Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air (SDA) kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kali ini, gugatan uji materi datang dari Persatuan Pegawai Indonesia Power (PPIP) dan Serikat Pekerja Pembangkit Jawa Bali (SP PJB), dua anak perusahaan di bawah PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gugatan diajukan karena UU ini mengaktifkan kembali klausula Biaya jasa Pengelolaan sumber Daya Air (BJPSDA). Sekretaris Jenderal PPIP Andy Wijaya mengatakan biaya ini akan dimasukkan dalam harga jual listrik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sehingga listrik akan menjadi mahal dan tidak terjangkau masyarakat," kata Andy dia dalam keterangannya kepada Tempo di Jakarta, Kamis, 27 Agustus 2020.
Gugatan diajukan karena mereka menilai klausula BJPSDA ini telah dinyatakan inkonstitusional dalam UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang SDA. UU tersebut telah dianulir oleh MK pada 15 Februari 2015.
Saat itu, gugatan datang dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang dipimpin Din Syamsuddin, terhadap UU Nomor 7 Tahun 2004. MK mengabulkan gugatan tersebut seluruhnya. Sehingga, pemerintah harus membuat aturan baru dan lahirlah UU Nomor 17 Tahun 2019.
Adapun pengajuan materill gugatan ini telah diterima MK dan terdaftar dengan nomor 2017/PAN.MK/VIII/2020. Andy Wijaya mengatakan uji materi ini sejalan dengan doktrin res communes. "Di mana air merupakan milik publik atau rakyat," kata dia.
Sehingga, kata Andy, penguasaan negara dalam bentuk pengaturan, pengelolaan, pengawasan dan pengurusan atas air dan sumber daya air harus mengedepankan kepentingan rakyat. Pada akhirnya, akan menghasilkan listrik untuk rakyat dengan tarif terjangkau.
FAJAR PEBRIANTO