Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta -Berita trending ekonomi dan bisnis sepanjang Selasa, 13 Oktober 2020, dimulai dari ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri yang menganggap omnibus law UU Cipta Kerja berpotensi memperkuat sistem oligarki hingga berita tentang Serikat buruh tengah mempersiapkan opsi judicial review terhadap Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) khusus klaster ketenagakerjaan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Adapula berita soal mantan Menteri Keuangan Chatib Basri memperkirakan investasi swasta masih belum akan banyak bertumbuh di tahun 2021 dan kesan dipaksakannya UU Cipta Kerja lantaran naskahnya masih berubah-ubah setelah disahkan.
Berikut empat berita trending ekonomi dan bisnis sepanjang kemarin.
1. Omnibus Law, Faisal Basri: Negara Gandeng Pengusaha Mengarah ke Raksasa Zalim
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan Undang-undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) harus dilihat secara utuh substansinya dan tidak bisa hanya dilihat secara parsial pada pasal yang baik atau yang buruk saja. Menurut dia, secara keseluruhan beleid itu berpotensi memperkuat sistem oligarki.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Kita lihat secara bulat UU-nya, ruhnya sama, terjadi sistem harusnya seimbang kekuatan state dan society. Sekarang state semakin kuat bergandengan tangan dengan korporasi yang disebut sebagai oligarki, yang mengarah ke despotic leviathan atau raksasa yang zalim," ujar Faisal dalam sebuah webinar, Senin, 12 Oktober 2020.
Negara, kata Faisal memiliki kuasa yang sangat besar dan kuat. Mengingat, negara memiliki polisi, tentara, kebijakan, dan segala macam. "Yang diamanatkan rakyat tapi bisa abuse."
Faisal menilai kekuatan negara dan masyarakat seharusnya bisa seimbang. Sebab, dengan timpangnya kekuatan negara ketimbang masyarakat, ancaman yang bisa terjadi adalah kebebasan masyarakat akan terganggu.
Selain itu, Faisal mengatakan beleid ini pun hanya mengutamakan kepastian berusaha bagi para pengusaha. "Yang diutamakan kepastian usaha tapi kepastian bekerja tidak," tutur dia.
Dalam kesempatan yang sama, Faisal mengatakan hadirnya Omnibus Law tidak berdiri sendiri, melainkan satu kesatuan dengan beberapa Undang-undang yang juga memperkokoh posisi oligarki.
Baca berita selengkapnya di sini.
2. Investasi Lesu, Chatib Basri: Uang di Bank Banyak, Tapi Tidak Ada yang Pinjam
Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri memperkirakan investasi swasta masih belum akan banyak bertumbuh di tahun 2021. Hal itu, menurut dia, dapat dilihat dari kondisi penyaluran kredit di perbankan saat ini.
"Loan to deposit ratio-nya turun, likuiditas di bank itu ample. Uangnya banyak, tapi tidak ada yang minjem," kata Chatib dalam diskusi virtual, Selasa, 13 Oktober 2020.
Chatib menduga hal ini terjadi karena orang atau pengusaha enggan meminjam uang di bank akibat lesunya permintaan atau demand terhadap produksinya tidak ada. Sebab, selama ini , biasanya orang meminjam uang di bank untuk membiayai produksi.
"Jadi yang problem di bank saat ini adalah credit crunch. Bukan soal likuiditas. Uangnya ada, tapi tidak ada yang mau pinjam. Dan perbankan juga takut untuk minjemin," ujar Chatib.
Dari survei yang dilakukan, ia menyarankan pemerintah lebih baik mendorong sisi konsumsi masyarakat dalam kondisi saat ini. Untuk menggenjot konsumsi itu, tidak bisa dilakukan melalui kebijakan moneter jangka pendek.
"Karena kalau tingkat bunga diturunkan, orang tetap tidak pinjam uang dari bank. Karena loan to deposit ratio turun," kata Chatib.
Satu-satunya yang baik dilakukan dalam kondisi saat ini, menurut Chatib, mau tidak mau menggunakan fiskal stimulus sebagai langkah awal. Seperti untuk kelas bawah dengan stimulus bantuan langsung tunai atau BLT dan kelas menengah atas stimulus dengan Program Pemulihan Ekonomi Nasional.
Baca berita selengkapnya di sini.
3. Naskah Terus Berubah, Faisal Basri: Omnibus Law Dipaksakan, Seperti Akan Kiamat
Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri menyoroti Undang-undang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja yang naskahnya masih berubah-ubah setelah disahkan pada Senin, 5 Oktober 2020. Ia mengatakan dalam naskah teranyar yang akan diserahkan kepada presiden pun masih ada substansi yang dihilangkan dan ditambahkan apabila dibandingkan dengan naskah pada hari pengesahan.
"Padahal ini sudah diketok di sidang paripurna. Ini menunjukkan betapa terburu-buru dan dipaksakannya. Seolah-olah kiamat negeri ini kalau tidak ada Omnibus Law," ujar Faisal dalam sebuah webinar, Senin malam, 12 Oktober 2020.
Di samping itu, Faisal pun mempersoalkan pengesahan beleid sapu jagad padahal masih banyak kritik dari berbagai kalangan, misalnya organisasi keagamaan, guru besar, hingga buruh. Artinya, tidak banyak pihak yang disenangkan oleh adanya beleid ini.
"Pemerintah bilang UU tidak mungkin menyenangkan semua, tapi kalau yang merasa terganggu organisasi keagamaan, organisasi profesi keilmuan, guru besar hukum, buruh, mahasiswa, yang disenangkan siapa? Pengusaha. Berarti itu bukan UU yang bagus," ucap Faisal.
Dalam mengkritisi Omnibus Law, Faisal Basri mengatakan semua pihak harus melihat secara utuh substansinya dan tidak bisa hanya dilihat secara parsial pada pasal yang baik atau yang buruk saja. Menurut dia, secara keseluruhan beleid itu berpotensi memperkuat sistem oligarki.
"Kita lihat secara bulat UU-nya, ruhnya sama, terjadi sistem harusnya seimbang kekuatan state dan society, sekarang state semakin kuat bergandengan tangan dengan korporasi yang disebut sebagai oligarki, yang mengarah ke despotic leviathan atau raksasa yang zalim," ujar Faisal.
Negara, kata Faisal memiliki kuasa yang sangat besar dan kuat. Mengingat, negara memiliki polisi, tentara, kebijakan, dan segala macam. "Yang diamanatkan rakyat tapi bisa abuse."
Baca berita selengkapnya di sini.
4. Serikat Buruh Siapkan Judicial Review UU Cipta Kerja ke MK, Ini Isi Gugatannya
Serikat buruh tengah mempersiapkan opsi judicial review terhadap Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja khusus klaster ketenagakerjaan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau KSPI, Said Iqbal, menyebutkan telah menyiapkan 2 gugatan yang akan dibawa ke MK.
“Kami membaca situasi. Perlu kami umumkan opsi judicial review tentu saja mungkin (dilakukan),” kata Said Iqbal dalam konferensi pers, Senin, 12 Oktober 2020.
Gugatan pertama terkait uji formil. Melalui uji formil, kata Said, akan dilihat proses mulai dari perancangan UU, pembahasan hingga akhirnya disahkan oleh DPR. “Kita akan lihat proses itu berbahaya."
Dia mencontohkan seperti yang terjadi pada rapat paripurna pengesahan UU Cipta Kerja pekan lalu. “Bayangkan paripurna kertas kosong yang diterima. Jadi yang dipegang DPR itu apa?” kata dia. Oleh karena itu, menurut dia, proses pengesahan UU Cipta Kerja oleh DPR sudah cacat formil.
Belum lagi, ucap Said, pembahasan dan penyerahan draft tidak melibatkan masyarakat atau public hearing. Dia mengatakan akan mempelajari hal tersebut.
Baca berita selengkapnya di sini.