Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah petani porang di Kabupaten Madiun, Jawa Timur menjual hasil panennya dalam bentuk "chips" atau kering ke pengepul guna mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
Salah satu petani porang di Desa Banjarsari Wetan, Kecamatan Dagangan, Nur Kolis mengatakan pilihan menjual porang dalam bentuk chips tersebut dilakukannya menyusul anjloknya harga panen umbi porang yang kini hanya berkisar Rp 6.500 hingga Rp 7.000 per kilogram.
"Harga panen umbi porang sebelumnya mencapai Rp 10.000 per kilogram. Namun, sekarang ini turun ke harga Rp 7.000 per kilogram," ujar Kolis di Madiun, Sabtu, 28 Agustus 2021.
Menurut dia, dengan mengolah hasil panen porang menjadi chips harga jualnya tergolong tinggi dan stabil. Yakni mencapai kisaran Rp 40.000 hingga Rp 55.000 per kilogram. Sehingga ia bisa mendapat laba lebih banyak.
Untuk membuat chips porang, umbi porang setelah panen diiris tipis-tipis ukuran sekitar 1 sentimeter dengan alat khusus. Setelah itu, irisan porang tersebut dijemur selama beberapa hari hingga kering guna menghilangkan kadar air.
Setelah kering sempurna, chips porang siap dijual ke pengepul untuk disetorkan ke pabrik dan diolah menjadi tepung porang.
Kolis menjelaskan, untuk menekan biaya tanam porang berikutnya, pihaknya juga memilih menggunakan bibit spora yang lebih murah dibandingkan jika menggunakan bibit dari katak (bulbil) ataupun umbi.
"Memang proses tanam agak lama dibandingkan dengan menanam porang dari benih katak ataupun umbi. Namun, dari segi harga lebih hemat. Terlebih di saat harga umbi porang panen sedang anjlok," kata dia.
Untuk harga satu kilogram bibit hasil spora mencapai Rp 650 ribu dan diperkirakan menghasilkan bibit porang sekitar 6.500 biji. Sedangkan bibit katak, untuk satu kilogram berkisar antara Rp 150 ribu hingga Rp 300 ribu dengan isi sekitar 200 katak ukuran sedang.
Sementara harga bibit porang dari umbi berkisar antara Rp 25 ribu hingga Rp 35 ribu per kilogram dengan isi sekitar empat hingga lima umbi tergantung ukuran umbi.
Pihaknya berharap agar harga jual umbi porang saat panen tidak semakin turun. Sehingga petani tidak merugi akibat hasil panen tidak sebanding dengan modal dan biaya operasional tanam.
Seperti diketahui, porang telah menjadi komoditas primadona di Kabupaten Madiun untuk diekspor ke Jepang, Cina, dan sejumlah negara lainnya. Porang tersebut diekspor dalam bentuk olahan chips (irisan tipis) kering, yang harganya sekitar Rp 55.000 per kilogram. Selain itu juga dalam bentuk tepung porang yang nilai jualnya bisa mencapai Rp 100.000 hingga Rp 150.000 per kilogram.
Karena sangat ekonomis, banyak warga Kabupaten Madiun yang menanam porang. Hal itu terlihat dari tren kenaikan luas lahan selama lima tahun terakhir. Sesuai data Dinas Pertanian setempat, pada 2016 di Kabupaten Madiun hanya terdapat 1.484 hektare lahan porang. Setahun kemudian bertambah menjadi 1.536 hektare dan pada 2018 mencapai 1.568 hektare.
Pada 2019 luas lahan porang mengalami lonjakan drastis menjadi 3.465 hektare. Kemudian, tahun 2020 bertambah menjadi seluas 5.363 hektare, dan dimungkinkan terus bertambah.
Sentra budi daya porang juga telah dikembangkan di 10 kecamatan dari sebelumnya yang hanya beberapa kecamatan. Yakni, Kecamatan Saradan, Kare, Dolopo, Dagangan, Mejayan, Gemarang, Wungu, Wonoasri, Pilangkenceng, dan Madiun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini