Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mengincar Pasar dari Industri Perfilman

Sejumlah perusahaan mengembangkan kawasan industri kreatif. Mengincar para pelaku industri perfilman.

15 Juli 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno (tengah) saat acara peresmian kawasan Jababeka Movieland di Cikarang, Jawa Barat, 8 Juli 2023. Dok Kemenparekraf

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • PT Kawasan Industri Jababeka meresmikan Jababeka Movieland di Cikarang.

  • Perusahaan pengembang properti menyediakan fasilitas terintegrasi untuk produksi film.

  • Beberapa kawasan ekonomi kreatif terintegrasi dengan kawasan ekonomi khusus (KEK).

JAKARTA – Sejumlah pengelola kawasan industri dan ekonomi khusus mencoba menangkap peluang dari industri perfilman dengan mengembangkan kawasan penunjang perfilman. Fasilitas produksi film di luar ruangan tersebut dianggap sebagai lini bisnis yang potensial. Salah satu proyek yang baru diluncurkan adalah Jababeka Movieland garapan PT Kawasan Industri Jababeka Tbk.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jababeka Movieland menempati lahan seluas 35 hektare di Cikarang, Jawa Barat. Kawasan ini diinisiasi sejak Agustus 2008, tapi peresmiannya baru dilakukan pada 8 Juli 2023. Sekretaris Perusahaan Jababeka, Muljadi Suganda, mengatakan bahwa kawasan ini menjadi pusat pelayanan satu pintu bagi para sineas dan rumah produksi (PH), baik lokal maupun asing. “Kami siapkan sebagai episentrum pariwisata dan ekonomi kreatif yang menggunakan film sebagai medium,” ujarnya kepada Tempo, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Proyek yang dirancang menyerupai pusat studio film milik Universal Studios di California, Amerika Serikat, itu menelan biaya investasi hingga US$ 3,5 miliar. Menurut Muljadi, angka itu sudah mewakili nilai tambah yang bisa didapat perusahaan dari penyewa (tenant) maupun investor di bidang ekonomi kreatif. Jababeka, yang berkode saham KIJA, berharap bisa menyerap US$ 100 juta dari pengoperasian 1 hektare kawasan tersebut.

Di sela peresmian pada pekan lalu, manajemen Kawasan Industri Jababeka juga menyepakati nota kesepahaman dengan Badan Perfilman Indonesia (BPI) dan PFN (Perum Produksi Film Negara), serta beberapa asosiasi profesi perfilman. Kemitraan dengan BPI menyangkut pembuatan ekosistem dan pembentukan komite di Jababeka Movieland. Sedangkan MoU dengan PFN berisi penyediaan fasilitas dan dorongan investasi ke kluster baru milik Jababeka tersebut.

Nongsa Digital Park, Batam. Tempo/Ijar karim

Muljadi menjamin fasilitas kawasan ini bisa menjalani tahap praproduksi, produksi, hingga pascaproduksi film. Perusahaan mendesain zona produksi untuk shooting dalam berbagai kondisi. Movieland tersebut juga dilengkapi dengan sarana ruang produksi di dalam dan luar studio, serta sisa lahan untuk kebutuhan kreatif sejenis. Terdapat set syuting berupa hotel, rumah, sekolah, persawahan, mal, rumah sakit, pusat kuliner, sampai lahan terbuka hijau.

Kantor untuk para sineas, dari produser, sutradara, penulis skenario, hingga tim penyokong produksi ditempatkan di zona administrasi. “Ada juga zona fasilitas produksi untuk penyimpanan dan pemeliharaan peralatan. Sedangkan zona pascaproduksi untuk urusan pengeditan, efek visual, desain suara, dan tata musik,” tutur dia.

Tim Jababeka bakal mempromosikan fasilitas baru ini di berbagai festival film dan produk kreatif. Muljadi optimistis Jababeka Movieland itu akan diminati pelaku industri film. Area dalam Movieland pun ditawarkan kepada pengembang properti. “Jababeka juga menjual lahan untuk bisnis kawasan, seperti theme park.”

Proyek Serupa di Daerah Lain

Dari Sumatera, proyek kawasan serupa juga dibangun di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Nongsa, Batam. Kawasan bernama Nongsa D-Town ini merupakan hub industri kreatif yang dirancang untuk menampung perusahaan studio animasi. Proyek ini digarap oleh kongsi Sinar Mas Land dan Grup Citramas. Saat ini di lokasi terdapat pusat produksi film Infinite Studios Batam yang terintegrasi dengan Infinite Framework Group, entitas Singapura milik taipan asal Indonesia, Kris Wilian—sekaligus pemilik Citramas.

Studio yang rampung pada 2013 itu digadang-gadang memiliki set film yang lengkap, termasuk dua soundstage atau ruangan produksi film yang nyaris selebar hanggar pesawat. Hingga artikel ini dimuat, pertanyaan Tempo kepada manajemen Sinar Mas Land mengenai fasilitas Nongsa D-Town belum disahut. Adapun Kepala Bagian Pengendalian Pembangunan dan Pengelolaan Sekretariat Jenderal Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus, Bambang Wijanarko, mengatakan bahwa Infinite Studios turut mendongkrak minat investasi bidang digital dan kreatif ke KEK Nongsa.

Menurut Bambang, KEK seluas 166,5 hektare itu juga dipakai untuk pusat pendidikan digital, perkantoran komersial berkonsep co-working space, serta pusat data. “KEK yang berkegiatan di bidang industri kreatif bisa memanfaatkan beberapa fasilitas,” ujarnya, kemarin. Menurut dia, wilayah ekonomi khusus mendapat kemudahan dari sisi perpajakan, kepabeanan, keimigrasian, ketenagakerjaan, pertanahan, perizinan berusaha, dan beberapa hal lainnya.

Mengingat industri perfilman lokal pun kerap melibatkan warga negara asing, kata dia, pemilik KEK bisa memanfaatkan fasilitas smart-card untuk verifikasi keimigrasian di KEK. Dengan satu kartu, mobilitas WNA ke KEK dipermudah karena tak perlu mengulang pengurusan visa atau dokumen sejenisnya. Fasilitas smart-card ini diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 13 Tahun 2022. “Untuk keperluan di Nongsa, fasilitas ini mendukung WNA yang bolak-balik dari Singapura ke Batam,” ucap Bambang.

Pemandangan di KEK Lido, 31 Maret 2023. Dok KEMENTERIAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF

Di Lido, Jawa Barat, dua anak perusahaan MNC Group, PT MNC Land Tbk dan PT MNC Digital Entertainment, juga sedang mengembangkan kawasan pendukung industri perfilman dan ekonomi kreatif. Kedua perusahaan itu berambisi mengubah lahan seluas 21 hektare menjadi kompleks studio film terlengkap di Asia Tenggara. Dalam rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) pada 16 Juni lalu, manajemen MNC Digital Entertainment menyatakan bahwa fasilitas produksi film dan konten digital itu baru akan diselesaikan sepenuhnya pada kuartal I 2024.

Kepala Center of Innovation and Digital Economy Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, mengatakan, fasilitas lengkap bukan jaminan untuk menarik minat sineas perfilman lokal. Pasalnya, para pelaku perfilman sudah bermitra dengan banyak rumah produksi dan penyedia set film yang lebih berpengalaman.

Pengembang kawasan studio film pun harus bersaing dengan tempat wisata yang kerap menjadi lokasi favorit syuting film lokal, seperti Yogyakarta dan Bali. “Proyek kawasan industri kreatif ini bisa berkembang kalau pengelolanya punya sesuatu yang berbeda,” kata dia, kemarin. Untuk menarik pasar di awal peluncuran, kata Nailul, para pengembang bisa sekaligus menjadi sponsor produksi film.

Pakar pariwisata dari Universitas Jenderal Soedirman, Chusmeru, juga menyarankan penetapan biaya sewa kawasan studio film yang kompetitif agar bisa menyaingi lokasi syuting di destinasi wisata. Dengan tarif yang terjangkau, kawasan semacam bisa saja dilirik oleh produser film asing.  “Perlu insentif biaya bagi para sineas.”

YOHANES PASKALIS

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus