Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Si jon yang mujur dan yang sial

Ilustrator majalah gadis, surjono alias si jon, berdemonstrasi dan pameran karikatur atau kartun di aldiron plaza jakarta. sekitar 300 remaja menyaksikannya. (sr)

17 November 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENYAKSIKAN demonstrasi menggambar karikatur atau kartun, ternyata tidak sama dengan menikmati barangnya sendiri. Sekitar 300 remaja menyempatkan diri melihat demonstrasi Surjono alias, Si Jon -- ilustrator majalah Gadis -- menggambar karikatur di Aldiron Plaza lantai III, Jakarta, Rabu pekan lalu. Ini merupakan rangkaian acara ulang tahun Femina dan Gadis. Dan petang itu tiga karikatur sempat diselesaikan Si Jon. Berbeda dengan ketika menikmati Nakalan si Jon (buku kumpulan kartunnya), sore itu tak ada gelak. Di salah satu sudut, sebentar-sebentar terdengar lontaran kata-kata -- misalnya "Gambar sex, Jon!" Memang, menunggu si Jon menyelesaikan gambar -- tanpa apa-apa selain melihat punggung dan tangan kanannya yang sibuk -- sungguh menjemukan dan memancing celetukan iseng. Gambar pertama diselesaikan Si Jon sekitar 5 menit. Gambar tokoh kartunnya yang selalu muncul di Gadis, lengkap beserta anjingnya: ini ucapan selamat datang kepada hadirin. Gambar kedua, potret remaja Jakarta masa kini. Cowok, dengan baju kedodoran, lengan ceking, menyandang tas besar entah apa isinya, dan di tangan kanan tergantung rantai yang di ujungnya ada sebongkah besi bulat. Langsung mendapat reaksi: "Nggak betul itu, Jon!" teriak sekelompok anak-anak yang mengaku dari sebuah SMEA di Jakarta. Selesai dengan karikatur itu, Si Jon tampil di muka corong suara. Dia minta komentar, apakah karikaturnya tentang remaja sekarang itu tepat. Si Jon, 27 tahun, memang datang dari keluarga yang menyukai gambar. Ayahnya, pegawai PN Perkebunan, mempunyai hobi menggambar. Hanya dari ayahnya dan buku-buku cerita bergambar dalam maupun luar negeri ia belajar. Dan meski di SMA ia memilih jurusan pengetahuan alam, waktu itu sudah diputuskannya untuk hidup dengan bakat mencoretnya. Keluarganya tak menghalangi -- meski kepadanya dianjurkan masuk ASRI di Yogya dulu. "Tapi saya takut digundul dalam pekan orientasi mahasiswa. Jadi, ya batal, " katanya. Karikatur ketiga yang dikerjakan di Aldiron Plaza, memerlukan 4 kertas gambar yang dirangkai. "Sekarang saya hendak menggambarkan Jakarta kita," katanya. Tak orisinil, meski tetap menarik. Ada satu antrian anak-anak membeli karcis bioskop yang sedang memutar film Akibat Pergaulan Bebas. Ada tempat parkir sebuah gedung SMA yang penuh mobil, dan di banyak mobil kelihatan senjata api bermunculan. "Saya menyerap kehidupan remaja lewat Gelanggang Remaja Bulungan," kata Jon. Di gelanggang remaja yang dikelilingi tiga SMA dan beberapa sekolah itu Si Jon ikut juga mengasuh kursus melukis. Hidung Agak Kebesaran Si Jon betulan agak berbeda dengan 'Si Jon' -- tokoh karikatur atau kartunnya yang sampai kini belum punya nama itu. Si Jon yang betulan mengesankan seorang yang lebih suka diam, dan agaknya bernasib mujur. Si Jon yang kartun selalu bernasib sial -- dan biasanya kesialan datang dari lawan jenisnya (mungkin karena tokoh ini muncul di majalah remaja puteri). Meski model tokoh itu memang dirinya sendiri: gondrong, berkacamata dengan hidung -dilihat dari ukuran wajahnya -- agak kebesaran. Salah satu resep agar gambarnya lucu ialah mengacaukan sebab-akibat. Dalam kumpulan kartunnya, Nakalan Si Jon, ada kartun tentang perampok yang hendak menjebak pengendara mobil, dengan menggambar terowongan pada tembok yang utuh. Dengan harapan mobil akan terbentur -- kemudian aksi dilakukan. Tetapi ternyata mobil lewat -- terowongan gambar itu menjadi terowongan betulan. Dalam pamerannya itu juga ada satu cerita bergambar tentang perkawinan Arjuna dengan Sumbadra. Tentu saja dibuat lucu. "Saya dibantu Mas Muharyo. Dia yang membuat skenarionya, dengan beberapa catatan mana yang bisa dibuat lucu," katanya. Muharyo, salah seorang redaksi Gadis, dulu mengasuh majalah humor Kampret -- tahun 50-an. Dalam cergam itu ada Sumbadra yang dibonceng motor oleh Samba (kemenakannya) untuk menjenguk Arjuna di Puskesmas Madukoro. Dan gamelan Lokananta yang bisa berbunyi sendiri, ternyata kaset keluaran Lokananta - perusahaan piringan hitam di Surakarta. Di antara kartunis atau karikaturis kita, Si Jon termasuk sedikit orang yang pandai memanfaatkan gambar. Katakata bila perlu saja digunakan. Jadi bukan gambar sekedar penghias kata-kata. Di situlah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus