Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebutan itu muncul di ruang rapat Panitia Khusus Bank Century: belut dalam oli. Anggota Fraksi Gerindra, Ahmad Muzani, mengibaratkan Robert Tantular sebagai makhluk licin itu dalam rapat 20 Januari lalu. Pernyataan Muzani ditambahi bekas Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Polisi Susno Duadji. ”Bukan hanya lihai dan licin, licik,” ucap Susno.
Sebelum Susno, Robert tampil di Senayan pada 11 Januari. Robert Tantular menangkis semua cecaran pertanyaan anggota Panitia Khusus Bank Century dengan tenang. Suaranya pelan dan hampir tanpa ekspresi. Ia juga tegas menyatakan laporan Bank Indonesia dan Badan Pemeriksa Keuangan tentang Bank Century salah. Anggota Fraksi Golkar, Bambang Soesatyo, pun berseloroh, ”Anda lihai sekali hari ini.”
Bekas karyawan Bank Century sebelum merger juga mengatakan pembawaan Robert memang sepertinya tenang. Namun Robert bisa sangat tegas ketika menjalankan roda perusahaannya di Bank Century. ”Kalau ngomong pelan, tapi bisa menjadi raja tega,” ucapnya.
Robert Tantular lahir di kota tua di Jakarta, di bilangan Jalan Kemurnian atau dikenal dengan Gang Mangga, pada 1962. Pria dengan nama lain Tan Heng Keng ini tumbuh dari keluarga saudagar batik di Tanah Abang. Bisnis batik ayahnya, Hashim Tantular atau Tan Tiong Sim, makin berkembang dan ia mendirikan Bank Central Dagang pada 1965.
Semasa kecil, Robert sering dipanggil Lolo. Ada juga yang menjulukinya Roro. Robert belajar di Sekolah Dasar Kristen Karunia, Pasar Baru, dekat Gereja Ayam, Jakarta. Ia meneruskan sekolah menengah pertama di tempat sama. Ia melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Kristen I BPK Penabur, Pintu Air, Jakarta Pusat. ”Dia pintar dan selalu ingin menang,” kata teman sekolah yang tak mau disebutkan namanya.
Robert, kata sumber itu, berniat menjadi dokter, tapi gagal masuk di Kedokteran Universitas Indonesia. Ia lalu belajar civil engineering di Universitas Carleton, Kanada. Ia lulus pada 1985. Tapi Robert tak pulang dan melanjutkan studi di Universitas George Washington, Amerika Serikat. Ia meraih master in business administration di sana pada 1988.
Sumber lain yang dekat dengan keluarga Tantular mengatakan, setelah pulang ke Indonesia, Robert disiapkan ayahnya untuk mengendalikan usaha keluarga Tantular. Tangan dingin Hashim lebih banyak menurun ke Robert. ”Dibanding saudara lainnya, Robert memang paling pintar,” ujar sumber itu.
Hashim memiliki enam anak, yakni Hovert Tantular, Theresia Tantular, Huniwati Tantular, Dewi Tantular, Robert, dan Anton Tantular. Kata sumber Tempo, generasi kedua Tantular ini hampir semuanya bermasalah dan kini berada di luar negeri, kecuali Robert yang sudah divonis pengadilan banding lima tahun hukuman penjara.
Pengadilan Tinggi Jakarta menghukum Robert lima tahun penjara karena dinilai gagal melaksanakan letter of commitment yang dibuat di Bank Indonesia. Surat yang diteken bersama pemegang saham pengendali Bank Century, Hesham Al-Warraq dan Rafat Ali Rizvi, berisi janji menyelesaikan surat berharga bermasalah Bank Century. Vonis ini lebih berat daripada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang menjatuhkan hukuman empat tahun penjara.
Keluarga lain, Dewi dan Anton, sudah masuk daftar buron Interpol. Dewi dianggap melakukan penggelapan atau fraud ketika memimpin Divisi Bank Notes Century. Sedangkan Anton dituduh melakukan pencucian uang dan membawa kabur uang nasabah PT Antaboga Deltasekuritas. ”Yang lainnya juga bermasalah,” kata sumber itu. ”Ada yang membuat bank dalam bank.”
Setelah mendirikan Bank Central Dagang, Hashim menyulap perusahaan penukaran uang Century Intervest Corporation (CIC) menjadi bank pada 1989. Hashim menangkap peluang dari kebijakan pemerintah melalui paket ekonomi Oktober 1988 (Pakto 88). Ketika itu izin mendirikan bank hanya perlu modal awal Rp 10 miliar.
Setelah Hashim meninggal pada 1995, Bank Central Dagang dikendalikan anak sulungnya, Hovert Tantular atau Tan Hing Ho. Sedangkan Robert lebih berfokus mengelola Bank CIC. Kedua bank yang dikelola generasi kedua keluarga Tantular itu berkembang. Aset Bank Central Dagang dan CIC terus membesar. Pada Juni 1997, aset Bank Central Dagang mencapai Rp 1 triliun, sementara Bank CIC Rp 673 miliar.
Namun, ketika krisis menghantam Indonesia pada 1997, Bank Central Dagang oleng. Pemerintah menyuntikkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia hampir Rp 1,9 triliun. Tapi BCD tak mampu bertahan dan ditutup. Hovert diduga mengemplang dana bantuan itu dan kabur ke Singapura. Kasusnya sudah masuk penyidikan kejaksaan, tapi hingga kini belum ada kejelasan.
Nasib Robert berbeda. Tuah Tantular rupanya masih bertahan di tangannya. Ia tetap bisa berkibar dengan bendera CIC, meski Hovert sudah tak jelas rimbanya. Aset Century melesat setelah Bank Central Dagang ditutup. Bank ini menjadi perusahaan terbuka pada 1997. Pada Juni 1998, aset Century Rp 1,9 triliun dan dua tahun kemudian sudah berlipat menjadi Rp 3,5 triliun.
Sumber Tempo mengatakan Robert memang memiliki tangan dingin dalam mengelola bank. Seorang muda dengan gelar MBA dari universitas kelas dunia memulai karier sebagai bankir muda tanpa pengalaman. Maka Robert dengan cepat mampu menguasai aset bank yang mencapai sekitar Rp 10 triliun pada 2000.
Bank CIC merupakan bank yang berfokus dalam bisnis valuta asing. Robert memutar dana secara amat agresif ke berbagai investasi. Sumber lain yang pernah bekerja di Bank CIC mengatakan Robert menggunakan dana nasabah hingga US$ 25 juta pada 1998. ”Di sinilah awal dia menjadi seperti sekarang ini,” kata sumber itu. ”Karena keenakan, modusnya pun kian banyak.”
Pada 1999, Bank CIC lolos sebagai bank berpredikat A, tapi Robert sebagai direktur utama tak lolos uji kelayakan dan kepatutan karena terkait dengan kakaknya, Hovert. Bank Central Dagang ketika itu memang dilikuidasi. Robert pun meninggalkan jabatannya di CIC.
Meski sudah tak berada dalam struktur, dokumen yang diperoleh Tempo memperlihatkan adanya tangan-tangan Robert. Ia selalu memberikan memo dan catatan dengan ditulis tangan dalam sejumlah kebijakan bank. Dalam banyak rapat Century, ia juga sering hadir. Robert, ucap sumber Tempo, juga menempatkan orangnya di Bank Century, termasuk Dewi Tantular.
Soal penempatan orang di Century itu pernah juga ditanyakan dalam sidang Panitia Khusus. Robert mengatakan tak menaruh siapa-siapa dalam bank. ”Semua profesional karena ini perusahaan publik,” kata Robert.
Kuasa hukum Robert, Denny Kailimang, mengatakan Robert adalah korban pemodal asing dan Bank Indonesia. Ia juga membantah anggapan bahwa Robert dekat dengan sejumlah pejabat. ”Kalau iya, mana mungkin dia di-blacklist?” kata dia.
Yandi M.R.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo