Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Opsi Terakhir Kurangi Emisi

Bursa karbon dinilai harus menjadi opsi terakhir penurunan emisi. Pasalnya, penghasil emisi bisa melakukan offset lewat bursa.

13 Oktober 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Peluncuran Bursa Karbon Indonesia (IDX Carbon) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, 26 September 2023. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemerintah dinilai perlu menentukan strategi penurunan emisi yang rigid untuk mencapai target dekarbonisasi.

  • Sektor industri pun bisa meniru ketentuan yang sama di sektor kelistrikan: mematok emisi yang boleh dihasilkan tiap industri.

  • Pemerintah perlu memastikan agar bursa karbon menjadi opsi terakhir dalam proses dekarbonisasi. Pasalnya, kehadiran bursa karbon memungkinkan penghasil emisi melakukan offset lewat pasar tersebut.

JAKARTA – Kementerian Perindustrian menargetkan netral karbon di sektor industri bisa lebih cepat 10 tahun, dari 2060 menjadi 2050. Sejumlah pihak mengingatkan tantangan upaya dekarbonisasi, khususnya di tengah kehadiran bursa karbon.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa mengatakan pemerintah perlu menentukan strategi penurunan emisi yang rigid untuk mencapai target dekarbonisasi. Di sektor kelistrikan, pemerintah menentukan batas atas emisi yang boleh diproduksi masing-masing pembangkit. Sektor industri pun bisa meniru ketentuan yang sama: mematok emisi yang boleh dihasilkan tiap industri.

Dengan pembatasan tersebut, industri bakal terpacu untuk menurunkan emisi mereka. Ditambah dengan adanya pajak karbon, upaya-upaya dekarbonisasi, seperti beralih ke energi terbarukan hingga mencari teknologi yang lebih ramah lingkungan untuk kegiatan produksi, diprediksi makin gencar. "Pasar karbon jadi upaya terakhir jika emisinya tidak bisa dikurangi lewat upaya dekarbonisasi tadi atau mereka enggan membayar pajak," kata dia, kemarin.

Fabby mengatakan pemerintah perlu memastikan agar bursa karbon menjadi opsi terakhir dalam proses dekarbonisasi. Pasalnya, kehadiran bursa karbon memungkinkan penghasil emisi melakukan offset lewat pasar tersebut. Mereka bisa mengkompensasi emisi yang dihasilkan dengan membeli sertifikat yang dijual penyerap emisi.

Bursa Karbon Indonesia (IDX Carbon) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, 26 September 2023. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Analis dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis, Putra Adhiguna, juga menyebutkan bursa karbon berisiko membuat penghasil emisi tidak mengubah perilaku. "Di dunia ada kekhawatiran perusahaan-perusahaan itu terlalu berfokus pada net zero target, seolah-olah cukup dengan beli offset," tuturnya. Terlebih jika ongkos belanja di pasar karbon lebih murah dan mudah ketimbang mengganti, misalnya, teknologi atau sumber energi mereka untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.

Dari kekhawatiran tersebut, Putra mengatakan saat ini banyak dorongan kepada perusahaan yang mengklaim mengurangi emisi untuk memprioritaskan perubahan perilaku. Pasar karbon diarahkan sebagai opsi terakhir jika upaya tersebut tak mencukupi. "Jadi offset tidak menjadi pilihan utama." Di Indonesia, inisiatif seperti ini butuh dukungan dari masyarakat, khususnya untuk mengawasi setiap klaim penurunan emisi, lantaran pemerintah belum mengatur ketentuan khusus.

Menurut Principal for Policy & Program Indonesia Business Council Nanda Asridinan, upaya penurunan emisi lewat dekarbonisasi tidak akan mudah buat industri. Dia menilai untuk tahap awal seperti sekarang butuh kelonggaran. "Jika saat ini industri memanfaatkan bursa karbon untuk menutup 70 persen emisi mereka, misalkan, tidak ideal memang, tapi tidak apa-apa karena learning process," tuturnya. Dengan harapan, semakin lama porsi dekarbonisasi menjadi lebih besar. Sembari secara paralel diingatkan bahwa bursa karbon hanya jadi opsi terakhir dalam proses penurunan emisi gas rumah kaca. 

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan percepatan netral karbon di sektor industri bakal mengandalkan empat strategi. Pertama, mengganti sumber energi fosil ke energi yang lebih ramah lingkungan, seperti sel surya dan hidrogen. Kementerian juga menargetkan ada efisiensi energi dengan pemanfaatan teknologi serta strategi elektrifikasi pada proses produksi. "Strategi lainnya melalui pemanfaatan teknologi CCUS (carbon capture, utilization, and storage)," kata dia. 

Saat ini pemerintah tengah menyusun rencana aksi untuk pedoman industri. “Kami menyelenggarakan rapat kerja untuk melihat kendala-kendalanya, dan kami mencari solusinya," kata Agus. Ke depan, dia menjanjikan mekanisme insentif untuk membantu upaya dekarbonisasi. Stimulus tersebut, misalnya, terkait dengan restrukturisasi teknologi, peralatan, dan permesinan, serta penyederhanaan perizinan usaha.

VINDRY FLORENTIN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus