentral Amerika Serikat, harga komoditas yang menujukkan tren penurunan, dan paling penting rencana terbaru pemerintah untuk mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM).

Oleh sebab itu, Banjaran meyakini, tren pertumbuhan ekonomi indonesia yang saat ini masih terus menggeliat setelah terdampak Pandemi Covid-19 ke depannya tidak akan terganggu betul dengan kebijakan suku bunga acuan BI ini. Apalagi, bank syariah kata dia akan masih aktif pertumbuhan pembiayaan di atas rata-rata perbankan nasional.

Sampai dengan kuartal II - 2022 pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah mencapai 14,09 persen secara tahunan. Nominal pembiayaan perbankan syariah nasional mencapai Rp 462,34 triliun hingga akhir kuartal II - 2022. Sedangkan secara kuartalan tumbuh 6,43 persen dari Rp434,39 triliun pada kuartal sebelumnya.

Adapun, perbankan konvensional pada kuartal II - 2022 kata dia tumbuhnya hanya sebesar 10,37 persen secara tahunan menjadi Rp5.851 triliun dan secara kuartalan mencapai 5,19 persendari Rp5.562 triliun pada kuartal sebelumnya. Industri perbankan nasional tumbuh 5,28 persen secara kuartalan dari Rp5.997 dari kuartal sebelumnya.

Karena dukungan pembiayaan itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II - 2022 mencapai 5,44 persen secara tahunan atau year on year (yoy). jauh membaik dari posisi kuartal II - 2020 yang terkoreksi 5,32 persen dan naik pesat dari kuartal I - 2022 di level 5,01 persen.

Banjaran menjelaskan kinerja pertumbuhan ekonomi itu masih ditopang oleh durian runtuh atau windfall profit komoditas ekspor utama dan mobilitas masyarakat yang kembali seperti sebelum pandemi. 

Selain itu, sektor manufaktur konsisten ekspansif juga diikuti segmen Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UKM). Kondisi ini menopang peningkatan permintaan yang diiringi naiknya konsumsi dari kelas pekerja. 

Imbasnya, pertumbuhan total kredit industri perbankan nasional kata dia naik dua digit ke level 10,66 persen menjadi Rp 6.313 triliun pada Juni 2022. Angka ini melampaui estimasi awal di kisaran 6 - 8 persen. 

Pertumbuhan kredit ini terjadi di tengah pengetatan likuiditas. Walaupun begitu, kata Banjaran, Capital Adequacy Ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal perbankan berada di atas ambang batas, menunjukkan stabilitas sektor keuangan yang kuat.

“Di tengah geliat perekonomian, perbankan syariah memainkan peran aktif melalui pertumbuhan penyaluran pembiayaan yang di atas rata-rata industri perbankan nasional," ucap dia.

Menurut Banjaran, sejalan dengan perbaikan ekonomi itu, BSI tumbuh signifikan di sektor konsumer. Karena sektor tersebut sudah menjadi pusat pertumbuhan BSI selama pandemi. 

“Diikuti dengan sektor wholesale yang tumbuh seiring dengan rebound korporasi merespon demand yang pulih. Setali tiga uang, sektor mikro juga menunjukkan perkembangan pesat merespon momentum recovery,” kata dia.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus