Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Dari laut datang listrik

Pemerintah negara hawaii bekerjasama dengan perusahaan asing membuat prototip pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan suhu air laut. di tahiti ahli prancis membangunnya dalam kapasitas besar. (ilt)

17 November 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH tongkang aneh terapung 500 m di lepas pantai Keahole Point, Hawaii. Dulu hanya mengangkut barang keperluan angkatan laut Amerika Serikat, tongkang sebesar 268 ton itu kini menjadi sebuah pembangkit listrik yang dinamakan Mini-OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion). Nama ini menunjukkan bahwa ia bekerja menggunakan energi potencial yang terdapat dalam perbedaan suhu dua lapisan air laut. Prinsip ini diusulkan pertama kali pada abad yang lalu oleh Jaques d'Arsonval, ahli fisika Perancis. Tahun 1920, hampir 40 tahun kemudian, seorang muridnya bernama Georges Claudes membuat sebuah pembangkit berdasarkan prinsip ini di lepas pantai Kuba. Claudes menggunakan air laut langsung sebagai cairan "kerja", yang menyebabkan ia terbentur bermacam problem teknologis, sehingga eksperimennya tidak diteruskan. Mempergunakan teknologi lebih maju di tahun 50-an, sebuah perusahaan Perancis sekali lagi mengulang percobaan Claudes. Kali ini di lepas pantai barat Afrika, tapi juga proyek ini menemui kegagalan. Kini prototip di perairan Hawaii tampak berhasil. Proyek ini dilaksanakan bersama oleh Lockheed Corporation (dengan Alfa-Laval dari Swedia). Dillingham Corporation dan pemerintah negara-bagian Hawaii. TEMPO memperoleh keterangan tentang Mini-OTEC ini dari manajer proyek Hank White. Metode ini menghasilkan energi dengan memanfaatkan perbedaan kecil (20ø C antara suhu air laut di permukaan yang hangat dan suhu lapisan air di bawah yang dingin. Menurut sejumlah peneliti, potensi yang terkandung dalam panas air laut ini akan mampu menyediakan terus-menerus 200 kali kebutuhan energi dunia pada tahun 2000. Di wilayah tropis suhu permukaan air laut tidak pernah berkurang dari Z5ø C, biarpun malam hari. Karena itu pembangkit listrik panas laut bisa beroperasi terus-menerus selama 24 jam sepanjang tahun. Lokasi terbaik untuk ini terdapat dalam jalur selebar 2.700 km, sepanjang khatulistiwa. Antara lain wilayah perairan Indonesia termasuk ideal untuk proyek semacam ini. Pada hakekatnya pembangkit listrik semacam ini tidak jauh berbeda dengan prinsip mesin uap yang menggunakan air sebagai cairan "kerja". Air ini oleh sumher panas seperti pembakaran minyak, gas, batubara atau kayu diubah menjadi uap yang kemudian dapat memutarkan turbin dan generator listrik. Uap air yang terpakai kemudian dicairkan kembali dalam unsur pendingin mesin itu untuk dipergunakan lagi. Cairan "kerja" dalam Mini-OTEC adalah amoniak. Karena titik didihnya rendah (20ø C), amoniak ini dapat diubah menjadi uap oleh suhu air permukaan laut (25ø - 27ø C). Berbeda dengan uap air, uap amoniak sangat padat hingga permukaan daun turbin tidak perlu terlalu luas. Setelah memutarkan turbin dan generator, uap amoniak ini dicairkan kembali dengan suhu air dari dalam laut (7øC), dan kemudian dipergunakan lagi. Amoniak itu dialirkan dalam suatu saluran tertutup. Satu ujungnya bersentuhan dengan air laut yang hangat, dan satu lagi dengan yang dingin. Saluran penukar panas ini merupakan problem teknologis utama, karena ia selalu harus bersentuhan dengan air laut. Karena itu bahannya harus tahan karat tapi dengan daya serap panas yang tinggi. Selain itu ia harus tahan pula terhadap pencemaran oleh tritip dan kerang laut. Problem teknologis kedua adalah pembuatan pipa penyedot air laut dingin dari kedalaman 1.000 meter lebih. Volume air yang dipergunakan sebuah pembangkit berkapasitas 100 mw, misalnya, bisa mencapai 500 sampai 800 m3 per detik. Untuk menampung ini pipa sepanjang 1 km harus berdiameter minimal 15 meter. Suatu penelitian -- yang dilakukan 2 perusahaan Amerika Serikat mulai tahun 1974 atas prakarsa dan biaya suatu badan resmi AS untuk penelitian dan pengembangan energi (ERDA) -- menunjukkan bahwa per kilowatt listrik yang dibangkitkan dengan tenaga nuklir atau batubara masih lebih murah dibanding dengan tenaga panas laut. Tapi seorang profesor dari Carnegie-Melton University, Clarence Zener, berpendapat bahwa selisih harga itu masih akan dapat diturunkan dengan perbaikan teknik pembuatan unsur penukar panas, unsur yang paling mahal. Kebanyakan peneliti sependapat dengan Zener, tapi karena teknologi pembuatan unsur penukar panas bersuhu rendah masih relatif baru, ia merupakan tantangan utama dalam monanggulangi teknologi pembangkitan listrik dengan panas air laut. Rp 15 Milyar Semua gagasan liemudian terwujud dalam prototip di llawaii itu yang semata-mata bertujuan memantapkan penelitian di bidang teknologinya, daya tahannya dan ongkos operasinya. Di atas tongkang yang berukuran 40 x 10 meter, Mini-OTEC ini menggunakan unsur penukar panas buatan Alfa-Laval dengan turbogenerator buatan Rotoflow. Untuk menghasilkan 50 kw, Mini-OTEC membutuhkan 170 air laut hangat per detik (26ø - 27ø C) dan menyedot sebanyak itu pula air dingin (7ø C). Air dingin itu disedot ke atas melalui pipa sepanjang 660 meter yang berdiameter 60 cm dan terbuat dari polyethylene berkepadatan tinggi. Pipa ini sekaligus dimanfaatkan sebagai unsur pengukuh sistem penjangkaran. Dengan skala ini efisiensinya tentu sangat rendah. Dari 50 kw yang dihasilkannya, 40 kw dipergunakan oleh peralatan Mini-OTEC sendiri. Hanya 10 kw sisanya yang bisa "dijual". Tapi jelas ratio ini berubah dengan skala lebih besar, misalnya, pembangkit yang menghasilkan 100 mw. Berbeda dengan kesimpulan studi kelayakan oleh peneliti di AS, para ahli Perancis berpendapat bahwa harga listrik per kilowatt lewat sistem pengolah panas laut akan dapat bersaing dengan yang dihasilkan tenaga nuklir atau batubara. Berdasarkan ini Perancis kini sedang membangun sebuah pembangkit tenaga panas laut dengan kapasitas 3 mw di laut kepulauan Tahiti. Proyek ini diharapkan selesai menjelang tahun 1984 dan direncanakan menelan biaya sebesar 100 juta Franc (Rp 15 milyar).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus