Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Nasabah kaya dianggap lebih berminat pada instrumen investasi ketimbang menyimpan uang di bank.
Imbal hasil lebih besar dari instrumen seperti surat berharga negara menjadi daya tarik.
Jumlah investor retail dalam pasar SBN terus bertambah.
JAKARTA — Para nasabah kaya dianggap lebih menyukai menginvestasikan dana simpanan mereka ketimbang menyimpannya di bank. Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira Adhinegara mengungkapkan, alih-alih menyimpan dana dalam tabungan dan deposito berjangka perbankan, masyarakat di segmen tersebut bakal memilih produk investasi yang lebih agresif dengan imbalan hasil yang lebih tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu faktor penyebabnya, kata Bhima, adalah tren kenaikan suku bunga acuan yang terjadi secara global, khususnya suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (The Fed). “Deposan kakap mencari alternatif investasi yang memberikan return lebih tinggi. Kalau dibandingkan dengan bunga deposito bank yang tertinggi itu di kisaran 5,46 persen, sedangkan suku bunga The Fed 5,5 persen,” ujar Bhima kepada Tempo, kemarin, 1 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alternatif produk investasi yang tersedia pun beragam, dari saham hingga obligasi atau surat utang. Pasar saham kian diminati, terutama karena kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang tengah berada dalam tren positif. Dalam penutupan perdagangan pada Jumat, 29 September 2023, misalnya, Indeks berada di level 6.939,89 atau tumbuh 0,03 persen dibanding hari sebelumnya.
Warga membuka New IDX Mobile di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, 13 Juli 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Pasar surat berharga negara (SBN) juga menawarkan imbal hasil yang tak kalah menarik dan terus menguat. Saat ini, SBN tenor 10 tahun menawarkan imbal hasil 6,89 persen. Sedangkan SBN tenor 3 tahun berada di level 6,33 persen dan tenor 6 tahun di level 6,58 persen. “Pasar SBN banyak disukai karena risikonya relatif rendah tapi menawarkan return kompetitif,” kata Bhima.
Instrumen saham memang masih menjadi instrumen favorit investor retail domestik. Terlebih, hingga akhir tahun ini, IHSG diprediksi terus menguat. Senior Portfolio Manager Equity PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, Samuel Kesuma, mengatakan bahwa valuasi IHSG saat ini sangat menarik, dengan price earning ratio (PER) di bawah 13 kali. Tingkat itu lebih rendah daripada rata-rata perusahaan Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir yang memiliki PER 15 kali. “Banyak sektor yang membukukan pertumbuhan laba lebih baik daripada ekspektasi, contohnya sektor otomotif, telekomunikasi, dan energi,” ucap Samuel.
Hingga akhir 2023, IHSG diproyeksi dapat menembus level 7.700, berdasarkan asumsi tingkat PER di 14,3 kali. Rata-rata pertumbuhan laba emiten sepanjang tahun ini diperkirakan sebesar 6 persen. Menurut Samuel, faktor utama pendukung kinerja IHSG bakal berasal dari aktivitas industri dan produksi yang diprediksi lebih baik pada paruh kedua tahun ini.
Tingkat konsumsi masyarakat maupun pemerintah yang diyakini bakal kian moncer juga turut mempengaruhi kinerja indeks secara keseluruhan. “Pasar saham akan menjadi semakin atraktif bagi investor dengan horizon investasi jangka panjang, didukung tingkat valuasi indeks dan pertumbuhan profitabilitas perusahaan.”
Warga membuka informasi ORI 022 dalam situs www.kemenkeu.go.id. TEMPO/Nita Dian
Peminat SBN Meningkat
Sementara itu, pasar SBN kian digandrungi masyarakat dengan sederet keuntungan yang ditawarkan. Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kementerian Keuangan, Deni Ridwan, mengungkapkan bahwa investasi SBN Ritel dipastikan memberikan return lebih tinggi daripada tabungan atau deposito. Kisaran imbal hasil yang dibayarkan pemerintah berkisar 6-7 persen. “Investasi SBN membuat masyarakat ketagihan, apalagi bukan hanya investor besar, investor kecil juga bisa memiliki SBN Ritel dengan nilai pembelian mulai dari Rp 1 juta saja."
Penerbitan surat berharga terbaru yang dilakukan Kementerian Keuangan adalah Sukuk Ritel seri SR019 yang masa penawarannya berakhir pada 20 September lalu. Surat berharga syariah negara itu dilaporkan laris terjual dengan total nilai pemesanan mencapai Rp 25,3 triliun dalam 20 hari masa penawarannya.
SR019 menawarkan dua tenor dengan tingkat imbalan atau kupon tetap sebesar 5,95 persen per tahun untuk tenor 3 tahun dan 6,10 persen per tahun untuk tenor 5 tahun. Adapun capaian penjualan SR019 tercatat lebih tinggi dibanding seri SR sebelumnya, yaitu SR018 yang diterbitkan pada Maret 2023. Ketika itu, nilai pemesanannya mencapai Rp 21,49 triliun.
“Berdasarkan range nominal pemesanan, jumlah investor terbanyak berada pada kisaran Rp 5 juta hingga Rp 100 juta.” Adapun jumlah investor baru SR019 terhadap SBN Ritel mencapai 18.015 investor dengan total pemesanan Rp 4,25 triliun.
Setelah ini, pemerintah berencana menerbitkan Obligasi Negara Ritel (ORI) seri ORI024 pada 9 Oktober 2023. Deni menuturkan, pemerintah optimistis dengan seri ini yang menawarkan dua tenor, yaitu 3 tahun dan 6 tahun. Terlebih, suku bunga The Fed diproyeksikan turun dalam beberapa waktu ke depan, sehingga imbal hasil obligasi Indonesia juga akan menurun. “Saat ini adalah kesempatan untuk mendapatkan imbal hasil yang relatif masih tinggi untuk 3-6 tahun ke depan,” ucapnya.
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo