Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Anjlok Sesaat, Melonjak Kemudian

Harga saham BSI mulai rebound setelah anjlok akibat isu kebocoran data pada awal pekan lalu. Kinerja fundamentalnya masih kuat.

22 Mei 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Harga saham BSI kembali menanjak setelah sempat mengalami ARB pada awal pekan lalu.

  • Investor diklaim masih percaya pada kinerja fundamental BSI.

  • BSI diminta membenahi persoalan sistem teknologi yang membuat nasabah khawatir.

JAKARTA – Harga saham Bank Syariah Indonesia (BSI) mulai membaik setelah pada awal pekan lalu anjlok bertubi-tubi. Pada perdagangan Jumat, 19 Mei 2023, saham perusahaan dengan kode emiten BRIS itu diperdagangkan 13.030 kali dengan tren harga menanjak. Walhasil, harga saham bank syariah terbesar di Indonesia itu terkerek 110 poin atau sekitar 6,88 persen ke Rp 1.710 per saham pada akhir periode perdagangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, harga saham BRIS mulai anjlok sejak Senin, 15 Mei lalu, bersamaan dengan mencuatnya kabar pembobolan sistem perbankan BSI dan kebocoran data nasabah oleh kelompok peretas asal Rusia, LockBit. Kala itu, harga BRIS turun 90 poin atau 4,97 persen ke harga Rp 1.720 per saham. Harga makin anjlok dan mengalami auto-rejection bawah (ARB) pada Selasa, 16 Mei lalu. Aksi jual besar-besaran menyebabkan harga saham BSI terperosok ke Rp 1.600 per saham. Sehari setelahnya, harga saham BRIS tetap bertahan di Rp 1.600 per saham sampai penutupan perdagangan. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebagai informasi, drama pembocoran data nasabah ini merupakan peristiwa lanjutan setelah lumpuh totalnya sistem layanan perbankan BSI selama empat hari sejak 8 Mei lalu, yang diduga akibat serangan ransomware. LockBit, yang mengaku bertanggung jawab atas serangan siber tersebut, meminta tebusan sebesar US$ 20 juta. Belakangan, lantaran manajemen BSI tidak memenuhi tuntutan tebusan itu, LockBit akhirnya mengunggah seluruh data yang diklaim berisi data pribadi nasabah BSI di situs gelap. Data yang bocor tersebut diduga berasal dari akun internal milik pegawai bank.

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta, mengatakan anjloknya harga saham BRIS sangat berkaitan dengan sentimen pembobolan data pribadi nasabah dan data bisnis lainnya milik perseroan. Musababnya, ketika ada gangguan sistem sejak 8 Mei lalu, sentimen negatif terhadap pergerakan harga saham BRIS tidak terlalu deras lantaran investor melihat perseroan bisa membenahi gangguan sistem tersebut. 

Selain itu, sebelum adanya gonjang-ganjing persoalan sistem tersebut, saham BRIS sedang bergerak positif atau mengalami uptrend, yang ditopang kinerja keuangan perusahaan. "Tapi, semenjak terjadinya pembobolan data pribadi nasabah dan data bisnis lainnya, terjadi panic selling sehingga (sahamnya) mengalami ARB," ujar Nafan kepada Tempo, akhir pekan lalu. Pada akhir perdagangan pekan lalu, pergerakan harga saham BRIS mulai bangkit. "Sekarang mulai terjadi sideways dari uptrend."

Aplikasi mobile banking Bank Syariah Indonesia (BSI) di Bogor, 18 Mei 2023. TEMPO/Bintari Rahmanita

Untuk bisa kembali ke jalur menanjak, kata Nafan, BRIS harus terus meningkatkan performa laporan keuangannya. Caranya, terus meningkatkan dana pihak ketiga, memperdalam penetrasi pasar syariah di Tanah Air, hingga meningkatkan pendapatan dari komisi layanan haji dan umrah. Potensi BRIS untuk meningkatkan kinerjanya masih besar lantaran, menurut dia, mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim sehingga pasarnya pun sangat jumbo. 

Di samping itu, layanan syariah pun cenderung dilirik, bahkan oleh nasabah non-muslim karena relatif menguntungkan dan adil. "Kalau performa terus bagus, BRIS akan mengalami banyak aliran modal dari investor domestik dan internasional."

Pemerhati pasar modal dan pendiri Traderindo.com, Wahyu Tri Laksono, mengatakan jatuhnya harga BRIS tak hanya disebabkan oleh isu kebocoran data. Pasalnya, secara teknikal, saham BSI juga dalam beberapa waktu belakangan sedang banyak diborong investor alias overbought. Karena itu, BRIS terus mengalami tren kenaikan pada saat indeks harga saham gabungan dan berbagai emiten melemah. 

Secara kinerja keuangan, perusahaan hasil merger tiga bank syariah pelat merah itu terus mengalami kenaikan laba bersih. Pada kuartal I 2023, perseroan mencatatkan laba bersih sekitar Rp 1,46 triliun atau melesat lebih dari 47 persen dibanding pada periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 987 miliar. Aset dan dana perusahaan juga tercatat tumbuh lebih dari 10 persen. Pada saat yang sama, pembiayaan tercatat tumbuh 20,15 persen, dana pihak ketiga tumbuh 12,88 persen, dan tingkat kredit macet bersih hanya sekitar 0,54 persen.

"Dengan hasil tersebut, pergerakan saham BSI terbilang impresif sepanjang tahun ini. Artinya, pasar yakin perseroan mampu terus menunjukkan kinerja yang baik," kata Wahyu. Karena itu, tak mengherankan harga saham BRIS melesat lebih dari 40 persen sepanjang tahun ini dan pelemahan 25 persen pada 2022 dapat berbalik. Investor asing pun, tutur dia, cukup getol memburu saham BSI dengan aksi beli bersih sebesar Rp 1,2 triliun sepanjang tahun ini. 

 
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori, Arjun Ajwani, mengatakan BRIS secara fundamental dan valuasi masih terlihat cukup menarik. "Berdasarkan price-earnings ratio dan price-to-book value rata-rata emiten di sektor perbankan, BRIS bisa dibilang lumayan undervalued," kata Arjun. Ia menuturkan lonjakan laba bersih emiten membuat kinerja fundamental saham tersebut cukup kuat. 

Dengan fundamental BSI yang kuat, ia yakin sentimen negatif dari serangan siber terhadap sistem perseroan hanya terjadi sementara. Karena itu, pada perdagangan Jumat lalu, pergerakan saham BSI sudah memantul tinggi dari tren negatif pada awal pekan. Hal ini, menurut Arjun, menjadi sinyal positif bagi investor: pasar masih percaya pada fundamental dan prospek bank syariah tersebut.  

Peneliti senior Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Universitas Indonesia, Tika Arundina, setuju bahwa BSI adalah salah satu perusahaan dengan kinerja fundamental terbaik di industri perbankan. Namun masalah ketidakstabilan dan kurang amannya sistem informatika perusahaan menjadi perkara yang harus segera dibenahi karena akan berdampak terhadap kepercayaan nasabah pada pelayanan perseroan dan perbankan syariah secara umum. "Kami percaya industri perbankan syariah tetap berpotensi untuk berkembang, seiring dengan perkembangan industri halal di Tanah Air yang menciptakan peluang demand pada sektor finansial syariah," ujar dia.

CAESAR AKBAR | GHOIDA RAHMAH

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus