Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Yang Korban Karena Berita

Wartawan Sinar Pembangunan (Medan) Irham Nasution, yang tewas disiram cuka getah, diduga berkaitan dengan berita yang ditulisnya. Kasus serupa banyak menimpa wartawan di Sumatera Utara.

19 September 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUASANA duka masih terasa di rumah petak semi permanen berukuran 3 X 7 meter itu. Di ruang tamunya, masih terbentang tikar dan kitab suci Al Qur'an di salah satu sudutnya. Kepala keluarga di situ, Irham Nasution, 39 tahun, meningal akibat disiram cuka. Wartawan harian Sinar Pembangunan (Medan) itu tampaknya masih dibicarakan banyak orang, khususnya penduduk Rantau Prapat, Kabupaten Labuhan Batu, 300 km dari Medan. Dari mulai wajah sampai bagian pangkal pahanya hancur mengelupas dan berwarna hitam Seperti orang terbakar. "Sampai saat ini saya belum mengerti apa motifnya, sehingga orang begitu kejam membunuh suami saya," ujar Asdiah kepada Nian Poloan dari TEMPO yang mengunjunginya pekan lalu. Ada hubungannya dengan pemberitaan? Berambut ikal, suka memelihara kumis tebal dan berbadan tegap, dia memang juruwarta yang rajin memberitakan kasus penyelewengan dan penyelundupan di daerahnya. Terakhir dia memberitakan kasus penyelundupan 9 bal kertas koran melalui Labuhan ilik (kota pelabuhan di zaman Belanda, yang sekarang sudah mati). Dia menyorot seorang oknum tentara yang diduganya terlibat dalam peristiwa 1979 itu. Tapi seperti biasa, Irham yang hanya tamat SMP "menulis lebih banyak berdasarkan sentimen," cerita kawannya. Artinya pemberitaan wartawan ini "menyerang" oknum, yang kebetulan tak disukainya. "Tapi dia memang berani," komentar teman-temannya. Di Rantau Prapat, kota kecil yang berpenduduk 15.000, ia juga dikenal berkantung "tebal". "Padahal penghasilannya dari korannya tak ada,"kata Nazran Nazir, seorang reporter (Waspada) di sana. Dengan sepeda motor merk Honda CB 100 tahun 1975, dia rajin masuk kampung ke luar kampung, tapi beritanya jarang dimuat koran. Maka berkata pemimpin redaksinya, Asmas Tatang Amara: "Dia memang jarang mengirim berita, tapi beritanya selalu mengejutkan." Polisi setempat belum berhasil mengungkapkan latar belakang kasus pembunuhan ini. Namun ada dua orang penduduk Labuhan Bilik yang dicurigai, Koptu Kasmanino dan istrinya Atik, sejak 10 September ditahan di Jl. Gandhi Medan. Koptu Kasmanino, anggota Koramil, disebut-sebut banyak mencampuri usaha penyelundupan di sana. Oknum inilah yang sering disorot wartawan setempat, dan Irham. Yang menarik ialah Kasmanino suka bergaul, bahkan sering minum bersama wartawan di kedai kopi. Setelah itu biasanya berita penyelundupan jarang dimuat koran. Baru sebulan terakhir ini terdengar kabar bahwa Kasmanino mencari-cari Irham. Pada malam yang naas itu, 1 September, setelah selesai mengetik berita AMD (ABRI Masuk Desa) di rumah kontrakannya di Jl. Siringo-ringo, Rantau Prapat, Irham memacu sepeda motor ke luar rumah. Menurut Asdiah, sekitar pukul 20.00, suaminya pulang dengan baju basah di badan. Dia mengerang kesakitan: "Mati aku, As. Aku disiram cuka oleh 3 orang yang tak kukenal." Malam itu juga Irham dibawa ke ru^ mah sakit umum setempat. Tiga jam kemudian dia meninggal. Benarkah Irham dibunuh gara-gara berita? "Saya lebih condong dia dibunuh karena persoalan pribadi," kau Husni Hasibuan. Kini menjadi anggota DPRD Labuhan Batu, Husni pernah juga menjadi wartawan Sinar Pembangunan. Almarhum, katanya, sering meminta "sesuatu" (amplop) dari tauke-tauke Cina dan mereka yang terlibat kasus pidana. Misalnya penyelewengan oleh aparat Pemda Kabupaten Labuhan Batu. Pernah, ceritanya lagi, Camat Bilah Hulu, Drs. Sakti Harahap, tak tahan meladeni permintaan Irham terus-menerus. Jika dibanding dengan wartawan lainnya di Rantau Prapat, kehidupan Irham memang lebih baik. Penghasilannya dari Sinar Pembangunan tidak berarti. Masih ada penerbit lain di Medan yang tak tetap membayar upah wartawannya. Husni Hasibuan, ketika masih menjadi wartawan, pernah mengalami nasib seperti Irham. Suatu malam,tahun 1976, rumahnya digedor orang yang mengaku temannya. Ternyata begitu pintu dibuka, kontan wajahnya terkena cuka api. Sampai sekarang kasus itu tak terungkap, sementara Husni sendiri cacat di bagian matanya (kabur) dan sebagian dadanya. Tapi Husni mengaku peristiwa itu terjadi karena berita yang dibuatnya untuk Sinar Pembangunan. Yaitu tentang penggelapan uang Pemda Labuhan Batu. Makin Tak Aman Wartawan Sinar Pembangunan yang lain, Hasiangan Simanjuntak BA di Pematangsiantar juga jadi korban pembunuhan (tahun 1974), gara-gara berita penyelewengan di BRI Unit Desa, Kabupaten Simalungun. Ada 3 orang yang diduga terlibat dalam pembunuhan tersebut sempat dibawa ke pengadilan. Tapi ketiganya bebas, tak terbukti bersalah. Lain pula halnya dengan A.T. Ginting, wartawan Sinar Harapan (Medan). Wartawan ini dibunuh (tahun 1975) dengan engkol mobil oleh sopir atas suruhan majikannya sendiri. Si majikan diberitakan melakukan penyelewengan di Kantor Dinas Perindustrian Kabupaten Tanah Karo, Sum-Ut. Empat orang yang terlibat kini masih menjalani hukuman. Yang sekedar menerima bogem (tinju) karena pemberitaan sudah tak sedikit. Ray Patty, misalnya, wartawan SP juga, langsung dipukul oleh Liem Seng, seorang bandar judi di Medan. Persoalannya juga sampai ke tangan polisi, tapi tak ada kelanjutannya-sampai sekarang. Dan yang terbaru adalah penikaman atas Azmi Thalib, 32 tahun, wartawan KNI di Medan, 4 September. Motifnya belum jelas. Tapi Syamsudin Manan, Kepala Perwakilan KNI Medan, (juga Pem-Red Mimbar Umum) mengatakan usaha pembunuhan terhadap wartawannya itu tak ada hubungannya dengan pemberitaan, tapi urusan lamaran pekerjaan salah seorang adiknya. Ketika sudah mulai bisa bicara sepotong-sepotong, Azmi pekan lalu mengatakan percobaan pembunuhan terhadap dirinya "ada hubungannya dengan bahan berita yang sedang saya uber." At)a itu? "Nanti setelah sehat akan saya jelaskan semuanya," katanya. Kalau begitu, makin tak aman jadi wartawan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus