Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tren Ekspor Kian Positif 

Pemulihan ekspor di masa pandemi Covid-19 ditopang sektor komoditas dan manufaktur.

18 November 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 22 September 2020. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Meski pandemi Covid-19 belum berakhir, kinerja ekspor nasional semakin baik. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan ekspor pada Oktober mencapai US$ 14,39 miliar atau tercatat sebagai rekor tertinggi sepanjang tahun ini. Adapun impor mencapai US$ 10,78 miliar, sehingga neraca perdagangan mengalami surplus US$ 3,61 miliar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Juru bicara Kementerian Perdagangan, Fithra Faisal Hastiadi, mengatakan ekspor ditopang oleh mulai pulihnya industri. Dia merujuk pada indikator purchasing managers' index (PMI) manufaktur yang berada di atas 50 atau level ekspansi. "Industri membaik karena ada intervensi non-fiskal dari pemerintah berupa keringanan syarat impor bahan baku dan barang modal," kata dia, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dari faktor eksternal, kata Fithra, kenaikan ekspor terjadi karena aktivitas ekonomi sejumlah negara yang mulai pulih. Dia mencontohkan Amerika Serikat dan Uni Eropa yang mencari pasokan bahan baku dari Asia Tenggara. "Ekspor naik, salah satunya, karena permintaan minyak sawit mentah, mesin, elektronik, dan alas kaki. Kita mulai bergeser dari ekspor komoditas ke produk industri," ujar dia.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional, Shinta Widjaja Kamdani, mengatakan ekspor bakal terdorong oleh pergantian pemerintahan di Amerika. "Ini akan menyebabkan kenaikan permintaan dan membaiknya harga bahan mentah," ucapnya.

Meskipun begitu, Shinta mengatakan, risiko ekonomi global masih relatif tinggi. Menurut dia, selama ekspor Indonesia masih mengandalkan komoditas dan belum ada diversifikasi produk yang bernilai tambah, kinerja ekspor nasional akan terombang-ambing. "Kita sudah harus mendiversifikasi produk ekspor dengan meningkatkan ekspor produk non-komoditas, khususnya produk manufaktur yang bernilai tambah," ujar Shinta.

Menurut Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Onny Widjanarko, surplus neraca perdagangan bisa menjaga ketahanan eksternal perekonomian Indonesia. Dia mengatakan Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah untuk meningkatkan ketahanan eksternal, termasuk neraca perdagangan. "Perkembangan ini dipengaruhi oleh peningkatan ekspor nonmigas, terutama pada komoditas lemak dan minyak hewan atau nabati, bahan bakar mineral, serta alas kaki," kata Onny.

Ekonom dan Staf Ahli Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ryan Kiryanto, berujar bahwa permintaan ekspor dari Indonesia masih relatif stabil karena negara-negara mitra importir sudah membuka perekonomiannya, terutama Cina, Amerika Serikat, dan Jepang. Sejak Mei hingga Oktober terjadi surplus secara beruntun. "Yang berarti perekonomian Indonesia sedang dalam fase survivalitas (bertahan) di triwulan III, dan sekarang di triwulan IV beranjak ke fase pemulihan atau recovery menuju normalisasi ekonomi," ujar dia.

 

LARISSA HUDA


Tren Ekspor Kian Positif 


Industri Belum Pulih

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penurunan impor bahan baku dan barang modal pada Oktober, jika dibanding pada bulan sebelumnya. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani, mengatakan kondisi ini berlangsung sepanjang tahun dan menunjukkan bahwa industri belum pulih. "Tertahan karena ketidakpastian ekonomi global," ujar dia, kemarin.

Impor bahan baku mencapai US$ 7,9 miliar atau turun 5,0 persen, sementara impor barang modal sebesar US$ 1,85 miliar atau turun 13,33 persen dibanding pada bulan sebelumnya.
Shinta berujar, Indonesia juga tengah menghadapi resesi teknikal yang semakin menahan aktivitas manufaktur. Meski begitu, dia optimis kinerja ekonomi nasional akan tetap positif hingga akhir tahun. "Semoga saja tidak ada kendala yang mengganggu upaya pengendalian pandemi dan perbaikan usaha," kata dia.

Ekonom sekaligus Staf Ahli Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ryan Kiryanto, menuturkan anjloknya impor mesin, perlengkapan elektronika, barang konsumsi, dan bahan baku mengindikasikan bahwa industri manufaktur melemah karena pandemi Covid-19. Namun, kata dia, surplus neraca perdagangan pada triwulan III menandakan perekonomian dalam fase bertahan. "Pada triwulan IV beranjak ke fase pemulihan."

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian, Iskandar Simorangkir, menuturkan impor bahan baku dan barang modal sempat positif pada September lalu. "Barang modal tidak setiap bulan dibutuhkan. Perlu dicermati data dua hingga tiga bulan ke depan untuk melihat apakah industri sudah mulai normal," ujar Iskandar.

Juru bicara Kementerian Perdagangan, Fithra Faisal Hastiadi, memperkirakan impor bahan baku atau penolong atau modal bisa kembali naik pada November atau Desember. "Karena inventori yang mulai menipis," kata dia.

 

LARISSA HUDA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus