Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Utang Kereta Cepat Whoosh, KAI Teken Pinjaman dari Cina

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan PT KAI teken pinjaman dari Cina untuk biaya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, Whoosh.

8 Januari 2024 | 15.40 WIB

Kereta berkecepatan tinggi Whoosh yang menghubungkan Jakarta dan Bandung. (ANTARA/Fitra Ashari)
Perbesar
Kereta berkecepatan tinggi Whoosh yang menghubungkan Jakarta dan Bandung. (ANTARA/Fitra Ashari)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo mengungkapkan kelanjutan pinjaman dari Cina untuk proyek Kereta Cepat Whoosh. Dia berujar Kereta Api Indonesia (KAI) sudah menekan utang tersebut. "Sudah tanda tangan, tapi saya angkanya lupa berapa," kata Tiko, sapaannya, saat ditemui di Waskita Rajawali Tower, Jakarta Timur pada Senin, 8 Januari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Menurutnya, pinjaman tersebut sudah akan cair. Adapun biaya proyek Whoosh ini membengkak hingga anggaran US$ 7,2 miliar atau Rp 108 triliun. Padahal sebelumnya, biaya yang dibutuhkan adalah sekitar US$ 5,13 miliar atau Rp 76 triliun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam utang untuk menutupi pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung ini, Cina memberi bunga pinjaman sebesar 3,7-3,8 persen. "Itu kan nanti loan-nya di KAI. Itu kan sebenarnya injeksi modal KAI," ucapnya. 

Membengkaknya biaya proyek Whoosh menjadi sorotan. Ekonom senior dari Universitas Indonesia Faisal Basri menilai modal proyek Kereta Cepat Woosh baru bisa balik modal sampai 139 tahun. Untuk menghitungnya, dia menyebutkan beberapa komponen dimasukkan, mulai dari asumsi penumpang terisi 100 persen, jumlah perjalanan sehari, hingga tarif.

Menurut dia, jika kereta tersebut terisi 100 persen, dalam satu rangkaian ada 601 orang penumpang yang naik pada waktu operasi dari pukul 05.00-22.00 WIB. Artinya ada 36 kali perjalanan.

Kemudian komponen lainnya, tarif sekali jalan Rp 300 ribu dan kereta beroperasi setiap hari sepanjang tahun yakni 365 hari. Lalu ada komponen nilai investasi setelah pembengkakan biaya menjadi US$ 8 miliar atau sekitar Rp 114,4 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.300 per dolar AS.

Dalam perhitungan tersebut, Faisal Basri belum memasukkan komponen time value of money, ongkos operasional, bunga pinjaman, dan pendapatan non operasional seperti kios-kios. “Pendapatan dari penumpang setiap tahunnya Rp 2,369 triliun,” ucap Faisal Basri.

Angka tersebut berasal dari 601 orang dikali dengan jumlah perjalanan 36 dikali 365 hari dan dikali dengan tarif Rp 300 ribu. Dengan demikian, ia berujar butuh waktu 48,3 tahun untuk mengembalikan nilai investasinya, tanpa ongkos operasi, tanpa macam-macam, lah.




Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus