Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Seiring dengan merebaknya virus flu babi di Afrika, Indonesia pun bergegas memanfaatkan peluang untuk mengambil alih pangsa ekspor babi dari kawasan itu. Persebaran virus African Swine Fever (ASF) alias flu babi Afrika itu dikabarkan semakin meluas di sejumlah negara produsen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejauh ini, kasus kematian akibat virus tersebut belum ditemukan di Indonesia meski telah ditemukan di negara Asia Tenggara lain seperti Vietnam, Laos, dan Kamboja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Peluang untuk memperluas ekspor sangat besar. Kami sedang dalam upaya ke arah itu," kata Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Fini Murfiani dalam pesan tertulis kepada Bisnis, Kamis 22 Agustus 2019.
Fini tak merinci negara mana saja yang masuk dalam daftar penjajakan ekspor. Namun, ia tak memungkiri terdapat peluang ke negara-negara yang tengah menghadapi koreksi produksi akibat wabah virus flu babi Afrika.
"Produksi babi sendiri tentunya surplus. Negara tujuan ekspor mana pun, selama ada peluang kami akan kejar," sambung Fini.
Pasar utama ekspor babi baik dalam bentuk hidup maupun daging sendiri masih dipegang Singapura. Kementerian Pertanian mencatat nilai ekspor babi ke negara tersebut sejak 2014 sampai semester I/2019 mencapai nilai Rp3,04 triliun. Sementara nilai total ekspor babi hidup yang telah dicatat Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan nilai Rp4,31 triliun (kurs Rp14.000/US$) sepanjang sepanjang 2013-2017.
Dengan lebih dari 80 persen penduduk yang menganut agama Islam, daging babi memang bukan sumber protein utama di Indonesia. Rata-rata konsumsi daging babi, menurut data BPS, hanya berkisar di angka 0,22 kg per kapita per tahun selama periode 2013-2017 dengan konsumsi tertinggi pada 2017 di angka 0,26 kg per kapita per tahun.
Rencana untuk memperluas pasar ekspor babi pun disambut baik oleh Ketua Gabungan Usaha Peternak Babi Indonesia (GUPBI) Bali Ketut Hari Suyasa. Ia mengharapkan pemerintah dapat memberi bimbingan lebih kepada peternak rakyat agar manfaat perluasan pangsa ekspor tersebut tak hanya dirasakan segelintir pelaku usaha.
BISNIS