Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tiga hari sejak dibuka, jalur travel bubble dari Singapura ke Batam dan Bintan masih nihil peminat.
Syarat visa kedatangan ditengarai membuat wisatawan asing belum tertarik memanfaatkan jalur travel bubble.
Meski memakai skema travel bubble, sejumlah syarat dan protokol kesehatan tetap diberlakukan secara ketat.
JAKARTA – Pembukaan jalur perjalanan bebas Covid-19 atau travel bubble dari Singapura ke Batam dan Bintan masih sepi peminat. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Wan Rudi, mengatakan calon pengunjung masih terbebani oleh aturan wajib visa yang ditetapkan pemerintah Indonesia. "Jika belum ada pengubahan aturan, sepertinya belum akan ada yang masuk," ucapnya kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini, Wan Rudi menambahkan, kewajiban visa tersebut masih dibahas ulang oleh pemerintah pusat. "Sepertinya, mereka (wisatawan) masih menunggu keputusan Kementerian Hukum dan HAM mengenai visa kedatangan (visa on arrival). Semoga dalam satu-dua hari ke depan sudah jelas."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jalur pelesir khusus dari Singapura tersebut resmi dibuka pada Senin lalu, menyusul terbitnya Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 3 Tahun 2022, yang mengatur ihwal mekanisme perjalanannya. Sebelumnya, Indonesia juga membuka travel bubble Singapura-Jakarta lewat jalur penerbangan pada November 2021.
Warga negara asing (WNA) asal Singapura berjalan keluar pintu kedatangan di Pelabuhan Internasional Batam Centre, Batam, Kepulauan Riau, 19 Maret 2021. ANTARA/Teguh Prihatna
Dalam skema travel bubble Singapura-Batam dan Singapura-Bintan, pengunjung asing hanya bisa menjangkau Batam dan Bintan melalui Terminal Feri Internasional Nongsapura Sensasional di Batam, serta Terminal Feri Bandar Bintan Telani yang terhubung ke Lagoi Resort, Kabupaten Bintan.
Menurut Wan Rudi, otoritas Bintan menargetkan kunjungan 500 turis asal Singapura per hari melalui empat jadwal kapal penyeberangan. Meski tanpa karantina pribadi, travel bubble ini masih memberlakukan karantina wilayah. Di Lagoi, contohnya, kunjungan pelancong yang datang lewat program tersebut hanya terbatas di area wisata seluas 25 ribu hektare.
Kepala Dinas Pariwisata Kepulauan Riau, Buralimar, pun membenarkan bahwa beberapa kewajiban dalam skema travel bubble Singapura-Bintan masih akan dilengkapi. "Teknisnya masih dibahas," kata dia, kemarin.
Dalam surat edaran mengenai travel bubble tersebut, Satgas Covid-19 tak hanya mewajibkan kepemilikan visa. Pelancong asal Singapura harus kembali mengikuti tes polymerase chain reaction (PCR) saat tiba di Batam ataupun Lagoi, meskipun mereka sudah mengantongi bukti negatif tes tersebut saat berangkat. Hasil tes PCR yang diambil di pelabuhan feri itu pun hanya berlaku tiga hari.
Sekretaris Umum Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo), Pauline Suharno, turut menunggu penjelasan yang lebih teknis dari pemerintah mengenai kerja sama Indonesia-Singapura itu. Dia optimistis minat kunjungan warga Singapura ke Batam dan Bintan masih sangat tinggi.
Pada masa normal sebelum pandemi, kedua kawasan itu kerap menjadi target wisata jangka pendek penduduk Negeri Singa. "Tapi sekarang travel agent harus menyesuaikan jenis paket produk wisata yang akan ditawarkan karena ruang gerak turis terbatas," ujar Pauline.
Koordinator tim pakar dan juru bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, sebelumnya menyebutkan pintu wisata ke Batam dan Bintan dibuka untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional. Dia memastikan protokol kesehatan para peserta travel bubble yang berisiko terpapar Covid-19 akan diawasi secara ketat. Bahkan ada pembatasan interaksi antara kelompok peserta dan masyarakat umum untuk meminimalkan risiko persebaran virus.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan kontribusi wisatawan asal Singapura terhadap volume kunjungan turis asing ke Indonesia pada masa normal mencapai 14 persen. Namun kondisi permintaan berubah akibat pagebluk. "Karena wisata adalah bisnis trust," ujarnya. "Pemerintah harus membuat mereka (pelancong) percaya bahwa pergi ke Indonesia sudah aman."
Adapun pengamat pariwisata dari Tourism Management Chung Hua Univesity di Taiwan, Siska Mandalia, menyebutkan peminat wisata melalui skema travel bubble masih akan minim karena tren penghematan selama pandemi. "Orang belum siap untuk spend money dalam jumlah yang sangat besar untuk sekadar travelling, kecuali punya urusan lain seperti bisnis."
YOGI EKA SAHPUTRA | TIKA AYU | YOHANES PASKALIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo