Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jawa Tengah atau Walhi Jateng mengkritik proyek pembangunan tanggul pengendalian banjir dan rob di Tanjung Mas, Semarang, Jawa Tengah. Alih-alih mencegah banjir dan rob, proyek sepanjang 3,6 kilometer justru dinilai berpotensi memperparah amblesan tanah (land subsidence) di pesisir utara Jawa Tengah itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Jateng, Iqbal Alghofani, menilai proyek penanggulangan banjir dan rob itu justru kontradiktif dengan tren penurunan muka tanah di wilayah itu. Di pesisir utara Semarang, tanah berasal dari jenis aluvial muda atau lempung yang baru terbentuk. Akibatnya, wilayah itu rentan ketika dipaksa menopang bangunan, termasuk tanggul.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kita bisa lihat beban yang dihasilkan tanggul ini sangat besar sehinggga potensi untuk amblesan tanah juga sangat besar,” ujar dia saat dihubungi melalui aplikasi perpesanan, dikutip Kamis, 20 Juni 2024.
Iqbal mengatakan pemerintah harus mempertimbangkan daya tahan tanggul terhadap potensi amblesan tanah di Semarang bagian utara itu. Menurut dia, sudah banyak penelitian mengungkap fakta amblesan tanah di wilayah itu. Besaran amblesan tanah, menurut penelitian, bervariasi mulai dari 10 hingga 15 sentimeter setiap tahun.
Walhi Jateng telah mengadakan riset untuk mengungkap dampak ekonomi dan sosial banjir rob, amblesan tanah, sampai dengan abrasi kepada warga. Dampak itu terasa terutama dalam bentuk penurunan tingkat ekonomi.
Iqbal mencontohkan, untuk menghindarkan rumahnya dari bencana-bencana itu, seorang warga harus mengeluarkan uang sebesar Rp 70 juta dalam rentang waktu lima tahun. “Itu tergantung seberapa luas rumah mereka,” kata dia.
Selain itu, banjir rob hingga abrasi telah menyebabkan kerugian berupa harya benda yang rusak, dari sepeda motor, kulkas, televisi, hingga peralatan rumah tangga. Dari segi kesehatan, warga juga terganggu lantaran air rob kerap membawa serta berbagai kotoran seperti sampah. Ketika air surut, sampah tidak ikut surut, hingga akhirnya tertimbun di perkampungan.
“(Tanggul laut) mungkin untuk jangka pendek bisa menyelamatkan warga, tapi untuk jangka panjangnya itu bukan satu solusi,” ujar Iqbal.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebelumnya mengklaim proyek tanggul laut yang telah menelan anggaran Rp 386 miliar itu mampu sekaligus menata kampung nelayan di pesisir pantai utara Jawa Tengah. Namun, Kepala Negara belum bisa membeberkan efektivitas tanggul itu. Pasalnya, proyek pembangunan belum rampung.
"Saya kira, dalam jangka 30 tahun, minimal, bisa nahan rob yang terjadi," kata Jokowi ketika meninjau proyek itu, Senin, 17 Juni 2024.
HAN REVANDA PUTRA | RIRI RAHAYU