Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Usulan Moratorium PKPU dan Kepailitan, Siapa yang Diuntungkan?

Direktur CELIOS Bhima Yudhistira mengkritik usulan moratorium PKPU dan proses kepailitan.

28 Agustus 2021 | 20.24 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengkritik usulan moratorium Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau PKPU dan proses kepailitan. Ia menyebut akan ada moral hazard yang timbul apabila kebijakan tersebut digolkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia mengatakan kebijakan tersebut akan merugikan pihak-pihak yang memiliki keterkaitan atau piutang dengan perusahaan yang mengajukan pailit. Bhima juga mempertanyakan tujuan pemerintah apabila kebijakan itu dikeluarkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Ini yang diuntungkan siapa, yang diuntungkan adalah perusahaan yang disebut zombie company atau perusahaan yang memang sebelum pandemi sudah bermasalah dan bahkan pendapatan operasionalnya dihabiskan untuk membayar bunga utang," kata Bhima kepada Tempo, Sabtu, 28 Agustus 2021.

Perusahaan-perusahaan bermasalah itu, menurut dugaan Bhima, adalah yang kemungkinan akan memanfaatkan situasi pandemi untuk mengusulkan moratorium itu. Sehingga, mereka masih tetap bisa melanjutkan bisnis meski tidak menguntungkan dan merugikan dalam jangka panjang.

"Ini memberi kesempatan bagi perusahaan zombie dan perusahaan yang menjadi parasit bagi perekonomian. Di sini moral hazard-nya cukup besar," ujar Bhima.

Kebijakan ini juga diduga akan menjadi blunder bagi penyelesaian kredit-kredit yang dimiliki perbankan. Pasalnya, bank tidak bisa melakukan eksekusi lebih cepat, khususnya dalam penjualan agunan atau aset.

Bhima mengatakan dalam situasi saat ini, perusahaan-perusahaan yang sidah tidka bisa lagi membayar kewajibannya mau tidak mau harus PKPU untuk mempertanggungjawabkan kepada para kreditur. Kreditur tersebut meliputi sektor keuangan seperti perbankan, maupun non perbankan seperti suplier.

Dalam kondisi tidak bisa lagi memenuhi kewajibannya, kata Bhima, PKPU harus dibuka. Karena melalui PKPU ini akan menjadi transparan berapa aset riil perusahaan, bagaimana kinerja keuangannya, hingga memungkinkan atau tidak dilakukan semacam kesepakatan bersama.

"Kalau kesepakatan bersama tidak bisa, maka masuk ke dalam proses kepailitan. Walaupun proses kepailitan membutuhkan waktu yang lama, tapi setidaknya itu bagi kreditur akan mendapatkan haknya," ujar Bhima.

Ia pun menegaskan naiknya jumlah PKPU dan kepailitan dalam situasi krisis adalah hal yang wajar. Apalagi kondisi serupa juga terjadi di negara lain. Sehingga, ia pun tak sepakat dengan adanya usulan moratorium PKPU dan kepailitan tersebut.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo, Hariyadi Sukamdani, mengatakan permasalahan kepailitan dan PKPU menjadi persoalan yang kini dihadapi dunia usaha.

"Kami menghadapi problem, karena sekarang mulai terjadi gelombang pengajuan PKPU dan kepailitan yang sudah menunjukkan gejala kurang sehat," ujar Hariyadi dalam sebuah diskusi virtual, Selasa, 24 Agustus 2021.

Sejalan dengan itu, Hariyadi mendengar bahwa pemerintah berencana mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perpu mengenai moratorium PKPU dan kepailitan.

Atas rencana tersebut, kata Hariyadi, Apindo menilai beleid tersebut sangat diperlukan. Ia pun mendukung penuh rencana itu. "Kami memang dalam kondisi sulit, kami harap moratorium bisa mengikuti apa yang ada di usulan kami kepada OJK, yaitu moratorium sampai 2025," ujar Hariyadi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus