Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Warta berita RRI agak mendingan

Guna meningkatkan mutu, rri menambah jumlah jam siaran. masih tetap kekurangan tenaga terutama wartawan. karena itu sejak september rri juga menjadi pelanggan berita antara. (md)

17 November 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RADIO Republik Indonesia bisa juga berpacu. Penembakan Presiden Korea Selatan, Park Chung-hee, disiarkannya selang 45 menit sesudah BBC London, mengudara. Pada 27 Oktober pukul 07.00 WIB itu -- ketika banyak koran ibukota tak memuat peristiwa berdarah di Seoul -- RRI mencatat sebuah kemenangan kecil. Berita yang mengejutkan dunia tadi -- meskipun tidak dari tangan pertama -- diperoleh RRI dengan bantuan Radio Recetver pesawat penerima) tua, peninggalan Belanda yang berusia lebih 40 tahun. Dalam sebuah ruang lantai 8 di gedung RRI Jakarta yang mewah dari luar itu, sejumlah orang tua sudah memonitor siaran radio luar negeri, sebelum warta berita pertama jam 05.00 tampil. Kemenangan kecil di atas adalah hasil perubahan yang dilakukan RRI Stasiun Pusat Jakarta. Sejak 11 September, RRI ini meningkatkan jumlah jam siaran, dan mengudara sejak pukul 05.00 sampai dengan 24.00. Dan warta beritanya terdengar pada setiap jam siaran. Dengan demikian, para petugas pemberitaan, penyiar dan tenaga teknis, harus masuk lebih awal, jauh sebelum kebanyakan pegawai negeri lain bangun. Sekitar pukul 04.00 misalnya, di ruang pemberitaan lantai 6, 3 anggota redaksi sudah sibuk mengedit berita yang masuk lewat telex Kantor Berita Antara. Perubahan materi, terutama berita luar negeri, biasanya terjadi pada subuh hari itu. "Kalau toh materi beritanya hampir sama dengan siaran terakhir jam 23.00, kami hanya perlu mengubah cara penyajiannya saja, dengan menuliskannya kembali," kata drs H. Ramly Suradimaja, Wakil Kepala Sub. Direktorat Pemberitaan. Tapi biasanya, harus diakui pemberitaan RRI, terutama tentang kejadian di dalam negeri kita sendiri, seringkali ketinggalan dengan surat kabar yang memiliki jaringan koresponden. Di Jakarta saja, dengan 50 wartawan tetap dan honorer, RRI sudah merasa kewalahan untuk meliput banyak peristiwa. "Kami sedang mengusahakan menambah tenaga wartawan," kata Sudjarwo, Kepala Sub. Direktorat Pemberitaan. "Terutama untuk meningkatkan kualitas, minimal mereka kelak berpendidikan Sarjana Muda dan aktif berbahasa Inggeris." Untuk menutupi kekurangan itu, sejak September RRI berlangganan dan memperoleh berita Antara, dengan telex supaya lebih cepat. Semula berita Antara diperolehnya lewat kurir yang bersepeda motor. Monitoring terhadap 13 setasiun radio luar negeri juga ditingkatkannya. Setiap saat pula lewat Single Side Band, Stasiun Jakarta menerima laporan dari para wartawan RRI di daerah. Dengan cara itu, berita hangat luar dan dalam negeri semestinya bisa lebih cepat disampaikannya kepada para pendengar. Hanya dalam penyajian berita hangat dalam negeri, RRI seringkali kalah cepat ketimbang siaran radio luar negeri, maupun koran. Tentang peristiwa kelaparan di Timor Timur, misalnya, ternyata Radio Australia, meskipun tidak dari tangan pertama, lebih dulu menyiarkannya. (Pihak resmi membantah berita itu -- red.). Kenapa? "Berita radio harus menjamin kepercayaan masyarakat," kata Sudjarwo. "Karena itu kita berprinsip security first, artinya kepastian berita, baru kita udarakan." Pengalaman pahit telah mengajar RRI. Suatu ketika BBC memberitakan kematian Kolonel Zulkifli Lubis, bekas wakil KSAD. Karena tidak mau ketinggalan, RRI langsung pula menyiarkannya, tanpa sempat melakukan pengecekan. Ternyata yang bersangkutan masih sehat walafiat. Berita itu sudah diralat memang. "Tapi mereka yang mendengar warta berita pagi, tidak mendengar ralat pada siang harinya?" kata seorang petugas monitoring. "Ralat di koran lebih mudah, ketimbang ralat di radio." Karena itu pula rupanya redaksi RRI cenderung berhati-hati. Apalagi menyangkut kejadian dalam negeri yang sangat peka sifatnya, ia sangat membatasi diri. Sarana Kurang Tapi peningkatan jumlah jam siaran, menurut pihak RRI, belum banyak menolong. "Dibanding radio swasta niaga, sistem perencanaan kita masih primitif," kata Anwar Siregar, Kepala Stasiun RRI Jakarta. Diakuinya program public service dari radio swasta niaga itu banyak menarik perhatian para pendengar. Antara lain memperingatkan jam masuk kantor, jalan-jalan yang macet, memperpanjang Kartu Tanda Penduduk, berjaga ronda malam -- semua itu diselenggarakannya dengan bahasa yang akrab. RRI belum mempunyai pendekatan seperti itu, kecuali misalnya pada mata acara obrolan tukang sado. Ternyata niat baik untuk memperbaiki mutu siaran RRI itu tidak ditunjang fasilitas dan dana yang cukup. Misalnya untuk naskah musik atau kebudayaan dari luar, RRI hanya mampu memberikan Rp 500-Rp 1.250 per halaman folio, jauh rendah dibanding honor dari koran. Dari lima pesawat penerima hanya 2 yang baik dan baru. Kesuiitan timbul bila pada suatu saat bersamaan petugas harus memonitor sekaligus misalnya 5 siaran luar negeri. Sesudah sarananya kurang tenaganya yang berkualitas pun kurang. "Karena kami kekurangan tenaga yang menguasai bahasa asing, terpaksa kami umumnya memonitor siaran yang berbahasa Indonesia saja," keluh drs Ramly.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus