Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI mata produsen semen dunia, pabrik semen Indonesia rupanya cukup menarik untuk diburu. Heidelberger Zement AG (Jerman) hari-hari ini sedang menunggu kepastian apakah mereka bisa membeli saham Indocement Tunggal Prakarsa atau tidak. Sementara itu, Holderbank (Swiss) tengah berusaha menguasai mayoritas saham Semen Cibinong, begitu juga Cemex (Meksiko), yang ingin menaikkan porsi sahamnya di Semen Gresik. Sedangkan LaFarge (Prancis) sudah menguasai 16 persen saham Semen Andalas.
Dalam waktu dekat ini, Indocement akan melakukan rapat umum luar biasa pemegang saham, untuk memutuskan restrukturisasi utangnya senilai US$ 1 miliar. Jika soal itu sudah putus, Heidelberger akan masuk dengan cara membeli saham milik Salim di Indocement. Hal yang sama juga sedang ditunggu Holderbank, yang kini baru menguasai 12,5 persen saham Cibinong. Rencananya, jika restrukturisasi utang Semen Cibinong senilai US$ 1,2 miliar selesai, Holderbank akan menjadi pemegang saham mayoritas, menggantikan Hashim Djojohadikusumo. Untuk itu, Holderbank akan menyuntikkan modal baru sekitar US$ 100 juta.
Sementara itu, Cemex SA juga sudah lama ingin menaikkan porsi sahamnya dari 25,53 persen menjadi pemegang saham mayoritas di Semen Gresik. Rencana ini sebetulnya dulu sudah disetujui Menteri Negara Pendayagunaan BUMN Tanri Abeng. Namun, niat ini ditentang masyarakat Minang, yang tak ingin Semen Padang--yang menjadi anak perusahaan Semen Gresik--jatuh ke tangang Cemex. Kendati demikian, Presiden Abdurrahman Wahid Maret lalu secara prinsip menyetujui langkah Cemex menambah saham di Semen Gresik. Kemungkinan besar, Cemex akan segera merealisasi rencananya itu.
Benarkah industri semen Indonesia layak dilirik? Jika melihat pasarnya sekarang, agak aneh jika produsen semen raksasa dunia beramai-ramai ingin memborong saham pabrik semen lokal. Dalam tiga tahun terakhir, pasar semen domestik bisa dibilang hancur total. Tingkat konsumsi semen Indonesia pada kurun waktu itu anjlok sampai separuh zaman keemasannya, tahun 1994-1997. Di puncak kejayaannya, pasokan semen di pasar lokal memang seret dan Indonesia bahkan harus mengimpor semen sampai 5 juta ton untuk menutupi kekurangan suplai di dalam negeri.
Krisis datang dan semuanya berbalik. Investasi besar-besaran pada tahun 1995-1997 tiba-tiba jadi sia-sia. Tingkat permintaan semen hanya separuh dari kapasitas produksi semen nasional (lihat tabel 2). Pabrik semen yang ada hanya mengoperasikan 55 persen kapasitas produksinya. Semua ini diakibatkan oleh terhentinya pertumbuhan sektor properti dan infrastruktur. Tak aneh jika banyak produsen yang merugi, termasuk tiga produsen semen terbesar di Indonesia, Semen Gresik, Indocement Tunggal Prakarsa, dan Semen Cibinong. Sudah begitu, mereka juga dibebani utang yang sangat besar (lihat tabel 3).
Kondisi buruk ini agaknya tak akan segera berakhir. Paling tidak, melihat proses pemulihan ekonomi Indonesia yang berjalan sangat lambat, prospek industri semen juga masih tak menentu. Bisa dibilang, roda pembangunan berjalan amat lamban. Sektor properti masih kelebihan pasokan dan juga tidak ada pembangunan infrastruktur baru. "Banyak yang bilang, industri semen akan bangkit 1-2 tahun ke depan. Tapi, kalau kita lihat keadaan, tampaknya hal itu baru akan terjadi lima tahun lagi," kata Erwin Aksa, Executive and Deputy Vice President Semen Bosowa.
Lalu, mengapa produsen dunia tetap mengincar pabrik semen Indonesia? Tidak terlalu sulit mencari jawabannya. Harga pabrik semen di Indonesia saat ini tergolong sangat murah, harga jual semen pun lebih rendah daripada yang lain, dan pasar domestik masih terlalu kecil sehingga masih bisa digenjot. Dirjen Industri Kimia, Agro, dan Hasil Hutan Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Gatot Ibnusantosa, mengatakan bahwa harga pembelian saham pabrik semen Indonesia memang sangat murah jika dibandingkan dengan membangun pabrik baru. Hal itu bisa dengan gampang dilihat dari harga pabrik semen yang sudah masuk bursa.
Gatot mencontohkan harga pembelian Semen Gresik yang rata-rata hanya US$ 68 per ton kapasitas, sedangkan harga Semen Cibinong diperkirakan US$ 80-90 per ton. "Padahal, kalau harus membangun sendiri, paling tidak mereka harus mengeluarkan US$ 120 per ton kapasitas," kata Gatot. Apalagi, ketiga produsen semen terbesar di Indonesia tersebut sudah punya merek yang mapan dan juga pangsa pasar yang dikuasainya lumayan besar (lihat tabel 1). Tak aneh jika produsen semen dunia itu terlihat begitu bernafsu membeli pabrik semen yang sudah beroperasi.
Selain itu, tingkat konsumsi semen di Indonesia yang masih sangat rendah juga menjanjikan pertumbuhan permintaan yang tinggi di masa mendatang. Menurut Erwin, tingkat konsumsi per kapita semen Indonesia sekarang hanya sekitar 50 kilogram. Bandingkan dengan Singapura dan Jepang, yang sudah mencapai 1 ton. Jika perekonomian Indonesia pulih, bukan tidak mungkin pertumbuhan konsumsi semen juga akan meningkat dengan cepat.
Tanda-tanda itu sudah mulai tampak. Menurut Direktur Utama Semen Gresik, Urip Timuryono, pertumbuhan permintaan semen domestik dalam setahun terakhir sudah menunjukkan gejala yang cukup menggembirakan. Penjualan Semen Gresik, misalnya, selama delapan bulan pertama tahun ini, naik 20 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Begitu pula dengan Semen Bosowa. Sementara itu, manajemen Semen Cibinong memperkirakan kapasitas terpakai pabriknya akan naik dari 65 persen pada tahun lalu menjadi 70 persen tahun ini.
Lebih dari itu, harga semen Indonesia yang tergolong murah juga menjadi alasan bagi produsen semen dunia untuk masuk ke Indonesia. Saat ini, harga semen Indonesia di pasar internasional hanya US$ 50 per ton. Bandingkan, misalnya, dengan Malaysia, Thailand, atau negara eksportir semen lainnya, yang mematok harga US$ 50 hingga US$ 80 setiap tonnya. Sementara itu, di dalam negeri produsen semen lokal bisa dibilang aman dari gangguan. Dengan harga jual di pasar domestik sekitar US$ 20 per ton, bisa dibilang hampir tak ada produsen negara lain yang berani masuk ke Indonesia.
Terlebih lagi, produsen semen dunia itu bisa dengan mudah menjual produknya sesuai dengan lokasi pabriknya. Dengan begitu, mereka bisa meningkatkan efisiensinya. "Makin dekat pabrik dengan pasar, harga jualnya bisa lebih murah," kata Erwan Teguh, analis SocGen Securities. Tiga alasan itulah yang menyebabkan raksasa semen dunia berusaha meningkatkan cengkeramannya di Indonesia. "Sekarang mereka memang rugi, tapi 5-10 tahun ke depan mereka akan menikmati investasinya yang sekarang ini," kata Erwin.
Proyeksi itu memang bisa saja salah. Menurut Gatot, pemerintah sampai saat ini sudah menyetujui 10 permintaan investasi pabrik semen baru, dan juga perluasan pabrik yang sudah ada. Ke-10 pabrik semen yang menambah kapasitas produksi 14 juta ton itu diperkirakan sudah beroperasi 3-5 tahun lagi. Pada saat itu, kapasitas produksi akan mencapai sekitar 60 juta ton. Padahal, dengan asumsi pertumbuhan 10 persen per tahun, permintaan semen pada lima tahun mendatang diperkirakan hanya sekitar 35 juta ton.
Dengan demikian, utilisasi pabrik semen tidak akan banyak beranjak dari posisi sekarang. Artinya, pasar domestik tetap saja akan jadi pasar yang tidak terlalu menjanjikan. Benarkah? Menurut Erwan, pasar Indonesia yang sangat besar membuat ada ruang untuk tumbuh juga sangat besar. "Pasarnya juga tidak lagi oligopolistik, sehingga terbuka untuk siapa saja yang ingin berinvestasi di industri semen," kata Erwan.
Alhasil, untuk beberapa tahun ke depan produsen semen memang harus bersabar menunggu perekonomian Indonesia pulih kembali. Boleh jadi, itu baru terjadi lima tahun lagi.
M. Taufiqurohman, I G.G. Maha Adi, Gita W. Laksmini, Levi Silalahi
Tabel 1. Pangsa Pasar Produsen Semen
Nama Perusahaan | Kapasitas Produksi (ribu ton) | 1995 (%) | 1996 (%) | 1997 (%) | 1998 (%) | 1999 (%) | 2000 (%) |
Semen Gresik | 18.050 | 33,8 | 35,5 | 37,8 | 44,2 | 44,8 | 44,8 |
Indocement | 13.200 | 38,1 | 35,3 | 34,4 | 32,1 | 27,6 | 27,3 |
Semen Cibinong | 9.700 | 16,1 | 16,4 | 15,7 | 14,4 | 13,7 | 13,4 |
Semen Andalas | 1.250 | 4,8 | 4,4 | 4,1 | 4,2 | 4,6 | 4,4 |
Semen Baturaja | 1.200 | 2,3 | 2,4 | 2,3 | 3,2 | 3,3 | 2,8 |
Semen Kupang | 270 | 0,7 | 0,7 | 0,7 | 0,6 | 0,6 | 0,6 |
Indo Kodeco | 2.450 | - | - | - | - | 3,5 | 4,3 |
Semen Bosowa | 1.800 | - | - | - | - | 2,1 | 3,3 |
Lainnya | 4,2 | 5,3 | 5,0 | 1,3 | (0,2) | (0,9) | |
Total | 47.920 | 100 | 100 | 100 | 100 | 100 | 100 |
Tabel 2. Produksi dan Prognosa Semen (1996-2005)
1996 | 1997 | 1998 | 1999 | 2000 | 2001 | 2002 | 2003 | 2004 | 2005 | |
Kapasitas | 27.180 | 33.470 | 44.920 | 47.320 | 47.920 | 49.570 | 49.570 | 49.570 | 49.570 | 49.570 |
Produksi | 24.465 | 27.505 | 22.340 | 23.924 | 34.899 | 44.972 | 45.651 | 45.611 | 45.906 | 45.906 |
Kebutuhan | 25.374 | 27.402 | 19.243 | 18.770 | 21.802 | 23.982 | 26.380 | 29.018 | 31.920 | 35.112 |
Selisih | (729) | (61) | 3.097 | 5.154 | 13.097 | 20.990 | 19.270 | 16.592 | 13.985 | 10.793 |
Ekspor | 331 | 801 | 4.420 | 9.048 | 13.000 | 20.990 | 19.270 | 16.592 | 13.985 | 10.793 |
Pertumbuhan Kebutuhan | 6% | 7,9% | (29,8%) | (2,5%) | 16,2% | 10% | 10% | 10% | 10% | 10% |
Tabel 3. Kinerja Emiten Semen
Semen Gresik | INTP | Semen Cibinong | |||||||
1998 | 1999 | 2000*) | 1998 | 1999 | 2000*) | 1998 | 1999 | 2000 **) | |
Penjualan | 2.314 | 3.091 | 1.668 | 1.589 | 1.758 | 1.217 | 880 | 1.188 | 274 |
Laba (rugi) Usaha | 630 | 742 | 361 | 436 | 370 | 326 | (12) | (36) | (21) |
Laba (rugi) Bersih | 221 | 240 | 143 | (634) | 523 | (732) | (2.329) | 15 | (536) |
Utang Jk Pendek | 1.091 | 1.333 | 1.010 |
| 8.361 | 10.464 | 10.649 | 10.171 | 10.952 |
Utang Jk Panjang | 2.886 | 2.374 | 3.025 | 9 | - | 7 | - | - | - |
*) Neraca per Juni 2000
**) Neraca per Maret 2000
Sumber: Neraca Keuangan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo